Keren! Mural Gemah Ripah Loh Jinawi Percantik Pasar Induk Beras Cipinang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah kelompok kreatif dan seniman dari Jakarta diinisiasi oleh komunitas kolaborasi, kolektif Jakarta Art Movement dan Papatong artspace, memural tembok-tembok di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (25/8/2022). Mural mengangkat tema Gemah Ripah Loh Jinawi.
Frasa Gemah Ripah Loh Jinawi adalah sebuah ungkapan Bahasa Jawa yang familiar bagi masyarakat luas, memberi makna suatu kondisi kesejahteraaan, makmur dan berkecukupan.
Ide dasar pembuatan mural adalah kelanjutan dari mural provokatif pidato Bung Karno dan ulama lokal Haji Darip di flyover Klender pada 10 Agustus 2022 lalu, yang dilakukan oleh komunitas-komunitas seniman yang sama.
“Mural-mural yang memvisualkan kondisi para petani, keluarga yang mengakses di seluruh Indonesia dan mengonsumsi pangan yang layak sesuai visi berbangsa kita” ujar Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya yang membawahi Pasar Induk Beras Cipinang, Pamrihadi Wiraryo.
Pamrihadi menjelaskan bahwa karya-karya seniman itu sungguh tepat menggambarkan cita-cita Food Station mejadi pilar ketahanan pangan dan produsen pangan pilihan utama masyarakat.
Pada saat yang sama, koordinator mural sekaligus kurator seni Bambang Asrini mengatakan, sebuah utopia perlu dijadikan sandaran, bahwa seni harus membawa pesan tentang usia 77 tahun Indonesia tak hanya jalan ditempat.
"Masyarakat Gemah Ripah Loh Jinawi wajib diwujudkan oleh kita dan negara dengan jalan kolaborasi” ujarnya disela-sela memonitor pembuatan mural di Gudang Beras.
Sementara seniman Selo Riemulyadi mengungkapkan bahwa sudah tepat apabila Pasar Induk Beras Cipinang sebagai titik episentrum gempa kedaulatan pangan, jika terjadi krisis pangan maka kondisi ketersediaan pangan terjaga. Terutama beras yang sesuai dengan semangat Indonesia pulih dan bangkit di tahun 2022.
Tembok-tembok yang dimural di Pasar Induk Beras Cipinang itu tak hanya metafora, lambang-lambang saja, namun bukti kongkrit bagaimana masyarakat, seni dan konteksnya dengan beras berelasi dengan sangat erat.
Dalam hal ini seniman, peduli tentang isu ketahanan pangan yang memiliki tiga mazhab utama, yakni ketersediaan, aksesibilitas pun pola konsumsi yang semestinya beragam.
“Sejak awal, komunitas kolaborasi percaya bahwa aktivitas merayakan kemerdekaan adalah menauladani kondisi kebatinan para founder bangsa kita. Manifestasinya dengan propaganda isu kedaulatan pangan seperti yang dilakukan teman-teman pemural” kata ketua komunitas kolaborasi, Sonny Muhammad dengan sangat antusias.
Founder Papatong artspace, Yeni Fatmawati menyatakan lebih jauh bahwa seni wajib dikembalikan pada fitrahnya, yakni bermanfaat bagi khalayak banyak dengan seniman bekerja kongkrit pada momen dan lokasi tepat pun membawa pesan jelas.
“Seniman saya pikir tak hanya sekadar membuat atmosfir sebuah lokasi menjadi indah (pleasing eyes), namun membawa pesan mendalam tentang makna Bulan Kemerdekaan bagi bangsa hari ini," ucapnuya.
"Bagaimana jika pangan tak terakses oleh masyarakat? Kedaulatan pangan tertinggal hanya sekedar jargon-jargon di media sosial,” lanjut seniman dan seorang lawyer yang sekarang sedang melanjutkan studi seni di Institut Teknologi Bandung.
Sebuah pasar tentunya selain membuat tersedianya kecukupan pangan dan akses yang terjangkau bagi masyarakat selain kepentingan bisnis, di saat sama ada harapan lokasi pasar bisa menjadi ruang terbuka yang mana seluruh masyarakat menikmati hiburan secara bebas.
“Mural sejatinya tak hanya membawa pesan isu pangan. Kompleks Pasar Induk Beras Cipinang bisa menjadi semacam ruang terbuka masyarakat yang ramah, nyaman dan tempat bercengkerama keluarga. Bisa diakses oleh siapa saja, menghibur dan menjadi ruang kreatif, terutama millennial yang ingin mengunggahnya di media sosial” kata pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, Herry Awal Fajar.
Pembuatan Mural Gemah Ripah Loh Jinawi
Para seniman dalam kemitraannya dengan kurator membagi dua area utama di Pasar Induk Beras Cipinang, yakni area luar tembok kompleks meceritakan tentang daerah Jakarta, sebagai wujud “mini Indonesia” dengan menggambarkan visualisasi ikon-ikon Jakarta dengan cara ilustratif.
Penikmat seni dan masyarakat bisa menyaksikan ada Patung Selamat Datang sampai ikon terkini, yakni Jakarta International Stadium (JIS) dengan merelasikan atmosfir wajah-wajah ceria keluarga dan sekelompok petani dan distribusinya yang dilakukan oleh para pedagang serta semuanya dilabur dengan kecenderungan warna-wara utama hijau alami.
Warna-warna pastel yang teduh juga menampakkan kesejukan tanpa mengurangi daya tarik mural yang berpendar terang. Sedangkan area tembok di dalam kompleks Pasar Induk Beras Cipinang, seniman-seniman beraksi di tembok Gudang Beras yang biasa disebut Rice Plant.
Mereka menggambar petani raksasa separuh badan, padi-padi, sawah-sawah pun gambaran sejumlah petani dengan figur-figur dekoratif yang mengingatkan akan pakaian adat lima daerah di Nusantara.
Pesan mural-mural di tembok Gudang Beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur sangat jelas, yakni distribusi pangan selayaknya berlaku adil dan merata ke seluruh Republik Indonesia.
Frasa Gemah Ripah Loh Jinawi adalah sebuah ungkapan Bahasa Jawa yang familiar bagi masyarakat luas, memberi makna suatu kondisi kesejahteraaan, makmur dan berkecukupan.
Ide dasar pembuatan mural adalah kelanjutan dari mural provokatif pidato Bung Karno dan ulama lokal Haji Darip di flyover Klender pada 10 Agustus 2022 lalu, yang dilakukan oleh komunitas-komunitas seniman yang sama.
“Mural-mural yang memvisualkan kondisi para petani, keluarga yang mengakses di seluruh Indonesia dan mengonsumsi pangan yang layak sesuai visi berbangsa kita” ujar Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya yang membawahi Pasar Induk Beras Cipinang, Pamrihadi Wiraryo.
Pamrihadi menjelaskan bahwa karya-karya seniman itu sungguh tepat menggambarkan cita-cita Food Station mejadi pilar ketahanan pangan dan produsen pangan pilihan utama masyarakat.
Pada saat yang sama, koordinator mural sekaligus kurator seni Bambang Asrini mengatakan, sebuah utopia perlu dijadikan sandaran, bahwa seni harus membawa pesan tentang usia 77 tahun Indonesia tak hanya jalan ditempat.
"Masyarakat Gemah Ripah Loh Jinawi wajib diwujudkan oleh kita dan negara dengan jalan kolaborasi” ujarnya disela-sela memonitor pembuatan mural di Gudang Beras.
Sementara seniman Selo Riemulyadi mengungkapkan bahwa sudah tepat apabila Pasar Induk Beras Cipinang sebagai titik episentrum gempa kedaulatan pangan, jika terjadi krisis pangan maka kondisi ketersediaan pangan terjaga. Terutama beras yang sesuai dengan semangat Indonesia pulih dan bangkit di tahun 2022.
Tembok-tembok yang dimural di Pasar Induk Beras Cipinang itu tak hanya metafora, lambang-lambang saja, namun bukti kongkrit bagaimana masyarakat, seni dan konteksnya dengan beras berelasi dengan sangat erat.
Dalam hal ini seniman, peduli tentang isu ketahanan pangan yang memiliki tiga mazhab utama, yakni ketersediaan, aksesibilitas pun pola konsumsi yang semestinya beragam.
“Sejak awal, komunitas kolaborasi percaya bahwa aktivitas merayakan kemerdekaan adalah menauladani kondisi kebatinan para founder bangsa kita. Manifestasinya dengan propaganda isu kedaulatan pangan seperti yang dilakukan teman-teman pemural” kata ketua komunitas kolaborasi, Sonny Muhammad dengan sangat antusias.
Founder Papatong artspace, Yeni Fatmawati menyatakan lebih jauh bahwa seni wajib dikembalikan pada fitrahnya, yakni bermanfaat bagi khalayak banyak dengan seniman bekerja kongkrit pada momen dan lokasi tepat pun membawa pesan jelas.
“Seniman saya pikir tak hanya sekadar membuat atmosfir sebuah lokasi menjadi indah (pleasing eyes), namun membawa pesan mendalam tentang makna Bulan Kemerdekaan bagi bangsa hari ini," ucapnuya.
"Bagaimana jika pangan tak terakses oleh masyarakat? Kedaulatan pangan tertinggal hanya sekedar jargon-jargon di media sosial,” lanjut seniman dan seorang lawyer yang sekarang sedang melanjutkan studi seni di Institut Teknologi Bandung.
Sebuah pasar tentunya selain membuat tersedianya kecukupan pangan dan akses yang terjangkau bagi masyarakat selain kepentingan bisnis, di saat sama ada harapan lokasi pasar bisa menjadi ruang terbuka yang mana seluruh masyarakat menikmati hiburan secara bebas.
“Mural sejatinya tak hanya membawa pesan isu pangan. Kompleks Pasar Induk Beras Cipinang bisa menjadi semacam ruang terbuka masyarakat yang ramah, nyaman dan tempat bercengkerama keluarga. Bisa diakses oleh siapa saja, menghibur dan menjadi ruang kreatif, terutama millennial yang ingin mengunggahnya di media sosial” kata pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, Herry Awal Fajar.
Pembuatan Mural Gemah Ripah Loh Jinawi
Para seniman dalam kemitraannya dengan kurator membagi dua area utama di Pasar Induk Beras Cipinang, yakni area luar tembok kompleks meceritakan tentang daerah Jakarta, sebagai wujud “mini Indonesia” dengan menggambarkan visualisasi ikon-ikon Jakarta dengan cara ilustratif.
Penikmat seni dan masyarakat bisa menyaksikan ada Patung Selamat Datang sampai ikon terkini, yakni Jakarta International Stadium (JIS) dengan merelasikan atmosfir wajah-wajah ceria keluarga dan sekelompok petani dan distribusinya yang dilakukan oleh para pedagang serta semuanya dilabur dengan kecenderungan warna-wara utama hijau alami.
Warna-warna pastel yang teduh juga menampakkan kesejukan tanpa mengurangi daya tarik mural yang berpendar terang. Sedangkan area tembok di dalam kompleks Pasar Induk Beras Cipinang, seniman-seniman beraksi di tembok Gudang Beras yang biasa disebut Rice Plant.
Mereka menggambar petani raksasa separuh badan, padi-padi, sawah-sawah pun gambaran sejumlah petani dengan figur-figur dekoratif yang mengingatkan akan pakaian adat lima daerah di Nusantara.
Pesan mural-mural di tembok Gudang Beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur sangat jelas, yakni distribusi pangan selayaknya berlaku adil dan merata ke seluruh Republik Indonesia.
(thm)