PT MRT Minta DKI Percepat Kepastian Lahan Kampung Bandan
A
A
A
JAKARTA - PT Mass Rapid Transit (MRT) menunggu Pemprov DKI Jakarta membebaskan lahan di Kampung Bandan, Jakarta Utara sebelum melakukan kerja sama pembangunan Depo MRT Fase II (Bundaran HI- Kampung Bandan). Estimasi dana Rp22,5 triliun yang telah disetujui DPRD DKI Jakarta dinilai cukup meski kerja sama belum dilakukan.
Direktur PT MRT William Syahbandar mengatakan, dana Rp22,5 triliun yang telah disetujui DPRD DKI beberapa waktu lalu mencakup trase Bundaran HI-Kampung Bandan sejauh 8,4 kilometer. Termasuk pembangunan depo di Kampung Bandan.
Menurutnya, meski belum ada bentuk kerja sama pembangunan depo di Kampung Bandan, estimasi dana tersebut tidak akan berubah. "Kami masih fokus di lahan. Apakah Hak Pengunaan Lahan (HPL) tetap di PT Kereta Api Indonesia (KAI), atau diberikan ke Pemprov. Kami belum bicara kerja sama. Kalau memang tetap milik PT KAI, ya kita kerjasamanya bisnis to bisnis dengan PT KAI," kata William Syahbandar di Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa, 26 September 2017 kemarin.
William menjelaskan, pendanaan Rp22,5 triliun itu sama dengan pendanaan MRT fase I yang komposisinya 49:51. Di mana 49% menjadi tanggung jawab Pemprov DKI dan 51% tanggung jawab pemerintah pusat. Saat ini, dana tersebut sedang diproses oleh JICA setelah disetujui oleh DPRD dan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, nantinya pemerintah akan mencicil pinjaman dana tersebut sesuai dengan komposisinya.
William berharap pinjaman dari bank Jepang tersebut cair pada awal tahun depan. Sehingga pihaknya dapat segera melakukan tender konstruksi dan pembangunan pun dapat berjalan pada akhir 2018.
Terkait proses konstruksi MRT Fase I (Lebak Bulus-Bundaran HI), lanjut William, sudah mencapai 80,15% atau naik dua persen dari bulan lalu yang hanya sekitar 78 persen. "Kita masih punya waktu tiga bulan, paling tidak kita akan ada di angka 90-91%. Target operasional kereta itu Maret 2019. Asian Games pasti enggak bisa beroperasi," ucapnya.
Kepala Bidang Perkretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana menilai sulit rasanya Pemprov DKI mendapatkan HPL PT KAI yang notabenenya sama-sama pemerintah. Sebab, PT KAI merupakan BUMN yang harus menghasilkan keuntungan. Begitu juga dengan BUMD PT MRT, untuk itu, seharusnya PT MRT sudah melakukan percepatan kerja sama bisnis dengan PT KAI.
"Kalau berharap HPL bisa mundur target pelaksanaan, itu pun kalau diberikan. PT MRT segera bentuk perjanjian kerja sama sebelum dana pinjaman dicairkan. Jadi kalau ada perubahan tidak seperti fase I yang butuh dana tambahan di penghujung," ujarnya.
Direktur PT MRT William Syahbandar mengatakan, dana Rp22,5 triliun yang telah disetujui DPRD DKI beberapa waktu lalu mencakup trase Bundaran HI-Kampung Bandan sejauh 8,4 kilometer. Termasuk pembangunan depo di Kampung Bandan.
Menurutnya, meski belum ada bentuk kerja sama pembangunan depo di Kampung Bandan, estimasi dana tersebut tidak akan berubah. "Kami masih fokus di lahan. Apakah Hak Pengunaan Lahan (HPL) tetap di PT Kereta Api Indonesia (KAI), atau diberikan ke Pemprov. Kami belum bicara kerja sama. Kalau memang tetap milik PT KAI, ya kita kerjasamanya bisnis to bisnis dengan PT KAI," kata William Syahbandar di Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa, 26 September 2017 kemarin.
William menjelaskan, pendanaan Rp22,5 triliun itu sama dengan pendanaan MRT fase I yang komposisinya 49:51. Di mana 49% menjadi tanggung jawab Pemprov DKI dan 51% tanggung jawab pemerintah pusat. Saat ini, dana tersebut sedang diproses oleh JICA setelah disetujui oleh DPRD dan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, nantinya pemerintah akan mencicil pinjaman dana tersebut sesuai dengan komposisinya.
William berharap pinjaman dari bank Jepang tersebut cair pada awal tahun depan. Sehingga pihaknya dapat segera melakukan tender konstruksi dan pembangunan pun dapat berjalan pada akhir 2018.
Terkait proses konstruksi MRT Fase I (Lebak Bulus-Bundaran HI), lanjut William, sudah mencapai 80,15% atau naik dua persen dari bulan lalu yang hanya sekitar 78 persen. "Kita masih punya waktu tiga bulan, paling tidak kita akan ada di angka 90-91%. Target operasional kereta itu Maret 2019. Asian Games pasti enggak bisa beroperasi," ucapnya.
Kepala Bidang Perkretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana menilai sulit rasanya Pemprov DKI mendapatkan HPL PT KAI yang notabenenya sama-sama pemerintah. Sebab, PT KAI merupakan BUMN yang harus menghasilkan keuntungan. Begitu juga dengan BUMD PT MRT, untuk itu, seharusnya PT MRT sudah melakukan percepatan kerja sama bisnis dengan PT KAI.
"Kalau berharap HPL bisa mundur target pelaksanaan, itu pun kalau diberikan. PT MRT segera bentuk perjanjian kerja sama sebelum dana pinjaman dicairkan. Jadi kalau ada perubahan tidak seperti fase I yang butuh dana tambahan di penghujung," ujarnya.
(whb)