Rekomendasi Pemuda Muhammadiyah ke Komjak Terkait Tuntutan Ahok
A
A
A
JAKARTA - Pemuda Muhammadiyah telah melaporkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Komisi Kejaksaan (Komjak). Dalam laporannya, organisasi otonom Muhammadiyah itu mengajukan sejumlah rekomendasi ke Komjak.
Direktur Satgas Advokasi Pemuda Muhammadiyah Gufroni mengatakan, dalam laporannya itu, Pemuda Muhammadiyah mengajukan rekomendasi ke Komjak atas kejanggalan yang dilakukan jaksa, baik secara yuridis maupun sosiologis.
"Pertama, kami mendesak Komjak segera memanggil dan memeriksa terlapor yang bertindak sebagai Ketua Tim JPU dalam kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok," katanya di Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Kedua, kata dia, Komjak harus segera mengeluarkan rekomendasi pada Presiden dan DPR RI untuk meminta pertanggungjawaban penuntutan terlapor kepada Jaksa Agung (JA) M Prasetyo yang patut diduga kewenangan penuntutannya dilakukan tidak independent.
"Tiga, apabila dalam pemeriksaan dugaan kewenangan penuntutan dalam pelaksanaannya dilakukan tidak independent, kami meminta Komjak merekomendasikan pada Kejaksaan Agung, memberikan sanksi ke terlapor sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.
Keempat, bebernya, mendesak Komjak mengeluarkan rekomendasi penggantian tim JPU yang menangani kasus Ahok ke JA dengan jaksa yang memiliki prinsip, mengedepankan hati nurani dan keadilan dalam melakukan tugasnya sesuai Pasal 37 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Masih kata Gufroni, Pemuda Muhammadiyah meragukan independensi penuntutan JPU berdasarkan pada aspek yuridis, salah satunya JPU mengabaikan fakta persidangan yang menyebutkan adanya unsur kesengajaan Ahok dalam menistakan agama sehingga Pasal 156a KUHP sudah terpenuhi. Namun, JPU hanya mengenakan Pasal 156 KUHP.
"Fakta persidangan, saksi dan bukti yang dihadirkan JPU semuanya memberatkan terdakwa, tetapi JPU malah melemahkan tuntutannya sendiri," jelasnya.
JPU terkesan memiliki keraguan dalam tuntutannya sejak awal sehingga menggunakan pasal alternatif. JPU yang awalnya hendak menyerahkan putusan Pasal 156a KUHP dan 156 KUHP pada hakim, malah tak konsisten dengan menuntut Ahok dengan hanya satu pasal yang mana melemahkan dakwaannya.
Sedang secara sosiologis, paparnya, salah satunya tuntutan JPU tak sepenuhnua mempertimbangkan pendapat dan sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2016 yang isinya perbuatan Ahok dikategorikan menghina Alquran dan atau menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
"Sejatinya, pandangan keagamaan MUI merupakan sikap kebatinan umat Islam yang mana mereka begitu merasa keyakinannya dinistakan atas perbuatan terdakwa. Secara sosiologis, tuntutan JPU telah gagal menangkap suasana kebatinan sikap keagamaan dan pendapat MUI," katanya.
Gufroni menambahkan, tuntutan JPU telah mengabaikan kepentingan umum dan menyederhanakan perbuatan terdakwa bukan sebagai tindakan penistaan agama sebagaimana yang dimaksud Pasal 156a KUHP. Tuntutan JPU yang ringan bertentangan dengan jurisprudensi yang ada selama ini, dan dirasakan sebagai kecenderungan mempermainkan suasana kebatinan hukum para pencari keadilan.
"Jika dibiarkan akan menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) kepada instansi penegak hukum dan dapat menimbulkan ketidaktaatan terhadap hukum dan penegakan hukum," katanya. (Baca Juga: Tuntutan Ahok, Komjak Akan Analisa Aduan Pemuda Muhammadiyah(mhd)
Direktur Satgas Advokasi Pemuda Muhammadiyah Gufroni mengatakan, dalam laporannya itu, Pemuda Muhammadiyah mengajukan rekomendasi ke Komjak atas kejanggalan yang dilakukan jaksa, baik secara yuridis maupun sosiologis.
"Pertama, kami mendesak Komjak segera memanggil dan memeriksa terlapor yang bertindak sebagai Ketua Tim JPU dalam kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok," katanya di Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Kedua, kata dia, Komjak harus segera mengeluarkan rekomendasi pada Presiden dan DPR RI untuk meminta pertanggungjawaban penuntutan terlapor kepada Jaksa Agung (JA) M Prasetyo yang patut diduga kewenangan penuntutannya dilakukan tidak independent.
"Tiga, apabila dalam pemeriksaan dugaan kewenangan penuntutan dalam pelaksanaannya dilakukan tidak independent, kami meminta Komjak merekomendasikan pada Kejaksaan Agung, memberikan sanksi ke terlapor sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.
Keempat, bebernya, mendesak Komjak mengeluarkan rekomendasi penggantian tim JPU yang menangani kasus Ahok ke JA dengan jaksa yang memiliki prinsip, mengedepankan hati nurani dan keadilan dalam melakukan tugasnya sesuai Pasal 37 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Masih kata Gufroni, Pemuda Muhammadiyah meragukan independensi penuntutan JPU berdasarkan pada aspek yuridis, salah satunya JPU mengabaikan fakta persidangan yang menyebutkan adanya unsur kesengajaan Ahok dalam menistakan agama sehingga Pasal 156a KUHP sudah terpenuhi. Namun, JPU hanya mengenakan Pasal 156 KUHP.
"Fakta persidangan, saksi dan bukti yang dihadirkan JPU semuanya memberatkan terdakwa, tetapi JPU malah melemahkan tuntutannya sendiri," jelasnya.
JPU terkesan memiliki keraguan dalam tuntutannya sejak awal sehingga menggunakan pasal alternatif. JPU yang awalnya hendak menyerahkan putusan Pasal 156a KUHP dan 156 KUHP pada hakim, malah tak konsisten dengan menuntut Ahok dengan hanya satu pasal yang mana melemahkan dakwaannya.
Sedang secara sosiologis, paparnya, salah satunya tuntutan JPU tak sepenuhnua mempertimbangkan pendapat dan sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2016 yang isinya perbuatan Ahok dikategorikan menghina Alquran dan atau menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
"Sejatinya, pandangan keagamaan MUI merupakan sikap kebatinan umat Islam yang mana mereka begitu merasa keyakinannya dinistakan atas perbuatan terdakwa. Secara sosiologis, tuntutan JPU telah gagal menangkap suasana kebatinan sikap keagamaan dan pendapat MUI," katanya.
Gufroni menambahkan, tuntutan JPU telah mengabaikan kepentingan umum dan menyederhanakan perbuatan terdakwa bukan sebagai tindakan penistaan agama sebagaimana yang dimaksud Pasal 156a KUHP. Tuntutan JPU yang ringan bertentangan dengan jurisprudensi yang ada selama ini, dan dirasakan sebagai kecenderungan mempermainkan suasana kebatinan hukum para pencari keadilan.
"Jika dibiarkan akan menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) kepada instansi penegak hukum dan dapat menimbulkan ketidaktaatan terhadap hukum dan penegakan hukum," katanya. (Baca Juga: Tuntutan Ahok, Komjak Akan Analisa Aduan Pemuda Muhammadiyah(mhd)