Ketua MTI Ragukan Ganjil Genap Kurangi Kemacetan di Jakarta

Minggu, 24 Juli 2016 - 21:17 WIB
Ketua MTI Ragukan Ganjil Genap Kurangi Kemacetan di Jakarta
Ketua MTI Ragukan Ganjil Genap Kurangi Kemacetan di Jakarta
A A A
JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meragukan sistem ganjil genap yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengurangi kemacetan di Ibu Kota Jakarta. Pasalnya, hal itu hanya akan memindahkan kemacetan ke jalur alternatif.

"Jakarta sudah merupakan congested network. Itu argumen saya, kenapa ganjil genap akan adding ke congested network. Kalau teorinya queue length akan building up exponentially," kata Ketua MTI Danang Parikesit saat dihubungi Sindonews, Minggu (24/7/2016).

Menurutnya, diberlakukannya sistem ganjil genap itu diprediksi akan memperlancar arus lalu lintas di jalan dengan sistem ganjil genap. Sedang arus lalu lintas di luar jalan sistem ganjil genap itu akan semakin macet. Bahkan, tingkat kemacetan diprediksi semakin tinggi hingga 20 persennya. Waktu tempuh perjalanan pun diprediksi hingga 30 persen lebih lama.

"Jika pertanyaannya, apakah ini akan menyelesaikan atau mengurangi kemacetan lalin di wilayah DKI Jakarta, saya meragukan tercapainya tujuan itu," tuturnya.

Pasalanya, kata Danang, sistem ganjil genap itu tidak mendorong perubahan perilaku pengendara pribadi ke penggunaan angkutan umum, melainkan hanya mengubah kebiasaan rute perjalanan.

Selain itu, tuturnya, wilayah ganjil genap bisa lebih lancar asalkan tidak adanya pemalsuan pelat nomor yang akan sulit ditangai polisi. Pasalnya, tak menutup kemungkinan para pemilik kendaraan pribadi itu memiliki ancang-ancang memalsukan pelat nomornya agar bisa memasuki kawasan ganjil genap kapan saja.

Pria yang juga menjadi Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menerangkan, secara konsep, sistem 3 in 1 sejatinya lebih maju dibandingan sistem ganjil genal karena mendorong penggunaan high occupancy vehicle. Kegagalan kebijakan itu lebih karena tidak adanya kebijakan komplementer yang mendorong adanya alternatif angkutan umum dan kurangnya antisipasi serta tidak segera ditanganinya masalah sosial saat kebijakan ini dilaksanakan.

"Seperti penyediaan alternatif angkutan umum masal dengan peningkatan frekuensi dan penambahan rute, serta perbaikan prasarana pejalan kaki," pungkasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8879 seconds (0.1#10.140)