Undangan Pertama Dicuekin, Sudinakertrans Jakut Ajak SP JICT Ketemuan Lagi
A
A
A
JAKARTA - Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) mangkir dari undangan Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sudinakertrans ) Jakarta Utara (Jakut). Undangan tersebut sejatinya untuk membahas rencana mogok kerja SP JICT pada 3-10 Agustus 2017.
Kepala Sudinakertrans Jakut, Dwi Untoro, mengatakan, pertemuan dengan SP JICT sudah diagendakan di kantornya pada Jumat pekan lalu (28/7/2017) sekitar pukul 17.00 WIB. Agenda pertemuan tersebut untuk menindaklanjuti surat dari SP JICT ke Sudinakertrans Jakut tertanggal 21 Juli 2017. "Tapi mereka tidak datang," ujar Dwi saat dikonfirmasi.
Dwi menyebutkan, Sudinakertrans masih ingin menunggu penjelasan dari SP JICT terkait aksi mogok kerja mereka itu. Dwi akan mengagendakan pertemuan ulang dengan SP JICT. "Kami merencanakan pertemuan selanjutnya dengan serikat pekerja pada Selasa besok (1/7/2017)," kata Dwi.
Diketahui, gejolak antara SP JICT dan direksi JICT muncul lantaran perpanjangan kontrak antara JICT dengan perusahaan asal Hongkong, Hutcshison. Mereka kemudian melakukan demo terkait masalah ini ke Kementerian BUMN siang ini untuk menuntut kejelasan dan audit perpanjangan kontrak yang dianggapnya merugikan negara.
Selain menuntut kontrak perpanjangan, mereka juga menuntut pembayaran bonus tambahan . (Baca: Ratusan Pekerja Tuntut Kepastian Perpanjangan Kontrak JICT)
Terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan, Rico Rustombi, berharap SP JICT dan manajemen JICT menjalin komunikasi untuk mencari solusi bersama agar rencana mogok kerja tidak terlaksana.
Sebab, adanya mogok kerja akan mengganggu pelayanan di Pelabuhan Tanjung Priok. Pelaku usaha akan menanggung banyak kerugian dengan aksi mogok kerja tersebut. Selain itu, aksi mogok akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Diketahui, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu pintu perekonomian terbesar di Indonesia. “Mogok kerja ini tentu akan membuat pengusaha dirugikan secara ekonomi. Berkepanjangan isu ini akan membuat kegiatan arus barang dan ekonomi menjadi tidak kondusif dan merugikan kita semua," tuturnya.
Kepala Sudinakertrans Jakut, Dwi Untoro, mengatakan, pertemuan dengan SP JICT sudah diagendakan di kantornya pada Jumat pekan lalu (28/7/2017) sekitar pukul 17.00 WIB. Agenda pertemuan tersebut untuk menindaklanjuti surat dari SP JICT ke Sudinakertrans Jakut tertanggal 21 Juli 2017. "Tapi mereka tidak datang," ujar Dwi saat dikonfirmasi.
Dwi menyebutkan, Sudinakertrans masih ingin menunggu penjelasan dari SP JICT terkait aksi mogok kerja mereka itu. Dwi akan mengagendakan pertemuan ulang dengan SP JICT. "Kami merencanakan pertemuan selanjutnya dengan serikat pekerja pada Selasa besok (1/7/2017)," kata Dwi.
Diketahui, gejolak antara SP JICT dan direksi JICT muncul lantaran perpanjangan kontrak antara JICT dengan perusahaan asal Hongkong, Hutcshison. Mereka kemudian melakukan demo terkait masalah ini ke Kementerian BUMN siang ini untuk menuntut kejelasan dan audit perpanjangan kontrak yang dianggapnya merugikan negara.
Selain menuntut kontrak perpanjangan, mereka juga menuntut pembayaran bonus tambahan . (Baca: Ratusan Pekerja Tuntut Kepastian Perpanjangan Kontrak JICT)
Terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan, Rico Rustombi, berharap SP JICT dan manajemen JICT menjalin komunikasi untuk mencari solusi bersama agar rencana mogok kerja tidak terlaksana.
Sebab, adanya mogok kerja akan mengganggu pelayanan di Pelabuhan Tanjung Priok. Pelaku usaha akan menanggung banyak kerugian dengan aksi mogok kerja tersebut. Selain itu, aksi mogok akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Diketahui, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu pintu perekonomian terbesar di Indonesia. “Mogok kerja ini tentu akan membuat pengusaha dirugikan secara ekonomi. Berkepanjangan isu ini akan membuat kegiatan arus barang dan ekonomi menjadi tidak kondusif dan merugikan kita semua," tuturnya.
(thm)