YLKI Minta Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Sikapi Kasus Komika Acho

Minggu, 06 Agustus 2017 - 23:06 WIB
YLKI Minta Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Sikapi Kasus Komika Acho
YLKI Minta Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Sikapi Kasus Komika Acho
A A A
JAKARTA - Menanggapi kasus komedian Acho yang dipolisikan pihak pengembang Green Pramuka, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Kementerian PUPR dan Pemprov DKI tegas menyikapi pelanggaran hak konsumen yang dilakukan oleh pengelola dan pegembang.

‎"Terhadap fenomena ini, YLKI meminta dan merekomendasikan agar Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta, dalam hal ini Dinas Perumahan, harus tegas menyikapi pelanggaran hak konsumen (penghuni) yang dilakukan oleh pengelola dan pengembang," ujar Ketua YLKI Tulus Abadi melalui keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Minggu (6/8/2017).

‎Dikatakan, Kementerian PUPR dan Pemprov DKI tidak bisa lepas tanggung jawab terhadap maraknya pelanggaran konsumen oleh pengelola atau pengembang apartemen. "YLKI mendesak Dinas Perumahan Pemprov DKI untuk pro aktif memfasilitasi mediasi antara konsumen dengan developer, untuk dapat dicari penyelesaian di luar pengadilan (out of court setlement)," pungkasnya.

‎Pihaknya pun mendesak Kementerian PUPR untuk mereview semua klausula yang dibuat oleh pengembang atau pengelola, baik klausula dalam PPJB atau AJB rumah susun dan klausula dalam kontrak pengelolaan. "Klausula baku adalah hal yang dilarang dalam UU Perlindungan Konsumen," terangnya.

Menurutnya, pengelola idealnya ditunjuk dan dipilih oleh Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Sehingga pengelola akan profesional dan tunduk perintah P3SRS bukan sebaliknya.

Dia menilai, depelover hanya setengah hati untuk melepas pengelolaannya. Untuk itu, ia meminta agar segala bentuk intervensi pengelola atau pengembang dapat dihentikan dengan segera

"Hentikan segala bentuk intervensi pengelola/pengembang dalam pembentukan P3SRS dan pengelolaan. Intervensi yang biasa dilakukan oleh pengelola biasanya melalui tekanan psikis, diskriminasi perlakuan, hingga perampasan HAM konsumen," tegasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5512 seconds (0.1#10.140)