Ganjil Genap Diberlakukan, Pengguna Kendaraan Pilih Jalur Alternatif
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pengguna kendaraan pribadi di Jakarta memilih menggunakan jalur alternatif ketimbang naik angkutan umum bila sistem ganjil genap diberlakukan. Kondisi angkutan umum dinilai belum memenuhi mobilitas warga untuk beraktivitas.
Salah seorang pengguna kendaraan pribadi Suzuki X-Over B 8998 IN, Cahya Aji (30) mengatakan, sistem ganjil genap yang akan diberlakukan Pemprov DKI sebenarnya bagus bila tujuannya untuk megatasi kemacetan di ruas jalan protokol. Namun, bila disuruh memilih apakah tetap menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum, dia lebih memilih tetap menggunakan kendaraan pribadi. Baik itu melalui jalur alternatif ataupun berangkat lebih awal sebelum ganjil genap berlaku atau pulang lebih lama setelah ganjil genap berlaku.
Alasanya, lanjut pria yang berkediaman di kawasan Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan ini, bila naik angkutan umum ke kantor-nya di kawasan Kebon Sirih, dirinya harus berpindah tiga kali angkutan umum. Terlebih, kondisi angkutan umumnya belum nyaman dan tidak dapat menjamin kepastian waktunya.
"Saya harus ke Blok M dahulu untuk naik bus Transjakarta. Dari rumah ke Blok M naik dua angkutan umum. Itu saja sudah Rp10.000. Belum ngetem-ngetem angkutannya. Jadi ya saya mending bawa kendaraan pribadi saja meski terkena macet," kata Cahya di kawasan Kebon sirih, Jakarta Pusat, Senin 25 Juli 2016.
Senada dengan Cahya, Tim Ahli Gabungan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaekindo), T Y Subagio memastikan, bila pengguna kendaraan pribadi tidak akan berpindah ke angkutan umum ketika ganjil genap diberlakukan. Terlebih kondisi angkutan umum dan infrastruktur pendukungnya yang ada saat ini belum mudah ditempuh. Baik dari segi waktu ataupun biaya.
"Kami sebenarnya mendukung kebijakan pemerintah untuk mengurai kemacetan. Tapi sediakan dulu angkutan umum yang nyaman, aman, murah dan cepat," ujarnya.
Pengguna kendaraan pribadi, lanjut Subagio, merupakan masyarakat kelompok menengah keatas yang secara personal memiliki kemampuan finansial. Artinya, karakter pengguna kendaraan pribadi tidak mau bersusah payah bila ada yang lebih mudah.
Subagio berharap agar Pemprov DKI membenahi transportasi angkutan umum berikut dengan infrastruktur pendukungnya sebelum melakukan pembatasan kendaraan. Khusunya menjemput sampai ke awal perjalanan dan bebas dari kemacetan.
"Perbanyak angkutan umumnya yang bisa dijangkau dari perumahan menuju tempat tujuannya," ungkapnya.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah tidak mempermasalahkan bila pengguna kendaraan pribadi tetap memilih menggunakan kendaraannya melintas di jalur alternatif saat ganjil genap diberlakukan. Dia pun sudah menyiapkan pengawasan di 45 titik rawan kemacetan di jalur alternatif sekitar kawasan ganjil genap. Seperti di persimpangan dan putaran-putaran.
Sebab, Andri mengakui pelayanan bus TransJakarta masih belum maksimal mengingat pengadaan bus yang dilakukan oleh PT Transportasi Jakarta belum semuanya terpenuhi. Padahal dirinya seringkali mengingatkan agar PT Transportasi Jakarta merangkul operator swasta existing untuk mempercepat pengadaan angkutan umum yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Terpenting spesifikasinya ditentukan.
"Enggak apa-apa, silakan saja lewat jalur alternatif. Tapi kalau melanggar ya ditindak. Kami sudah menyiapkan petugas untuk mengawasinya," ujarnya.
Terkait kesiapan pelaksanaan uji coba sistem ganjil-genap, Andri mengklaim, sudah 100%. Baik itu, rambu-rambu hingga pengawasan manual oleh kepolisian dan 120 anggota Dishubtrans. Bahkan, untuk menyempurnakannya, 120 personel Dishubtrans akan bersama-sama dengan personil kepolisian melakukan apel sebelum pemberlakuan ujicoba sistem ganjil genap 27 Juli diterapkan pukul 07.00-10 WIB.
"Kami bersama pihak kepolisian akan adakan apel bersama di pos polisi bundaran HI. Apel tersebut terkait pengarahan, pengawasan, tindakan dan sebagainya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) justru memprediksi bila kemacetan tetap akan sama meski ganjil genap diterapkan. Meski bisa berkurang kemacetan, paling tidak hanya 20 persen. Sebab, kebijakan ganjil genap merupakan kebijakan sementara sambil menunggu sistem jalan berbayar atau Elektronik Road Pricing (ERP).
"Ganjil genap tidak bisa diharapkan. Orang berduit bisa beli dua kendaraan ganjil genap. Gak bisa diharapkan meski fakta kendaraan ganjil genap berbading sama rata," tegasnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike meminta agar lebih baik Pemprov DKI kembali menerapkan sistem 3 in 1 yang jelas bisa mengefisen pengguna kendaraan pribadi. Terlebih, data Dishubtrans ada penambahan kendaraan 24,3 persen setelah kawasan 3 in 1 dihapus.
Selain merepotkan petugas kepolisian, Politisi PDI Perjuangan itu menilai kebijakan sistem ganjil genap dengan pengawasan manual justru malah membuat kemacetan di jalur alternatif bertambah.
"Kalau tidak mengurangi kemacetan ya buat apa diberlakukan. Mendingan kembalikan saja 3 in 1 dan percepat ERP sambil memperbaiki angkutan umum," ujarnya.
Salah seorang pengguna kendaraan pribadi Suzuki X-Over B 8998 IN, Cahya Aji (30) mengatakan, sistem ganjil genap yang akan diberlakukan Pemprov DKI sebenarnya bagus bila tujuannya untuk megatasi kemacetan di ruas jalan protokol. Namun, bila disuruh memilih apakah tetap menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum, dia lebih memilih tetap menggunakan kendaraan pribadi. Baik itu melalui jalur alternatif ataupun berangkat lebih awal sebelum ganjil genap berlaku atau pulang lebih lama setelah ganjil genap berlaku.
Alasanya, lanjut pria yang berkediaman di kawasan Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan ini, bila naik angkutan umum ke kantor-nya di kawasan Kebon Sirih, dirinya harus berpindah tiga kali angkutan umum. Terlebih, kondisi angkutan umumnya belum nyaman dan tidak dapat menjamin kepastian waktunya.
"Saya harus ke Blok M dahulu untuk naik bus Transjakarta. Dari rumah ke Blok M naik dua angkutan umum. Itu saja sudah Rp10.000. Belum ngetem-ngetem angkutannya. Jadi ya saya mending bawa kendaraan pribadi saja meski terkena macet," kata Cahya di kawasan Kebon sirih, Jakarta Pusat, Senin 25 Juli 2016.
Senada dengan Cahya, Tim Ahli Gabungan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaekindo), T Y Subagio memastikan, bila pengguna kendaraan pribadi tidak akan berpindah ke angkutan umum ketika ganjil genap diberlakukan. Terlebih kondisi angkutan umum dan infrastruktur pendukungnya yang ada saat ini belum mudah ditempuh. Baik dari segi waktu ataupun biaya.
"Kami sebenarnya mendukung kebijakan pemerintah untuk mengurai kemacetan. Tapi sediakan dulu angkutan umum yang nyaman, aman, murah dan cepat," ujarnya.
Pengguna kendaraan pribadi, lanjut Subagio, merupakan masyarakat kelompok menengah keatas yang secara personal memiliki kemampuan finansial. Artinya, karakter pengguna kendaraan pribadi tidak mau bersusah payah bila ada yang lebih mudah.
Subagio berharap agar Pemprov DKI membenahi transportasi angkutan umum berikut dengan infrastruktur pendukungnya sebelum melakukan pembatasan kendaraan. Khusunya menjemput sampai ke awal perjalanan dan bebas dari kemacetan.
"Perbanyak angkutan umumnya yang bisa dijangkau dari perumahan menuju tempat tujuannya," ungkapnya.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah tidak mempermasalahkan bila pengguna kendaraan pribadi tetap memilih menggunakan kendaraannya melintas di jalur alternatif saat ganjil genap diberlakukan. Dia pun sudah menyiapkan pengawasan di 45 titik rawan kemacetan di jalur alternatif sekitar kawasan ganjil genap. Seperti di persimpangan dan putaran-putaran.
Sebab, Andri mengakui pelayanan bus TransJakarta masih belum maksimal mengingat pengadaan bus yang dilakukan oleh PT Transportasi Jakarta belum semuanya terpenuhi. Padahal dirinya seringkali mengingatkan agar PT Transportasi Jakarta merangkul operator swasta existing untuk mempercepat pengadaan angkutan umum yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Terpenting spesifikasinya ditentukan.
"Enggak apa-apa, silakan saja lewat jalur alternatif. Tapi kalau melanggar ya ditindak. Kami sudah menyiapkan petugas untuk mengawasinya," ujarnya.
Terkait kesiapan pelaksanaan uji coba sistem ganjil-genap, Andri mengklaim, sudah 100%. Baik itu, rambu-rambu hingga pengawasan manual oleh kepolisian dan 120 anggota Dishubtrans. Bahkan, untuk menyempurnakannya, 120 personel Dishubtrans akan bersama-sama dengan personil kepolisian melakukan apel sebelum pemberlakuan ujicoba sistem ganjil genap 27 Juli diterapkan pukul 07.00-10 WIB.
"Kami bersama pihak kepolisian akan adakan apel bersama di pos polisi bundaran HI. Apel tersebut terkait pengarahan, pengawasan, tindakan dan sebagainya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) justru memprediksi bila kemacetan tetap akan sama meski ganjil genap diterapkan. Meski bisa berkurang kemacetan, paling tidak hanya 20 persen. Sebab, kebijakan ganjil genap merupakan kebijakan sementara sambil menunggu sistem jalan berbayar atau Elektronik Road Pricing (ERP).
"Ganjil genap tidak bisa diharapkan. Orang berduit bisa beli dua kendaraan ganjil genap. Gak bisa diharapkan meski fakta kendaraan ganjil genap berbading sama rata," tegasnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike meminta agar lebih baik Pemprov DKI kembali menerapkan sistem 3 in 1 yang jelas bisa mengefisen pengguna kendaraan pribadi. Terlebih, data Dishubtrans ada penambahan kendaraan 24,3 persen setelah kawasan 3 in 1 dihapus.
Selain merepotkan petugas kepolisian, Politisi PDI Perjuangan itu menilai kebijakan sistem ganjil genap dengan pengawasan manual justru malah membuat kemacetan di jalur alternatif bertambah.
"Kalau tidak mengurangi kemacetan ya buat apa diberlakukan. Mendingan kembalikan saja 3 in 1 dan percepat ERP sambil memperbaiki angkutan umum," ujarnya.
(mhd)