Saatnya Evaluasi Zonasi PPDB
loading...
A
A
A
Sesuai Permendikbud, penetapan zonasi dilakukan dengan prinsip mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah. Jarak tempat tinggal ke sekolah dapat diukur menggunakan teknologi informasi. "Daerah lain seperti, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur menggunakan aplikasi Google Maps untuk akurasi zonasi. Tidak ada alasan Jakarta untuk tidak menggunakan teknologi yang sama," ujarnya.
Masalah PPDB tidak hanya sebatas pada perkara zonasi, tetapi juga berbagai masalah teknis. Hal ini pun ditegaskan oleh Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, banyak pengaduan berkaitan dengan kendala teknis. "Pengaduan didominasi masalah teknis yang mencapai 10 kasus atau 66,66%. Pengaduan terkait kebijakan sebanyak 5 kasus atau 33,33% dari total pengaduan," ungkap Retno.
Seluruh pengaduan tersebut dilakukan secara daring dan terdiri atas lima pengaduan dari jenjang TK yang ingin mendaftar ke SD, dua pengaduan jenjang SD ke SMP/MTs yang ingin mendaftar ke SMA/SMK/MA. Tidak hanya masalah teknis, pemalsuan surat domisili pun banyak terjadi di beberapa daerah.
"Untuk saat ini KPAI baru mendapat tiga laporan terkait kaus tersebut. Dari Pekanbaru, Kabupaten Buleleng, dan Sumatera Utara, demi mendapatkan sekolah mereka berbuat apa pun demi mendapatkan hak pendidikan anak," tutur Retno. (Baca juga: Perlu Solusi Cepat Atasi Kisruh PPDB DKI)
Bila masalah ini ingin diperbaiki, pengamat pendidikan Doni Koesoema menyarankan harus ada perhitungan cermat soal supply dan demand-nya. Seperti berapa anak lulusan SD dan ketersediaan sekolah SMP. Begitu pun di jenjang berikutnya.
"Pemerintah juga harus memikirkan bagaimana strategi pemerataan mutu. Kalau hanya mengandalkan PPDB sistem zonasi tidak akan bisa, harus ada strategi lain yang lebih komprehensif dan berdampak besar," ucapnya.
Adapun lembaga pendidikan yang berbasis daring atau virtual bukan menjadi salah satu solusi untuk masalah PPDB. "Pembelajaran melalui metode online seperti bimbingan belajar bukan solusi tepat untuk bisa meloloskan PPDB, karena yang dibutuhkan saat ini bukan lagi nilai, tetapi jarak. Yang sekarang dibutuhkan adalah pemerintah harus menyiapkan subsidi pendidikan bagi keluarga yang tidak mampu untuk masuk sekolah swasta," papar Doni.
Sementara itu, Bupati Tapanuli Utara Nixon Nababan menilai, sistem zonasi merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.
Sistem zonasi adalah sebuah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai dengan wilayah tempat tinggal. Sistem tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 14/2018 dan ditujukan agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap sekolah favorit dan nonfavorit. (Lihat videonya: Modus Baru Napi Asimilasi Masuk Hotel Incar HP)
Namun, kondisi Tapanuli Utara berbeda. Banyak desa yang masih terpencil dan jauh dari lokasi sekolah. Bahkan, untuk satu wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk besar pun masih memiliki satu sekolah. Contohnya di SMA Negeri Pangaribuan. Para muridnya merupakan anak didik dari desa-desa yang cukup jauh. Salah satu desa dengan posisi paling jauh dari lokasi sekolah ini adalah Desa Sigotom. Karena jauhnya, maka para peserta didik baru sama sekali tidak punya peluang untuk bersekolah di SMA Negeri Pangaribuan karena sistem zonasi.
Masalah PPDB tidak hanya sebatas pada perkara zonasi, tetapi juga berbagai masalah teknis. Hal ini pun ditegaskan oleh Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, banyak pengaduan berkaitan dengan kendala teknis. "Pengaduan didominasi masalah teknis yang mencapai 10 kasus atau 66,66%. Pengaduan terkait kebijakan sebanyak 5 kasus atau 33,33% dari total pengaduan," ungkap Retno.
Seluruh pengaduan tersebut dilakukan secara daring dan terdiri atas lima pengaduan dari jenjang TK yang ingin mendaftar ke SD, dua pengaduan jenjang SD ke SMP/MTs yang ingin mendaftar ke SMA/SMK/MA. Tidak hanya masalah teknis, pemalsuan surat domisili pun banyak terjadi di beberapa daerah.
"Untuk saat ini KPAI baru mendapat tiga laporan terkait kaus tersebut. Dari Pekanbaru, Kabupaten Buleleng, dan Sumatera Utara, demi mendapatkan sekolah mereka berbuat apa pun demi mendapatkan hak pendidikan anak," tutur Retno. (Baca juga: Perlu Solusi Cepat Atasi Kisruh PPDB DKI)
Bila masalah ini ingin diperbaiki, pengamat pendidikan Doni Koesoema menyarankan harus ada perhitungan cermat soal supply dan demand-nya. Seperti berapa anak lulusan SD dan ketersediaan sekolah SMP. Begitu pun di jenjang berikutnya.
"Pemerintah juga harus memikirkan bagaimana strategi pemerataan mutu. Kalau hanya mengandalkan PPDB sistem zonasi tidak akan bisa, harus ada strategi lain yang lebih komprehensif dan berdampak besar," ucapnya.
Adapun lembaga pendidikan yang berbasis daring atau virtual bukan menjadi salah satu solusi untuk masalah PPDB. "Pembelajaran melalui metode online seperti bimbingan belajar bukan solusi tepat untuk bisa meloloskan PPDB, karena yang dibutuhkan saat ini bukan lagi nilai, tetapi jarak. Yang sekarang dibutuhkan adalah pemerintah harus menyiapkan subsidi pendidikan bagi keluarga yang tidak mampu untuk masuk sekolah swasta," papar Doni.
Sementara itu, Bupati Tapanuli Utara Nixon Nababan menilai, sistem zonasi merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.
Sistem zonasi adalah sebuah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai dengan wilayah tempat tinggal. Sistem tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 14/2018 dan ditujukan agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap sekolah favorit dan nonfavorit. (Lihat videonya: Modus Baru Napi Asimilasi Masuk Hotel Incar HP)
Namun, kondisi Tapanuli Utara berbeda. Banyak desa yang masih terpencil dan jauh dari lokasi sekolah. Bahkan, untuk satu wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk besar pun masih memiliki satu sekolah. Contohnya di SMA Negeri Pangaribuan. Para muridnya merupakan anak didik dari desa-desa yang cukup jauh. Salah satu desa dengan posisi paling jauh dari lokasi sekolah ini adalah Desa Sigotom. Karena jauhnya, maka para peserta didik baru sama sekali tidak punya peluang untuk bersekolah di SMA Negeri Pangaribuan karena sistem zonasi.