Proyek Rp7,1 Triliun Gayanti City di Jaksel Milik Tommy Soeharto Lolos Kepailitan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto berhasil memenangkan 81 persen voting mayoritas dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ) mangkraknya pembangunan Gayanti City di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Putusan ini ditetapkan di Pengadilan Niaga Jakarta, Selasa (12/4/2022) lalu. Proyek ini memiliki nilai sekitar USD500.000 atau setara Rp7,1 triliun.
Sebelum penetapan, sidang voting digelar oleh Pengadilan Niaga dipimpin Majelis Hakim Pengawas Al Riskandar pada 31 Maret 2022. Voting ini terkait proposal perdamaian yang diajukan pihak Tommy melalui PT Buana Pacifik International (BPI) terhadap 75 konsumen yang sudah membeli apartemen. Proposal itu berisi komitmen PT BPI selambat-lambatnya akan melakukan serah terima unit dan kunci selambat-lambatnya pada 36 bulan terhitung sejak putusan dibacakan.
Baca juga: Satgas BLBI Sita Aset Tommy Soeharto Rp600 Miliar
"Voting yang dilaksanakan pada Kamis 31 Maret 2022 menghasilkan suara 81 persen setuju atas proposal perdamaian dan 19 persen yang tidak setuju," kata Pendiri Kantor Pengacara Victor & Victory, Victor Simanjuntak selaku Kuasa Hukum PT BPI, Senin (18/4/2022).
Ketidaksetujuan tersebut pada dasarnya secara umum merupakan dinamika dalam proses di Peradilan Niaga, namun pada hakikatnya kemayoritasan suara setuju merupakan wujud nyata bahwa para kreditur berkomitmen mendukung penuh PT BPI dan proyek Gayanti City agar berhasil dan tuntas.
Atas voting tersebut, pada Selasa 12 April 2022 oleh Ketua Majelis Hakim Pemutus Dulhusin dengan anggota Majelis Hakim Yusuf Pranowo dan Susanti Arsi Wibawani memutuskan penetapan homologasinya. Kemudian, diakhiri dengan nasihat kepada PT BPI selaku debitur agar sungguh-sungguh melaksanakan perjanjian perdamaian dan berhasil menyelesaikan pembangunan.
"Dan terhadap para kreditur PT BPI agar kiranya mampu memberikan kesempatan dan komitmen dalam menjalankan putusan ini, tidak lantas melakukan upaya-upaya seperti gugatan atau bentuk langkah lainnya yang justru memperlambat melanjutkan pembangunan," ujar Ketua Majelis Hakim Pemutus Dulhusin dalam persidangan.
PT BPI berkomitmen melanjutkan pembangunan Gayanti City hingga tuntas dan berhasil sebagaimana harapan para konsumennya. Di antaranya melalui perilaku bahwasanya bagi konsumen yang tidak mendaftarkan dirinya mengajukan verifikasi maupun bagi kreditur lainnya, PT BPI tetap melakukan rekapitulasi utangnya demi penuntasan yang baik, komprehensif dan terukur secara hukum dan komersil.
Victor menuturkan kasus ini bermula saat pandemi Covid-19 merebak pada awal 2020. Imbasnya perekonomian sebagian besar negara-negara di dunia terkena dampak penyebaran Covid-19 di mana salah satunya juga berdampak terhadap pangsa pasar PT BPI.
Kondisi ini menyebabkan keadaan aliran keuangan (cash-flow) PT BPI mengalami kesulitan yang memicu efek domino rendahnya kemampuan PT BPI dalam melakukan pembayaran terhadap tagihan dari kreditor PT BPI dan bagian utama melanjutkan pembangunan proyek Gayanti City.
Kemandekan pembangunan timbul akibat tidak dilaksanakannya eksekusi dengan baik, lengkap dan sempurna sebagaimana Akta Nomor 03 tertanggal 6 Maret 2012. "Lingkaran krisis ekonomi pada akhirnya berimbas juga terhadap para kreditor PT BPI yang menerima keterlambatan pembayaran tagihan-tagihan dalam invoice yang diajukan dan serah terima unit apartemen Gayanti City kepada 75 konsumennya," kata Victor.
Sebelum penetapan, sidang voting digelar oleh Pengadilan Niaga dipimpin Majelis Hakim Pengawas Al Riskandar pada 31 Maret 2022. Voting ini terkait proposal perdamaian yang diajukan pihak Tommy melalui PT Buana Pacifik International (BPI) terhadap 75 konsumen yang sudah membeli apartemen. Proposal itu berisi komitmen PT BPI selambat-lambatnya akan melakukan serah terima unit dan kunci selambat-lambatnya pada 36 bulan terhitung sejak putusan dibacakan.
Baca juga: Satgas BLBI Sita Aset Tommy Soeharto Rp600 Miliar
"Voting yang dilaksanakan pada Kamis 31 Maret 2022 menghasilkan suara 81 persen setuju atas proposal perdamaian dan 19 persen yang tidak setuju," kata Pendiri Kantor Pengacara Victor & Victory, Victor Simanjuntak selaku Kuasa Hukum PT BPI, Senin (18/4/2022).
Ketidaksetujuan tersebut pada dasarnya secara umum merupakan dinamika dalam proses di Peradilan Niaga, namun pada hakikatnya kemayoritasan suara setuju merupakan wujud nyata bahwa para kreditur berkomitmen mendukung penuh PT BPI dan proyek Gayanti City agar berhasil dan tuntas.
Atas voting tersebut, pada Selasa 12 April 2022 oleh Ketua Majelis Hakim Pemutus Dulhusin dengan anggota Majelis Hakim Yusuf Pranowo dan Susanti Arsi Wibawani memutuskan penetapan homologasinya. Kemudian, diakhiri dengan nasihat kepada PT BPI selaku debitur agar sungguh-sungguh melaksanakan perjanjian perdamaian dan berhasil menyelesaikan pembangunan.
"Dan terhadap para kreditur PT BPI agar kiranya mampu memberikan kesempatan dan komitmen dalam menjalankan putusan ini, tidak lantas melakukan upaya-upaya seperti gugatan atau bentuk langkah lainnya yang justru memperlambat melanjutkan pembangunan," ujar Ketua Majelis Hakim Pemutus Dulhusin dalam persidangan.
PT BPI berkomitmen melanjutkan pembangunan Gayanti City hingga tuntas dan berhasil sebagaimana harapan para konsumennya. Di antaranya melalui perilaku bahwasanya bagi konsumen yang tidak mendaftarkan dirinya mengajukan verifikasi maupun bagi kreditur lainnya, PT BPI tetap melakukan rekapitulasi utangnya demi penuntasan yang baik, komprehensif dan terukur secara hukum dan komersil.
Victor menuturkan kasus ini bermula saat pandemi Covid-19 merebak pada awal 2020. Imbasnya perekonomian sebagian besar negara-negara di dunia terkena dampak penyebaran Covid-19 di mana salah satunya juga berdampak terhadap pangsa pasar PT BPI.
Kondisi ini menyebabkan keadaan aliran keuangan (cash-flow) PT BPI mengalami kesulitan yang memicu efek domino rendahnya kemampuan PT BPI dalam melakukan pembayaran terhadap tagihan dari kreditor PT BPI dan bagian utama melanjutkan pembangunan proyek Gayanti City.
Kemandekan pembangunan timbul akibat tidak dilaksanakannya eksekusi dengan baik, lengkap dan sempurna sebagaimana Akta Nomor 03 tertanggal 6 Maret 2012. "Lingkaran krisis ekonomi pada akhirnya berimbas juga terhadap para kreditor PT BPI yang menerima keterlambatan pembayaran tagihan-tagihan dalam invoice yang diajukan dan serah terima unit apartemen Gayanti City kepada 75 konsumennya," kata Victor.