Anak Berhadapan Hukum Rentan Alami Kekerasan Fisik

Sabtu, 14 Oktober 2017 - 22:47 WIB
Anak Berhadapan Hukum Rentan Alami Kekerasan Fisik
Anak Berhadapan Hukum Rentan Alami Kekerasan Fisik
A A A
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan stigmatisasi masyarakat terhadap anak berhadapan hukum (ABH) jadi penyumbang kekerasan fisik terhadap anak.

”Imbas paling parah dari stigmatisasi membuat anak melakukan bunuh diri,” Komisioner Bidang Trafficking Ai Maryati Solihah pada Sabtu (14/10/2017). Ai mengungkapkan, berdasarkan data sepanjang 2011 hingga 2017 ada sebanyak 9.266 kasus ABH. Dari tahun ke tahun, jumlah paling banyak yaitu pada 2014 lalu.

Di mana jumlah kasus ABH mencapai jumlah 2.208. Paling tinggi kedua pada 2013 yaitu sebanyak 1.428 kasus. Tertinggi ketiga pada 1.413 kasus pada 2012. Dari kasus tersebut terdapat anak sebagai pelaku dengan jumlah yang tak kalah tinggi.

Pada tahun ini saja anak sebagai pelaku kekerasan seksual sebanyak 116 kasus. Sedangkan anak sebagai korban, ada sebanyak 134 kasus dan itu pun mereka merupakan anak korban kekerasan seksual.

Menurut Ai, anak dan perempuan merupakan yang paling rawan dalam menerima kekerasan. Untuk itu diperlukan pandangan dan pemikiran serta ucapan positif untuk menghadapi hal tersebut, dimulai dari ruang lingkup keluarga.

Orang tua perlu mendukung dan mengarahkan apa yang dilakukan oleh anak tanpa perlu justifikasi terhadap anak. ”Justifikasi dari orang tua dapat menimbulkan anak tidak percaya diri dengan apa yang dilakukan oleh anak,” ujarnya.

Sementara itu, KPAI mencatat tren kasus lainnya seperti anak sebagai korban prostitusi yaitu sebanyak 112 kasus dan merupakan kasus tertinggi dibanding kasus lainnya seperti kasus anak sebagai korban eksploitasi sebanyak 87 kasus. Anak sebagai korban perdagangan sebanyak 72 kasus dan anak sebagai korban eksploitasi seks komersial sebanyak 69 kasus

Di tahun ini anak sebagai korban prostitusi masih cukup tinggi, yaitu sebanyak 83 orang. Selanjutnya adalah anak sebagai korban eksploitasi pekerja sebanyak 76 kasus. ”Sedangkan anak sebagai eksploitasi seks komersial sebanyak 66 kasus dan anak sebgai korban trafficking sebanyak 31 kasus,” ungkapnya

Untuk itu, diperlukan penanganan anak tanpa ada diskriminasi dan partisipasi terbaik dari semua stakeholder guna menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak. Hal itu sudah dipertegas dalam Pasal 1 ayat 1 UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang.

”Serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8491 seconds (0.1#10.140)