Taruna Merah Putih DKI: Parpol dan Masyarakat Elemen Utama Demokrasi

Sabtu, 31 Desember 2022 - 09:09 WIB
loading...
Taruna Merah Putih DKI:...
Ketua DPD Taruna Merah Putih DKI Jakarta Brando Susanto menjadi pembicara pada sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (30/12/2022). Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Taruna Merah Putih DKI Jakarta menyoroti sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup yang saat ini hangat dibicarakan masyarakat. Sistem proporsional terbuka dan tertutup masing-masing memiliki kelebihan maupun kekurangan.

Perspektif itu dapat dilihat dari sudut pandang partai politik dan masyarakat yang memilih di mana keduanya adalah elemen utama dalam sistem demokrasi.

"Masyarakat tanpa partai politik dalam konteks demokrasi tentu akan makin anarkis bentrokannya (no rules) dalam kontestasi politik. Ini berimbas pada absennya kesepakatan bersama yang dihormati dalam kontestasi. Demikian pula partai politik tanpa masyarakat yang terwakili jadi omong kosong," ujar Ketua DPD Taruna Merah Putih DKI Jakarta Brando Susanto, Jumat (30/12/2022).
Baca juga: Taruna Merah Putih Siap Menangkan PDIP DKI Jakarta pada Pemilu 2024

Di sisi lain, masyarakat yang partisipasinya rendah atau tidak dihiraukan oleh elite partai politik akan mematikan api demokrasi. Sehingga, keduanya punya peran utama yang harus berjalan beriringan, bukan menegasikan satu dengan yang lain.

"Namun, Indonesia sedari awal pemilunya berasaskan demokrasi Pancasila terkandung salam sila keempat sehingga bukan demokrasi liberal (ala Barat) maupun demokrasi terkondisikan model China," katanya.

Walaupun masih banyak debat poin dari Barat bahwa demokrasi mereka adalah soko guru, sementara China mengklaim demokrasi adalah kerja seperti yang dijelaskan dalam buku putih China: Democracy That Works.

"Sistem proposional tertutup artinya partai dan platformnya dipilih konstituen sehingga tidak individualistik peran para calegnya. Biaya kampanye menjadi sentralistik sehingga cenderung lebih murah karena persaingan internal partai tidak terjadi di forum-forum terbuka publik," ujar Brando.

Tapi, sistem tersebut memiliki kekurangan. Like or dislike internal partai harus bisa dikurangi secara tajam dengan meritokrasi berbasis kinerja para dewannya kelak.

Dia menilai proporsional tertutup alat ukurnya kadang jelas, tapi penerapannya masih kurang tegas cenderung bernuansa ewuh pakewuh Timur

"Sementara, proporsional terbuka membuat kontestasi internal maupun eksternal partai lebih dinamis, maka biaya akan tinggi. Masyarakat akan disajikan ribuan pilihan yang mungkin saja banyak yang over-rated atau dilebih-lebihkan di tengah gencarnya sosial media dan rendahnya edukasi informasi termasuk pengawasan berita hoaks," ungkapnya.

Menurut Brando, proporsional terbuka memiliki kelebihan yakni keterlibatan masyarakat pemilih lebih tinggi. Hal ini bisa dicek secara detail sampai ke jejak rekam pribadi para calegnya, tidak hanya parpolnya.

Dia berharap kontestasi pemilu yang dibangun dengan sistem proporsional terbuka maupun tertutup perlu gerakan sadar politik sehingga masyarakat dan seluruh elemen memaknai sungguh-sungguh bahwa demokrasi menghendaki perubahan untuk kebaikan bersama bagi peradaban manusia.

"Demokrasi adalah alat bukan tujuan. Tujuan sistem Pemilu apapun hendaknya membawa kebaikan bagi peradaban manusia," ucap alumni Fisip Unpar ini.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1939 seconds (0.1#10.140)