Libur Nasional, Parkir dan Angkutan Liar Penuhi Jalanan Jakbar
A
A
A
JAKARTA - Libur nasional membuat jalanan di Jakarta Barat dipenuhi parkir liar. Sejumlah mobil dan kendaraan memenuhi jalanan membuat kondisi jalanan semakin semrawut.
Di sisi lain, libur ini membuat penjagaan semakin kendor, banyak petugas tak terlihat di sejumlah jalanan sehingga banyak kendaraan umum, seperti Mikrolet, Kopaja, dan Metromini bebas mengetem.
Termasuk di kawasan Kota Tua, angkutan perkotaan memenuhi daerah di sekitaran Stasiun Jakarta Kota, tepatnya di pintu keluar Utara dan Selatan. Mereka mengetem berjam jam lamanya membuat kemacetan, beberapa di antara sopir terlihat santai dengan makan sembarangan.
Jacki (36), seorang sopir angkutan berdalih mengetem untuk mendapatkan penumpang. Meski demikian, ia tak takut dengan tindakan tegas yang dilakukan aparat. Pasalnya, sejumlah surat telah ia kantongi mulai dari kir, STNK, hingga SIM.
"Lagi pula di sini juga tidak ada larangan untuk tidak boleh berhenti," katanya di lokasi, Minggu 2 Oktober 2016.
Firman (28), pengguna kendaraan di Kota Tua mengeluhkan dengan kondisi ini. Jarak tempuh dan waktu untuk menggunakan kendaraan menjadi terhambat setelah jalanan di penuhi kendaraan.
Padahal, kata Firman, bila dalam kondisi normal, jalanan dari depan terminal kota tua menuju lampu merah dekat bank mandiri hanya sekitar 5 menit. "Ini mah udah hampir satu jam," keluhnya.
Saat ini, parkir liar hampir tersebar di sejumlah jalanan, di antaranya jalan blustruk Glodok, Petak Sembilan, Tubagus Angke depan Kecamatan Tambora, perniagaan, Jalan Puri Kembangan, CNI Kembangan, hingga sekitaran Pasar Palmerah.
Sementara untuk angkutan ngetem, SINDO mencatat, juga tersebar di sejumlah wilayah, di antaranya lampu merah Grogol, Stasiun Kota Tua, Pasar Puri Kembangan, hingga Pasar Palmerah.
Dikonfirmasi terpisah, Kasudin perhubungan Jakarta Barat, Anggiat Banjarnahor membantah dengan adanya tindakan lemah aparat. Menurutnya, tidak mampu dirinya menertibkan sejumlah parkir liar karena terbatasnya anggota lapangan.
Meski demikian, ia mengaku, sejak menjabat di Jakarta Barat sudah hampir 20 ribu kendaraan terjaring. Mereka dikandangan di Terminal Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. "Sebulan, mungkin ada 500-seribu kendaraan," ucap Anggiat.
Tak hanya menderek kendaraan, Anggiat menyebut kalau pihaknya juga mengkandangkannya. Operasi rutin selama enam hari dalam seminggu tersebut, belum berbuah hasil yang begitu menjanjikan.
"Pemilik kendaraan (mobil) terus meningkat tiap harinya mas, catatan kami terakhir ada tiga sampai lima juta mobil yang ada (di Jakarta Barat)," lanjut Anggiat.
Meski belum memperlihatkan hasil yang signifikan, Anggiat mengaku akan terus beroperasi. Bukan hanya karena amanat undang-undang, tapi ia berkeyakinan mereka yang telah kena sanksi tak mengulangi lagi.
Dari data yang dimiliki Sudin Hubtrans Jakbar, mobil-mobil yang ditindak adalah mobil baru. Yakni mobil yang baru-baru mencoba parkir liar di wilayah Jakbar.
"Jumlah yang dua kali kena tindak itu kecil, yang sering kena itu yang baru, bukan yang pernah ditindak," jelas Anggiat.
Pemilik mobil baru atau mobil yang baru memasuki kawasan Jakarta Barat sering membandel. Mereka parkir di badan jalan, di kawasan terlarang, bahkan mereka lebih memilih parkir liar daripada parkir resmi.
"Banyak yang ngira kalau tempat yang gak ada rambu dilarang parkir, mereka boleh seenaknya. Padahal jelas dalam UU Nomor 22, tahun 2009, pasal 43, kalau tempat parkir itu yang udah punya ijin, bisa tertulis atau rambu," lanjut Anggiat.
Ia menyayangkan, tak ada aturan tambahan yang membuat efek jera pada para pelanggar jika kedapatan dua kali atau lebih kena tindak. "Tentunya kalau sanksinya lebih kuat (pelanggar yang lebih dua kali), mereka makin jera," katanya.
Di sisi lain, libur ini membuat penjagaan semakin kendor, banyak petugas tak terlihat di sejumlah jalanan sehingga banyak kendaraan umum, seperti Mikrolet, Kopaja, dan Metromini bebas mengetem.
Termasuk di kawasan Kota Tua, angkutan perkotaan memenuhi daerah di sekitaran Stasiun Jakarta Kota, tepatnya di pintu keluar Utara dan Selatan. Mereka mengetem berjam jam lamanya membuat kemacetan, beberapa di antara sopir terlihat santai dengan makan sembarangan.
Jacki (36), seorang sopir angkutan berdalih mengetem untuk mendapatkan penumpang. Meski demikian, ia tak takut dengan tindakan tegas yang dilakukan aparat. Pasalnya, sejumlah surat telah ia kantongi mulai dari kir, STNK, hingga SIM.
"Lagi pula di sini juga tidak ada larangan untuk tidak boleh berhenti," katanya di lokasi, Minggu 2 Oktober 2016.
Firman (28), pengguna kendaraan di Kota Tua mengeluhkan dengan kondisi ini. Jarak tempuh dan waktu untuk menggunakan kendaraan menjadi terhambat setelah jalanan di penuhi kendaraan.
Padahal, kata Firman, bila dalam kondisi normal, jalanan dari depan terminal kota tua menuju lampu merah dekat bank mandiri hanya sekitar 5 menit. "Ini mah udah hampir satu jam," keluhnya.
Saat ini, parkir liar hampir tersebar di sejumlah jalanan, di antaranya jalan blustruk Glodok, Petak Sembilan, Tubagus Angke depan Kecamatan Tambora, perniagaan, Jalan Puri Kembangan, CNI Kembangan, hingga sekitaran Pasar Palmerah.
Sementara untuk angkutan ngetem, SINDO mencatat, juga tersebar di sejumlah wilayah, di antaranya lampu merah Grogol, Stasiun Kota Tua, Pasar Puri Kembangan, hingga Pasar Palmerah.
Dikonfirmasi terpisah, Kasudin perhubungan Jakarta Barat, Anggiat Banjarnahor membantah dengan adanya tindakan lemah aparat. Menurutnya, tidak mampu dirinya menertibkan sejumlah parkir liar karena terbatasnya anggota lapangan.
Meski demikian, ia mengaku, sejak menjabat di Jakarta Barat sudah hampir 20 ribu kendaraan terjaring. Mereka dikandangan di Terminal Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. "Sebulan, mungkin ada 500-seribu kendaraan," ucap Anggiat.
Tak hanya menderek kendaraan, Anggiat menyebut kalau pihaknya juga mengkandangkannya. Operasi rutin selama enam hari dalam seminggu tersebut, belum berbuah hasil yang begitu menjanjikan.
"Pemilik kendaraan (mobil) terus meningkat tiap harinya mas, catatan kami terakhir ada tiga sampai lima juta mobil yang ada (di Jakarta Barat)," lanjut Anggiat.
Meski belum memperlihatkan hasil yang signifikan, Anggiat mengaku akan terus beroperasi. Bukan hanya karena amanat undang-undang, tapi ia berkeyakinan mereka yang telah kena sanksi tak mengulangi lagi.
Dari data yang dimiliki Sudin Hubtrans Jakbar, mobil-mobil yang ditindak adalah mobil baru. Yakni mobil yang baru-baru mencoba parkir liar di wilayah Jakbar.
"Jumlah yang dua kali kena tindak itu kecil, yang sering kena itu yang baru, bukan yang pernah ditindak," jelas Anggiat.
Pemilik mobil baru atau mobil yang baru memasuki kawasan Jakarta Barat sering membandel. Mereka parkir di badan jalan, di kawasan terlarang, bahkan mereka lebih memilih parkir liar daripada parkir resmi.
"Banyak yang ngira kalau tempat yang gak ada rambu dilarang parkir, mereka boleh seenaknya. Padahal jelas dalam UU Nomor 22, tahun 2009, pasal 43, kalau tempat parkir itu yang udah punya ijin, bisa tertulis atau rambu," lanjut Anggiat.
Ia menyayangkan, tak ada aturan tambahan yang membuat efek jera pada para pelanggar jika kedapatan dua kali atau lebih kena tindak. "Tentunya kalau sanksinya lebih kuat (pelanggar yang lebih dua kali), mereka makin jera," katanya.
(mhd)