Urai Kemacetan, Simpang Semanggi Berlaku Buka Tutup
A
A
A
JAKARTA - Simpang Susun Semanggi (SSS) yang sudah dinikmati masyarakat pascauji coba Jumat 28 Juli 2017 rupanya belum milik Pemprov DKI. Pembangunan yang menggunakan dana Koefensi Luas Bangunan (KLB) itu rencananya baru akan diserahterimakan ke DKI pada 17 Agustus nanti.
Belum adanya serah terima aset rupanya menjadi alasan SSS ditutup pasca Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat bersama Dua Menteri Kabinet Kerja, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono dan Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) Rini Sumarno melakukan soft launching open trafic SSS pada Jumat 28 Juli 2017 malam.
Berdasarkan pantauan, pada Jumat 28 Juli malam atau dua jam setelah soft launching dilakukan, SSS ditutup dari segala arah. Sejumlah Pekerja proyek masih terlihat beraktivitas di SSS. Informasi yang didapat di lapangan, penutupan SSS karena masih minimnya rambu dan belum adanya serah terima aset dari pihak pembangunan ke Pemprov DKI.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Yusmada Faizal mengakui adanya penutupan SSS usai soft launching uji coba dilakukan. Namun, pada Sabtu 29 Juli 2017 sore telah kembali dibuka. Melalui pesan singkatnya, Minggu 30 Juli 2017, dia memberikan penjelasan dari kutipan pihak kepolisian kepada media, penutupan karena belum lengkapnya rambu-rambu lalu lintas.
Yusmada juga mengutip media lain perihal belum serah terimanya aset SSS. Dimana, dalam kutipan tersebut Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah menyebutkan serah terima aset SSS dari PT Mitra Panca Persada (MPP) ke Pemprov DKI dilakukan pada 17 Agustus. Menurutnya, KLB PT MPP senilai Rp579 miliar masih memiliki sisa kelebihan Rp219 miliar lantaran SSS hanya menelan biaya Rp360 miliar.
"Pembangunannya sudah rampung, hanya taman dan ada pembangunan animasi lampunya saja yang harus dibangun dan dikembalikan sesuai keadaan semula," kata Yusmada melalui pesan singkatnya kemarin.
Kepala Seksi Pembangunan Simpang Tidak Sebidang Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hananto Krisna menuturkan, total biaya pembangunan SSS Rp360 miliar itu bukan hitungan tim konsultan aprraisal yang ditunjuk oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD). Menurutnya, angka tersebut merupakan perencanaan biaya pembangunan SSS yang dihitung PT MPP.
Untuk itu, kata Hananto, serah terima aset belum dilakukan lantaran dalam aturannya harus didahului oleh penilaian aset oleh tim konsultan. "Tim Konsultan sedang bekerja melakukan penilaian. Serah terima aset juga menunggu pembangunan selesai," tegasnya.
Terkait penutupan SSS pasca soft launching uji coba Jumat lalu, Hananto menjelaskan bahwa itu adalah proses yang dilakukan dalam membuka suatu jalan atau jembatan atau bangunan infrastruktur lain ketika sudah selesai dibangun. Hal itu bertujuan untuk melihat perilaku pengendara atau masyarakat yang melewati jalan atau jembatan tersebut.
Artinya, lanjut Hananto, open traffic oleh Gubernur Djarot, Jumat lalu adalah semacam uji coba untuk melihat perubahan pola traffic lalu lintas yang terjadi di kawasan Semanggi dan sekitarnya setelah SSSi dioperasikan.
"Jadi Kalau simpang sini macet, penutupan harus dilakukan agar kemacetan tidak bertambah. Tjuannya untuk membagi kemacetan di simpang lain. Jadi sifatnya situasional," pungkasnya.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta, Abdhul Gani menyayangkan sikap Dinas Bina Marga yang mengambil sistem buka tutup pada saat uji coba dilakukan. Menurutnya, hal itu justru akan membingungkan dan mengancam keselamatan pengguna kendaraan.
Seharusnya, kata Gani, uji coba dengan kendaraan pribadi masyarakat umum, SSS sudah tidak mengalami masalah pada fasilitas traffic. Sehingga, saat diresmikan nanti, pengguna kendaraan sudah terbiasa dengan waktu dan kondisi sekitar kawasan SSS. "Uji coba melibatkan masyarakat itu harusnya semacam sosialisasi. Bukan untuk perbaikan fisik dan tekhnis kontruksi," ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga khawatir buka tutup SSS pada uji coba ini berlaku setelah persemian apabila alasanya untuk mengurangi kemacetan. Sebab, SSS bukan untuk mengurangi kemacetan. "Bohong kalau bisa mengurangi tanpa adanya peningkatan pelayanan transportasi umum," tegasnya.
Nirwono meminta Pemprov DKI mengevaluasi penggunaan dana KLB atau CSR dari perusahaan swasta. Menurutnya, penggunaan kompensasi tersebut harus menjadi pilihan terkahir Pemprov DKI. Apalagi untuk pembangunan publik seperti jalan, taman dan sebagainya. Sebab, kata dia, pembangunan dengan KLB dan CSR tidak berkelanjutan dan perawatanya juga tidak jelas.
Selain itu, lanjut Nirwono, penggunaan dana KLB itu tidak bisa menghitung total rupiah tinggi gedung yang dibangun lalu hasilnya digunakan untuk pembangunan kota Jakarta. "Penggunaan air, listrik dan kemacetan akibat peninggian gedung perusahaan swasta sangat penting kedepannya dan tidak bisa dihitung rupiah. Ini yang harus dievaluasi oleh Pemprov DKI," tegasnya.
Belum adanya serah terima aset rupanya menjadi alasan SSS ditutup pasca Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat bersama Dua Menteri Kabinet Kerja, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono dan Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) Rini Sumarno melakukan soft launching open trafic SSS pada Jumat 28 Juli 2017 malam.
Berdasarkan pantauan, pada Jumat 28 Juli malam atau dua jam setelah soft launching dilakukan, SSS ditutup dari segala arah. Sejumlah Pekerja proyek masih terlihat beraktivitas di SSS. Informasi yang didapat di lapangan, penutupan SSS karena masih minimnya rambu dan belum adanya serah terima aset dari pihak pembangunan ke Pemprov DKI.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Yusmada Faizal mengakui adanya penutupan SSS usai soft launching uji coba dilakukan. Namun, pada Sabtu 29 Juli 2017 sore telah kembali dibuka. Melalui pesan singkatnya, Minggu 30 Juli 2017, dia memberikan penjelasan dari kutipan pihak kepolisian kepada media, penutupan karena belum lengkapnya rambu-rambu lalu lintas.
Yusmada juga mengutip media lain perihal belum serah terimanya aset SSS. Dimana, dalam kutipan tersebut Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah menyebutkan serah terima aset SSS dari PT Mitra Panca Persada (MPP) ke Pemprov DKI dilakukan pada 17 Agustus. Menurutnya, KLB PT MPP senilai Rp579 miliar masih memiliki sisa kelebihan Rp219 miliar lantaran SSS hanya menelan biaya Rp360 miliar.
"Pembangunannya sudah rampung, hanya taman dan ada pembangunan animasi lampunya saja yang harus dibangun dan dikembalikan sesuai keadaan semula," kata Yusmada melalui pesan singkatnya kemarin.
Kepala Seksi Pembangunan Simpang Tidak Sebidang Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hananto Krisna menuturkan, total biaya pembangunan SSS Rp360 miliar itu bukan hitungan tim konsultan aprraisal yang ditunjuk oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD). Menurutnya, angka tersebut merupakan perencanaan biaya pembangunan SSS yang dihitung PT MPP.
Untuk itu, kata Hananto, serah terima aset belum dilakukan lantaran dalam aturannya harus didahului oleh penilaian aset oleh tim konsultan. "Tim Konsultan sedang bekerja melakukan penilaian. Serah terima aset juga menunggu pembangunan selesai," tegasnya.
Terkait penutupan SSS pasca soft launching uji coba Jumat lalu, Hananto menjelaskan bahwa itu adalah proses yang dilakukan dalam membuka suatu jalan atau jembatan atau bangunan infrastruktur lain ketika sudah selesai dibangun. Hal itu bertujuan untuk melihat perilaku pengendara atau masyarakat yang melewati jalan atau jembatan tersebut.
Artinya, lanjut Hananto, open traffic oleh Gubernur Djarot, Jumat lalu adalah semacam uji coba untuk melihat perubahan pola traffic lalu lintas yang terjadi di kawasan Semanggi dan sekitarnya setelah SSSi dioperasikan.
"Jadi Kalau simpang sini macet, penutupan harus dilakukan agar kemacetan tidak bertambah. Tjuannya untuk membagi kemacetan di simpang lain. Jadi sifatnya situasional," pungkasnya.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta, Abdhul Gani menyayangkan sikap Dinas Bina Marga yang mengambil sistem buka tutup pada saat uji coba dilakukan. Menurutnya, hal itu justru akan membingungkan dan mengancam keselamatan pengguna kendaraan.
Seharusnya, kata Gani, uji coba dengan kendaraan pribadi masyarakat umum, SSS sudah tidak mengalami masalah pada fasilitas traffic. Sehingga, saat diresmikan nanti, pengguna kendaraan sudah terbiasa dengan waktu dan kondisi sekitar kawasan SSS. "Uji coba melibatkan masyarakat itu harusnya semacam sosialisasi. Bukan untuk perbaikan fisik dan tekhnis kontruksi," ungkapnya.
Sementara itu, Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga khawatir buka tutup SSS pada uji coba ini berlaku setelah persemian apabila alasanya untuk mengurangi kemacetan. Sebab, SSS bukan untuk mengurangi kemacetan. "Bohong kalau bisa mengurangi tanpa adanya peningkatan pelayanan transportasi umum," tegasnya.
Nirwono meminta Pemprov DKI mengevaluasi penggunaan dana KLB atau CSR dari perusahaan swasta. Menurutnya, penggunaan kompensasi tersebut harus menjadi pilihan terkahir Pemprov DKI. Apalagi untuk pembangunan publik seperti jalan, taman dan sebagainya. Sebab, kata dia, pembangunan dengan KLB dan CSR tidak berkelanjutan dan perawatanya juga tidak jelas.
Selain itu, lanjut Nirwono, penggunaan dana KLB itu tidak bisa menghitung total rupiah tinggi gedung yang dibangun lalu hasilnya digunakan untuk pembangunan kota Jakarta. "Penggunaan air, listrik dan kemacetan akibat peninggian gedung perusahaan swasta sangat penting kedepannya dan tidak bisa dihitung rupiah. Ini yang harus dievaluasi oleh Pemprov DKI," tegasnya.
(mhd)