Ini Cara Identifikasi Korban Ledakan di Sarinah
A
A
A
JAKARTA - Kepala Bidang Dokter Polisi Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kabid Dokpol Pusdokkes) Mabes Polri, Kombes Pol Anton Castilani menjelaskan, proses identifikasi korban ledakan di Sarinah, Jakarta Pusat. Kata Anton, ada lima tahapan yang harus dijalankan.
"Namanya sebuah operasi DVI (Disaster Victim Identification) ada lima fase. Pertama itu di TKP, kami mengumpulkan barang bukti yang ada di lapangan, dan mencatat semuanya, termasuk letak dan sebagainya," jelas Anton di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Jumat (15/1/2016).
Kata Anton, jasad korban dibawa ke kamar jenazah. Di fase kedua, polisi mengumpulkan segala informasi yang diperoleh dari jasad korban. Data tersebut ialah mulai sidik jari, gigi, DNA, serta tanda-tanda fisik, maupun properti atau barang yang melekat badan jenazah.
"Kemudian secara paralel, di ante mortem akan mengumpulkan informasi serupa, sidik jari dari pihak keluarga, imigrasi, atau databes yang lain. Kemudian, data record atau gigi gerigi dari dokter gigi, atau dari gambar atau foto yang tersenyum" katanya.
Tahap keempat, papar Anton, melakukan data pembanding DNA, baik kerabat dekat, orangtua, anak maupun direct sample berupa sikat gigi, pisau cukur rambut, atau tisu bekas yang tertinggal di kamar jenazah.
"Berikut info tanda fisik. Misalnya keluarga menyampaikan itu ada cacat dalam tubuhnya, tanda lahir, bekas operasi. Terakhir mungkin kalau diketahui sebelum berangkat ke tempat kejadian, memakai pakaian apa, membawa tas apa, cincin, kalung, atau punya barang melekat lain, seperti jam tangan bisa disamapaikn," tuturnya.
Terakhir, seluruh data yang diperoleh dari satu hingga tiga lantas bandingkan. Apakah sidik jarinya cocok, apakah gigi geliginya cocok, dnanya cocok atau yg lain.
"Baru dari situ kami ambil kesimpulan, kalau cocok oh ini maka dinyatakan jenazah ini sesuai dengan A, teridentifikasi," tuturnya.
"Namanya sebuah operasi DVI (Disaster Victim Identification) ada lima fase. Pertama itu di TKP, kami mengumpulkan barang bukti yang ada di lapangan, dan mencatat semuanya, termasuk letak dan sebagainya," jelas Anton di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Jumat (15/1/2016).
Kata Anton, jasad korban dibawa ke kamar jenazah. Di fase kedua, polisi mengumpulkan segala informasi yang diperoleh dari jasad korban. Data tersebut ialah mulai sidik jari, gigi, DNA, serta tanda-tanda fisik, maupun properti atau barang yang melekat badan jenazah.
"Kemudian secara paralel, di ante mortem akan mengumpulkan informasi serupa, sidik jari dari pihak keluarga, imigrasi, atau databes yang lain. Kemudian, data record atau gigi gerigi dari dokter gigi, atau dari gambar atau foto yang tersenyum" katanya.
Tahap keempat, papar Anton, melakukan data pembanding DNA, baik kerabat dekat, orangtua, anak maupun direct sample berupa sikat gigi, pisau cukur rambut, atau tisu bekas yang tertinggal di kamar jenazah.
"Berikut info tanda fisik. Misalnya keluarga menyampaikan itu ada cacat dalam tubuhnya, tanda lahir, bekas operasi. Terakhir mungkin kalau diketahui sebelum berangkat ke tempat kejadian, memakai pakaian apa, membawa tas apa, cincin, kalung, atau punya barang melekat lain, seperti jam tangan bisa disamapaikn," tuturnya.
Terakhir, seluruh data yang diperoleh dari satu hingga tiga lantas bandingkan. Apakah sidik jarinya cocok, apakah gigi geliginya cocok, dnanya cocok atau yg lain.
"Baru dari situ kami ambil kesimpulan, kalau cocok oh ini maka dinyatakan jenazah ini sesuai dengan A, teridentifikasi," tuturnya.
(mhd)