Ganti Rugi Lahan MRT di Jakarta Selatan Masuk ke Pengadilan

Rabu, 27 September 2017 - 01:18 WIB
Ganti Rugi Lahan MRT di Jakarta Selatan Masuk ke Pengadilan
Ganti Rugi Lahan MRT di Jakarta Selatan Masuk ke Pengadilan
A A A
JAKARTA - Proses ganti rugi lahan milik warga yang terkena proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) tak sepenuhnya mulus. Terbukti di Jakarta Selatan, ganti rugi lahan ini dibawa ke ranah pengadilan.

Salah satu juru bicara penggugat ganti rugi lahan MRT Sigit Riadi mengatakan, pihaknya tak bermaksud menghambat maupun menghalangi pembangunan MRT, asalkan, sesuai dengan ketentuan aturan. Di mana, dalam putusan gugatan perkara No 133/Pdt.g/2016/PN.Jkt.Sel, Hakim Ketua Krisnugroho Sri Pratomo dan dua hakim anggota Made Sutrisna dan Florensani S Kendenan mengabulkan sebagian gugatan.

Singkatnya, pembayaran ganti rugi ditentukan sebesar Rp60 juta per meter dari gugatan sebesar Rp150 juta per meter. “Lantas Pemprov DKI langsung banding ke MA dengan mengacu Peraturan MA (Perma) No. 3/2016. Sebenarnya yang kami gugat bukan ganti rugi, tapi prosesnya,” kata Sigit kepada wartawan.

Menurut Sigit, proses pembebasan lahan proyek MRT seperti di Stasiun Haji Nawi tanpa perhitungan nilai kerugian lainnya seperti nilai usaha sesuai UU No 2/2012 atau Perpres No 71/2012. Di mana, ketujuh penggugat sendiri melayangkan gugatan terhadap objek penilaian tim appraisal Anas Karim Rivai tahun 2015 yang menggunakan skema sesuai aturan Perpres No. 65 Tahun 2006.

“Tapi diduga Pemprov DKI membawa bukti penilaian dari tim appraisal SAH & Rekan untuk perhitungan tahun 2017. Jadi sebenarnya ini sangat berbeda,” tuturnya. Sigit meyakini kalau ada dua dua tim appraisal yang ditunjuk Pemprov DKI.

“Bagaimana putusan MA bisa melihat ini dengan objek dan perkara yang sebenarnya berbeda? Marwah MA mungkin bisa dipermainkan,” ujar.
Apalagi, dalam proses gugatan yang belum berkekuatan hukum, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan biaya ganti rugi sistem konsinyasi yang dititipkan di PN Jakarta Selatan sebesar Rp30 juta per meter.

Sigit menduga hal ini bisa menghina lembaga peradilan atau contempt of court lantaran gugatan sedang berjalan. “Makanya kami tak mau terima karena proses peradilan masih berjalan,” ujarnya.

Meski begitu, pihak penggugat malah dapat surat dari BPN untuk menarik hak atas tanah mereka. Karenanya dilayangkan gugatan baru dengan nomor perkara 404/Pdt.G/2017/PN JKT.SEL dengan ganti rugi sebesar Rp1 saja. “Gugatan ini soal proses penilaian. Jadi kami bukan hanya korban pembebasan lahan tapi juga korban perasaan juga,” ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4626 seconds (0.1#10.140)