Profil Jenderal Polisi Dibyo Widodo, Mantan Kapolda Metro Jaya yang Punya 4 Brevet Polisi dan TNI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jenderal Polisi Dibyo Widodo merupakan mantan Kapolda Metro Jaya yang pernah menjabat Kapolri periode 1996 -1998. Jenderal Dibyo Widodo punya 4 brevet (dokumen tanda penghargaan) polisi dan TNI, yakni Para Brimob Polri, Selam Polri, Selam Angkatan Laut, dan Pandu Udara dari Kopassus Angkatan Darat.
Jenderal Dibyo Widodo lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 26 Mei 1946. Jenderal Dibyo Widodo memulai kariernya di kepolisian pada 1 Desember 1968 dengan pangkat Inspektur Polisi tingkat II. Ia mengawali tugas sebagai Perwira Operasi di Komres 1012 Surabaya.
Dirangkum dari berbagai sumber, Sabtu (27/8/2022), sebagai aparat negara yang meniti karier dari jenjang bawah, putra pertama pasangan Soekardi dan Toerniati Sukardi ini pernah menduduki 32 jabatan sebelum menduduki posisi puncak di Polri.
Hal itu dicapai Jenderal Dibyo Widodo berkat ketekunannya menapaki berbagai jenjang pendidikan. Sejatinya, pendidikan formalnya hanya lulusan SMA tahun 1965.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Akademi Angkatan Kepolisian (Akpol) lulus tahun 1968, Bakaloreat PTIK pada 1972, Doktoral PTIK pada 1975, Sesko ABRI Bagpol pada 1981, dan Lemhannas pada 1993.
Catatan prestasi operasional Jenderal Dibyo Widodo cukup menonjol ketika bertugas di Operasi Seroja Timor Timur. Namun sebenarnya lonjakan kariernya tercatat setelah menyelesaikan tugas sebagai Kapolres Deli Serdang, Sumatera Utara, pada tahun 1986. Kemudian diangkat sebagai ADC Presiden RIsampai tahun 1992.
Setelah itu Jenderal Dibyo Widodo berturut-turut menjabat sebagai Irpolda Sumut, Wakapolda Nusa Tenggara, Wakapolda Metro Jaya, Kapolda Metro Jaya, hingga akhirnya menjabat Kapolri.
Semasa menjabat Kapolda Metro Jaya, banyak langkah-langkah taktis maupun tindakan tegas Jenderal Dibyo Widodo yang membuat berdebar anak buahnya. Ia tak segan menindak segala bentuk penyimpangan di lingkungan Polri maupun dalam menghadapi gangguan kamtibmas di Ibu Kota.
Jenderal Dibyo Widodo juga tak ragu bertindak keras tanpa pandang bulu. Demi melayani dengan cepat segala keluhan masyarakat, di masa Jenderal Dibyo Widodo lah muncul gagasan pembentukan Satuan Unit Reaksi Cepat atau lebih dikenal dengan singkatan URC.
Setiap ada laporan dari masyarakat, dalam waktu singkat satuan Polri segera tiba di tempat kejadian. Satuan khusus ini didukung oleh kendaraan roda empat dan roda dua dengan anggota yang terlatih dan andal. Sehingga mampu menjadi tulang punggung kesatuan Polri dalam mengantisipasi setiap gangguan kamtibmas.
Hasilnya masyarakat benar-benar merasa aman dan tenteram. Kehadiran URC di TKP dengan cepat pertama-tama adalah pengamanan TKP dengan memasang pita kuning bertuliskan "Dilarang Melintas Garis Polisi". Tujuannya agar semua data, baik berupa sidik jari maupun bukti-bukti yang lain belum terjamah oleh orang lain.
Hal ini tentu memudahkan petugas Laboratorium Forensik dalam mengidentifikasi setiap bukti yang ada, dan dengan cepat dapat dianalisis untuk mengungkap kejadian guna pengusutan selanjutnya.
Pada masa kepemimpinan Jenderal Dibyo Widodo, Polda Metro Jaya benar-benar dibuat tidak pernah tidur dan seolah-olah setiap titik wilayah Jabotabek, selalu terdengar langkah anggota Polri berjalan seirama detak jarum jam.
Dengan sikap tegas dan terobosannya melayani masyarakat inilah Jenderal Dibyo Widodo mampu menapak karier hingga jenjang tertinggi sebagai Kapolri. Jenderal Dibyo Widodo menjabat Kapolri ke-13 pada periode tahun 1996-1998.
Jenderal Dibyo Widodo meninggal dunia pada15 Maret 2012 di Rumah Sakit Gleneagles Singapura di usia 65 tahun. Ia meninggalkan istri bernama Dewi Purnomo Aryanti dan tiga orang anak, yakni Dibyo Aryanto, Dibyo Ari Wibowo, dan Nauli Triwidianti, serta sembilan orang cucu.
Jenderal Dibyo Widodo lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 26 Mei 1946. Jenderal Dibyo Widodo memulai kariernya di kepolisian pada 1 Desember 1968 dengan pangkat Inspektur Polisi tingkat II. Ia mengawali tugas sebagai Perwira Operasi di Komres 1012 Surabaya.
Dirangkum dari berbagai sumber, Sabtu (27/8/2022), sebagai aparat negara yang meniti karier dari jenjang bawah, putra pertama pasangan Soekardi dan Toerniati Sukardi ini pernah menduduki 32 jabatan sebelum menduduki posisi puncak di Polri.
Hal itu dicapai Jenderal Dibyo Widodo berkat ketekunannya menapaki berbagai jenjang pendidikan. Sejatinya, pendidikan formalnya hanya lulusan SMA tahun 1965.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Akademi Angkatan Kepolisian (Akpol) lulus tahun 1968, Bakaloreat PTIK pada 1972, Doktoral PTIK pada 1975, Sesko ABRI Bagpol pada 1981, dan Lemhannas pada 1993.
Catatan prestasi operasional Jenderal Dibyo Widodo cukup menonjol ketika bertugas di Operasi Seroja Timor Timur. Namun sebenarnya lonjakan kariernya tercatat setelah menyelesaikan tugas sebagai Kapolres Deli Serdang, Sumatera Utara, pada tahun 1986. Kemudian diangkat sebagai ADC Presiden RIsampai tahun 1992.
Setelah itu Jenderal Dibyo Widodo berturut-turut menjabat sebagai Irpolda Sumut, Wakapolda Nusa Tenggara, Wakapolda Metro Jaya, Kapolda Metro Jaya, hingga akhirnya menjabat Kapolri.
Semasa menjabat Kapolda Metro Jaya, banyak langkah-langkah taktis maupun tindakan tegas Jenderal Dibyo Widodo yang membuat berdebar anak buahnya. Ia tak segan menindak segala bentuk penyimpangan di lingkungan Polri maupun dalam menghadapi gangguan kamtibmas di Ibu Kota.
Jenderal Dibyo Widodo juga tak ragu bertindak keras tanpa pandang bulu. Demi melayani dengan cepat segala keluhan masyarakat, di masa Jenderal Dibyo Widodo lah muncul gagasan pembentukan Satuan Unit Reaksi Cepat atau lebih dikenal dengan singkatan URC.
Setiap ada laporan dari masyarakat, dalam waktu singkat satuan Polri segera tiba di tempat kejadian. Satuan khusus ini didukung oleh kendaraan roda empat dan roda dua dengan anggota yang terlatih dan andal. Sehingga mampu menjadi tulang punggung kesatuan Polri dalam mengantisipasi setiap gangguan kamtibmas.
Hasilnya masyarakat benar-benar merasa aman dan tenteram. Kehadiran URC di TKP dengan cepat pertama-tama adalah pengamanan TKP dengan memasang pita kuning bertuliskan "Dilarang Melintas Garis Polisi". Tujuannya agar semua data, baik berupa sidik jari maupun bukti-bukti yang lain belum terjamah oleh orang lain.
Hal ini tentu memudahkan petugas Laboratorium Forensik dalam mengidentifikasi setiap bukti yang ada, dan dengan cepat dapat dianalisis untuk mengungkap kejadian guna pengusutan selanjutnya.
Pada masa kepemimpinan Jenderal Dibyo Widodo, Polda Metro Jaya benar-benar dibuat tidak pernah tidur dan seolah-olah setiap titik wilayah Jabotabek, selalu terdengar langkah anggota Polri berjalan seirama detak jarum jam.
Dengan sikap tegas dan terobosannya melayani masyarakat inilah Jenderal Dibyo Widodo mampu menapak karier hingga jenjang tertinggi sebagai Kapolri. Jenderal Dibyo Widodo menjabat Kapolri ke-13 pada periode tahun 1996-1998.
Jenderal Dibyo Widodo meninggal dunia pada15 Maret 2012 di Rumah Sakit Gleneagles Singapura di usia 65 tahun. Ia meninggalkan istri bernama Dewi Purnomo Aryanti dan tiga orang anak, yakni Dibyo Aryanto, Dibyo Ari Wibowo, dan Nauli Triwidianti, serta sembilan orang cucu.
(thm)