Kinerja Pejabat DKI Akan Dievaluasi Setiap Bulan
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saeful Hidayat telah melantik ratusan pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Kamis (13/7/2017). Sisa waktu 3 bulan mejabat Gubernur, pejabat yang baru dilantik akan dievaluasi setiap bulan.
Djarot mengatakan, masa jabatan dirinya sebagai Gubernur memang hanya sampai Oktober mendatang. Namun, hal itu tidak merubah keinginannya untuk mendapatkan tim yang luar biasa. Sehingga dapat membantu pemerintahan selanjutnya di bawah kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
"Saya minta seluruh pejabat yang dilantik dan yang definitif untuk dapat lebih bekerja keras dalam sisa waktu kepemimpinan saya. Saya akan evaluasi setiap bulan," kata Djarot usai melantik ratusan pejabat DKI di Balai Kota DKI Jakarta.
Djarot menjelaskan, DKI Jakarta itu merupakan daerah percontohan bagi daerah lain dan bahkan pemerintah pusat. Sistem pengelolaan anggaran, perencanan dan keuangan yang menggunakan elektronik harus dipertahankan dan jangan dilanggar. Sebab apabila ada benalu kecil yang melanggar, pihaknya tidak akan segan-segan memecatnya sebagai PNS dalam evaluasi setiap bulan disisa kepemimpinannya.
Selain itu, Djarot juga menyebutkan hal-hal yang akan dievaluasi dalam setiap bulannya, yakni tindakan yang melanggar dan membiarkan lima tertib, khususnya tertib Pedagang Kaki Lima (PKL), tertib hunian, Aset DKI yang dimanfaatkan dan tertib lalu lintas.
"Saya sudah tanya kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Pak Tjahjo boleh pak untuk evaluasi tiap bulan? Boleh. Bukan untuk saya tapi semata-mata untuk rakyat Jakarta. Kita bikin bangga rakyat Jakarta terhadap Pemerintah DKI," katanya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik menyayangkan Gubernur Djarot yang merombak pejabat, apalagi eselon II. Sebab, kata dia, pejabat itu adalah manusia yang butuh penyesuaian ketika menjadi pimpinan.
Politikus Partai Gerindra ini bahkan menilai, perombakan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap percepatan pelayanan ataupun pembangunan.
"Yang ada malah pengaruh terhadap penyerapan anggaran. Menempati jabatan baru ya pasti ada adaptasi. Tiga bulan sisa kepemimpinan, mana bisa ada peningkatan layanan," ungkapnya.
Para pejabat yang dirombak oleh Djarot, kata Taufik bukan tidak mungkin akan dirombak kembali oleh Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. Sebab, visi-misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih sudah pasti berbeda.
"Sangat mungkin akan ada perombakan dalam waktu cepat setelah Gubernur dan Wakil gubernur terpilih dilantik. Itu kan haknya gubernur," pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Trubus Rahardiansyah mengatakan, perombakan yang terlalu sering dilakukan di birokrasi pemerintahan tentunya membuat pelayanan tidak optimal. Apalagi evaluasi setiap bulan. Sebab, birokrasi itu bertujuan melayani masyarakat yang dimana terdapat unsur kemanusiaan. Sehingga, apabila perombakan dilakukan terlalu sering, di dalam birokrasi tentunya terjadi benturan.
"Awalnya ditempatkan di bidang A, terus dipindahkan ke bidang B. Di dalam internal bidang B pasti terjadi benturan. Karena mereka manusia yang punya kepentingan, bukan robot," katanya.
Trubus menjelaskan, sebuah perombakan birokrasi itu sangat diperlukan apalagi di birokrasi Jakarta yang tentunya terdapat Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki potensi. Namun, idealnya perombakan dilakukan butuh waktu satu tahun kembali pada prinsip birokrasi yakni manusia yang membutuhkan waktu adaptasi.
Seharusnya, kata Trubus, yang digenjot dalam sebuah pelayanan yakni pimpinan masing-masing bidang. Mereka harus diberikan parameter kinerja, kalau belum diberikan dorongan lagi. Bukan malah terus dituntut.
"kebijakan didalamnya bukan hanya logika, tapi ada keberlangsungan. Artinya, Kalau pak gubernur mintanya secara cepat dan instant, tidak mungkin," ujarnya.
Lebih jauh, Trubus menjelaskan, misalnya dalam pelayanan perhubungan dan Transportasi. Menurutnya, tidak mungkin secara singkat pimpinan bidang tersebut dapat mengatasi kemacetan tanpa adanya bantuan dari bidang lain. Baik penambahan jalan yang butuh waktu lama ataupun pendukung fasilitas lainnya.
Trubus menuturkan, untuk mewujudkan kebijakn publik, Kepala Daerah harus membuat sederhana, rasional dan cerdas.
"Jadi harus rasional dalam mewujudkan pelayanan. Kalau Maunya cepat ya akhirnya masyarakat cuma bermimpi," pungkasnya.
Djarot mengatakan, masa jabatan dirinya sebagai Gubernur memang hanya sampai Oktober mendatang. Namun, hal itu tidak merubah keinginannya untuk mendapatkan tim yang luar biasa. Sehingga dapat membantu pemerintahan selanjutnya di bawah kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
"Saya minta seluruh pejabat yang dilantik dan yang definitif untuk dapat lebih bekerja keras dalam sisa waktu kepemimpinan saya. Saya akan evaluasi setiap bulan," kata Djarot usai melantik ratusan pejabat DKI di Balai Kota DKI Jakarta.
Djarot menjelaskan, DKI Jakarta itu merupakan daerah percontohan bagi daerah lain dan bahkan pemerintah pusat. Sistem pengelolaan anggaran, perencanan dan keuangan yang menggunakan elektronik harus dipertahankan dan jangan dilanggar. Sebab apabila ada benalu kecil yang melanggar, pihaknya tidak akan segan-segan memecatnya sebagai PNS dalam evaluasi setiap bulan disisa kepemimpinannya.
Selain itu, Djarot juga menyebutkan hal-hal yang akan dievaluasi dalam setiap bulannya, yakni tindakan yang melanggar dan membiarkan lima tertib, khususnya tertib Pedagang Kaki Lima (PKL), tertib hunian, Aset DKI yang dimanfaatkan dan tertib lalu lintas.
"Saya sudah tanya kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Pak Tjahjo boleh pak untuk evaluasi tiap bulan? Boleh. Bukan untuk saya tapi semata-mata untuk rakyat Jakarta. Kita bikin bangga rakyat Jakarta terhadap Pemerintah DKI," katanya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik menyayangkan Gubernur Djarot yang merombak pejabat, apalagi eselon II. Sebab, kata dia, pejabat itu adalah manusia yang butuh penyesuaian ketika menjadi pimpinan.
Politikus Partai Gerindra ini bahkan menilai, perombakan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap percepatan pelayanan ataupun pembangunan.
"Yang ada malah pengaruh terhadap penyerapan anggaran. Menempati jabatan baru ya pasti ada adaptasi. Tiga bulan sisa kepemimpinan, mana bisa ada peningkatan layanan," ungkapnya.
Para pejabat yang dirombak oleh Djarot, kata Taufik bukan tidak mungkin akan dirombak kembali oleh Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. Sebab, visi-misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih sudah pasti berbeda.
"Sangat mungkin akan ada perombakan dalam waktu cepat setelah Gubernur dan Wakil gubernur terpilih dilantik. Itu kan haknya gubernur," pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Trubus Rahardiansyah mengatakan, perombakan yang terlalu sering dilakukan di birokrasi pemerintahan tentunya membuat pelayanan tidak optimal. Apalagi evaluasi setiap bulan. Sebab, birokrasi itu bertujuan melayani masyarakat yang dimana terdapat unsur kemanusiaan. Sehingga, apabila perombakan dilakukan terlalu sering, di dalam birokrasi tentunya terjadi benturan.
"Awalnya ditempatkan di bidang A, terus dipindahkan ke bidang B. Di dalam internal bidang B pasti terjadi benturan. Karena mereka manusia yang punya kepentingan, bukan robot," katanya.
Trubus menjelaskan, sebuah perombakan birokrasi itu sangat diperlukan apalagi di birokrasi Jakarta yang tentunya terdapat Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki potensi. Namun, idealnya perombakan dilakukan butuh waktu satu tahun kembali pada prinsip birokrasi yakni manusia yang membutuhkan waktu adaptasi.
Seharusnya, kata Trubus, yang digenjot dalam sebuah pelayanan yakni pimpinan masing-masing bidang. Mereka harus diberikan parameter kinerja, kalau belum diberikan dorongan lagi. Bukan malah terus dituntut.
"kebijakan didalamnya bukan hanya logika, tapi ada keberlangsungan. Artinya, Kalau pak gubernur mintanya secara cepat dan instant, tidak mungkin," ujarnya.
Lebih jauh, Trubus menjelaskan, misalnya dalam pelayanan perhubungan dan Transportasi. Menurutnya, tidak mungkin secara singkat pimpinan bidang tersebut dapat mengatasi kemacetan tanpa adanya bantuan dari bidang lain. Baik penambahan jalan yang butuh waktu lama ataupun pendukung fasilitas lainnya.
Trubus menuturkan, untuk mewujudkan kebijakn publik, Kepala Daerah harus membuat sederhana, rasional dan cerdas.
"Jadi harus rasional dalam mewujudkan pelayanan. Kalau Maunya cepat ya akhirnya masyarakat cuma bermimpi," pungkasnya.
(mhd)