Halte Penghubung Transjakarta Dinilai Sia-sia
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan halte feeder (penghubung) Transjakarta di sejumlah lokasi pemukiman dinilai sia-sia. Selain tidak berfungsi, fasilitas halte di pemukiman juga banyak yang dicuri oleh sejumlah warga.
Di sisi lain, halte feeder Transjakarta ini berada di atas trotoar yang kerap digunakan untuk pejalan kaki. Karena keberadaan halte tersebut, pejalan kaki menjadi terganggu lantaran sempitnya trotoar, kenyamanan berjalan kaki menjadi terganggu.
Seperti di Jalan Kedoya Raya, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Tiga halte penghubung terlihat di kawasan itu dengan jarak hampir satu kilometer antar haltenya. Ketiganya halte terlihat dalam kondisi mengenaskan.
Selain beberapa tiang penyangga yang telah membengkok, besi besi halte pun terlihat berkarat dengan bau menyengat. Untuk menutupi karat, besi itu kemudian dilapisi cat putih agar tak terlihat usang.
Selain karat dan membengkok. Beberapa di antara besi juga telah kropos, beragam lampu penerangan pun tak terlihat di kawasan itu. Sementara, di bagian alasnya terlihat penuh debu, seperti jarang dibersihkan.
Meski demikian, untuk seluruh halte di kawasan itu, terlihat cukup kokoh di bagian alas, dikarenakan dibuat tanggul. Tapi di sisi tanggul sendiri dipenuhi oleh coret-coretan oleh sejumlah warga.
Ditemui di sekitaran halte depan SD Kedoya Utara 01, Urip (56), mengutarakan sudah hampir empat tahun lamanya halte tersebut tidak digunakan. Sehingga terlihat usang dan rusak.
"Setahu saya cuman setahun di pakai saja," ucap pedagang warung yang lokasinya tepat di belakang halte tersebut.
Urip mengatakan, setelah lama tak digunakan masyarakat, barulah beberapa fasilitas busway mulai menghilang, mulai dari baut-baut yang menyangga tempat duduk hingga lampu penerangan.
Ketika malam hari, lanjutnya, halte itu kemudian dipergunakan oleh sejumlah remaja untuk menongkrong. Beberapa di antaranya bahkan terlihat meminuman alkohol.
Sekalipun terdapat atap yang dari besi, namun kata Urip, atap itu tak berfungsi, lantaran kerap kali tampias saat hujan datang.
Informasi yang dihimpun, pembangunan halte itu dilakukan saat 2011 lalu. Setelah pembangunan, baru bus penghubung dengan rute Puri Kembangan, Taman Kota, hingga Grogol beroperasi. Namun tak berapa lama, bus itu kembali tak beroperasi.
Dihubungi terpisah, Wakadishubtrans DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengatakan, masih melakukan pendataan terhadap halte penghubung. Inipun berencana akan mengkaji ulang, termasuk melihat fungsinya.
"Bila nantinya masih ada trayek, kita perbaiki. Tapi kalau tidak, mungkin solusi lainnya dihancurkan," tutur Sigit.
Mengenai keberadaan dan jumlahnya, Sigit mengaku belum mengetahui secara pasti bus dan halte tersebut dan berapa jumlah. Ia pun berencana akan berkoordinasi dengan sejumlah kasudinhubtrans di wilayah lain untuk melakukan pendataan.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Jogo menilai, pembangunan itu tak efektif. Sebagai orang yang memahami betul perkembangan Jakarta lantaran ikut menggunakan, Nirwono menilai sejak awal pembangunan halte itu menyalahi konsep. "Karena itu, makanya pembangunan tidak berfungsi sama sekali," tuturnya.
Berbeda dengan Transjakarta, bus feeder ini masih banyak mengalami masalah, salah satunya dengan lamanya waktu sampai yakni lebih dari 30 menit.
Melihat kondisi demikian, Nirwono menyarankan, agar halte penghubung itu dibongkar karena tidak efektif. Sementara kepada halte Transjakarta yang sudah ada, dirinya menyarankan agar fasilitas diperbaiki seperti JPO dan melakukan integrasi dengan angkutan umum dan stasiun commuter line.
Di sisi lain, halte feeder Transjakarta ini berada di atas trotoar yang kerap digunakan untuk pejalan kaki. Karena keberadaan halte tersebut, pejalan kaki menjadi terganggu lantaran sempitnya trotoar, kenyamanan berjalan kaki menjadi terganggu.
Seperti di Jalan Kedoya Raya, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Tiga halte penghubung terlihat di kawasan itu dengan jarak hampir satu kilometer antar haltenya. Ketiganya halte terlihat dalam kondisi mengenaskan.
Selain beberapa tiang penyangga yang telah membengkok, besi besi halte pun terlihat berkarat dengan bau menyengat. Untuk menutupi karat, besi itu kemudian dilapisi cat putih agar tak terlihat usang.
Selain karat dan membengkok. Beberapa di antara besi juga telah kropos, beragam lampu penerangan pun tak terlihat di kawasan itu. Sementara, di bagian alasnya terlihat penuh debu, seperti jarang dibersihkan.
Meski demikian, untuk seluruh halte di kawasan itu, terlihat cukup kokoh di bagian alas, dikarenakan dibuat tanggul. Tapi di sisi tanggul sendiri dipenuhi oleh coret-coretan oleh sejumlah warga.
Ditemui di sekitaran halte depan SD Kedoya Utara 01, Urip (56), mengutarakan sudah hampir empat tahun lamanya halte tersebut tidak digunakan. Sehingga terlihat usang dan rusak.
"Setahu saya cuman setahun di pakai saja," ucap pedagang warung yang lokasinya tepat di belakang halte tersebut.
Urip mengatakan, setelah lama tak digunakan masyarakat, barulah beberapa fasilitas busway mulai menghilang, mulai dari baut-baut yang menyangga tempat duduk hingga lampu penerangan.
Ketika malam hari, lanjutnya, halte itu kemudian dipergunakan oleh sejumlah remaja untuk menongkrong. Beberapa di antaranya bahkan terlihat meminuman alkohol.
Sekalipun terdapat atap yang dari besi, namun kata Urip, atap itu tak berfungsi, lantaran kerap kali tampias saat hujan datang.
Informasi yang dihimpun, pembangunan halte itu dilakukan saat 2011 lalu. Setelah pembangunan, baru bus penghubung dengan rute Puri Kembangan, Taman Kota, hingga Grogol beroperasi. Namun tak berapa lama, bus itu kembali tak beroperasi.
Dihubungi terpisah, Wakadishubtrans DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengatakan, masih melakukan pendataan terhadap halte penghubung. Inipun berencana akan mengkaji ulang, termasuk melihat fungsinya.
"Bila nantinya masih ada trayek, kita perbaiki. Tapi kalau tidak, mungkin solusi lainnya dihancurkan," tutur Sigit.
Mengenai keberadaan dan jumlahnya, Sigit mengaku belum mengetahui secara pasti bus dan halte tersebut dan berapa jumlah. Ia pun berencana akan berkoordinasi dengan sejumlah kasudinhubtrans di wilayah lain untuk melakukan pendataan.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Jogo menilai, pembangunan itu tak efektif. Sebagai orang yang memahami betul perkembangan Jakarta lantaran ikut menggunakan, Nirwono menilai sejak awal pembangunan halte itu menyalahi konsep. "Karena itu, makanya pembangunan tidak berfungsi sama sekali," tuturnya.
Berbeda dengan Transjakarta, bus feeder ini masih banyak mengalami masalah, salah satunya dengan lamanya waktu sampai yakni lebih dari 30 menit.
Melihat kondisi demikian, Nirwono menyarankan, agar halte penghubung itu dibongkar karena tidak efektif. Sementara kepada halte Transjakarta yang sudah ada, dirinya menyarankan agar fasilitas diperbaiki seperti JPO dan melakukan integrasi dengan angkutan umum dan stasiun commuter line.
(mhd)