Protokol Kesehatan Covid-19 di Pasar Dianggap Hanya Formalitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Protokol kesehatan di sejumlah pasar Ibu Kota Jakarta dianggap hanya formalitas. Minimnya pengawasan bisa membuat pasar menjadi cluster baru penyebaran Covid-19 .
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta , Eneng Malianasari mengatakan, berdasarkan hasil inspeksi mendadak (Sidak) di Pasar Jembatan Lima, Jakarta Barat, pihaknya menemukan protokol kesehatan hampir tidak diterapkan. Karena, kata dia, sebagian besar pedagang tidak menggunakan masker, ketentuan jaga jarak maupun mekanisme ganjil genap seperti yang sudah dicanangkan Pemprov DKI juga tidak dipatuhi.
"Belum ada sosialisasi ataupun pengawasan sehingga aturan protokol kesehatan hanya sekadar formalitas. Ini membuat gencarnya tes Covid di pasar sia-sia. Karena penyebaran virus terus terjadi dan pasar akan jadi claster baru di Jakarta," kata Eneng melalui siaran tertulisnya, Kamis (18/6/2020).
Eneng menyebutkan, hingga saat ini sudah ditemukan 87 pedagang pasar yang positif Covid-19 dari total 3.013 orang yang telah melakukan tes. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah karena masih ada 690 orang yang menunggu hasil laboratorium keluar dan tes Covid massal juga terus dilakukan di pasar-pasar. Namun dengan banyaknya pedagang yang menghindar dan tidak datang ke pasar agar tidak dites, bisa jadi angka tersebut menjadi fenomena gunung es.
Eneng menilai, pedagang memilih untuk menghindar karena tidak ada kompensasi maupun bantuan yang diberikan bagi pedagang yang terbukti terkena virus Covid-19. Padahal,kata dia, mereka harus karantina dan tidak bisa bekerja paling tidak selama 14 hari.
"Pemprov dan PD Pasar Jaya harus mulai berkoordinasi dengan asosiasi, paguyuban pasar, kelompok-kelompok pedagang akan adanya insentif bagi pedagang yang patuh dan disinsentif bagi yang lalai pada aturan," ungkapnya.
Bagi pasar yang tingkat kepatuhannya tinggi, bisa diberikan fasilitas penangguhan, diskon BPP atau potongan tarif kompensasi lahan yang lebih besar, atau bisa juga diberikan insentif non-finansial dalam bentuk kemudahan pengurusan izin.
"Sementara untuk pasar yang tidak patuh harus ditutup dan disegel untuk memberikan efek jera," ujarnya. ( )
Isu yang tidak kalah penting adalah keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di area luar pasar yang sama sekali tidak ada pengawasan ataupun protokol kesehatan yang berlaku. Pemprov DKI perlu melibatkan Satpol PP, kepolisian, atau bahkan TNI untuk membantu pelaksanaan protokol kesehatan.
"Ini memang di luar kewenangan PD Pasar Jaya, karena itu Lurah dan Camat ikut campur tangan jika memang mau sama-sama melawan penyebaran virus Covid-19," pungkasnya. ( )
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta , Eneng Malianasari mengatakan, berdasarkan hasil inspeksi mendadak (Sidak) di Pasar Jembatan Lima, Jakarta Barat, pihaknya menemukan protokol kesehatan hampir tidak diterapkan. Karena, kata dia, sebagian besar pedagang tidak menggunakan masker, ketentuan jaga jarak maupun mekanisme ganjil genap seperti yang sudah dicanangkan Pemprov DKI juga tidak dipatuhi.
"Belum ada sosialisasi ataupun pengawasan sehingga aturan protokol kesehatan hanya sekadar formalitas. Ini membuat gencarnya tes Covid di pasar sia-sia. Karena penyebaran virus terus terjadi dan pasar akan jadi claster baru di Jakarta," kata Eneng melalui siaran tertulisnya, Kamis (18/6/2020).
Eneng menyebutkan, hingga saat ini sudah ditemukan 87 pedagang pasar yang positif Covid-19 dari total 3.013 orang yang telah melakukan tes. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah karena masih ada 690 orang yang menunggu hasil laboratorium keluar dan tes Covid massal juga terus dilakukan di pasar-pasar. Namun dengan banyaknya pedagang yang menghindar dan tidak datang ke pasar agar tidak dites, bisa jadi angka tersebut menjadi fenomena gunung es.
Eneng menilai, pedagang memilih untuk menghindar karena tidak ada kompensasi maupun bantuan yang diberikan bagi pedagang yang terbukti terkena virus Covid-19. Padahal,kata dia, mereka harus karantina dan tidak bisa bekerja paling tidak selama 14 hari.
"Pemprov dan PD Pasar Jaya harus mulai berkoordinasi dengan asosiasi, paguyuban pasar, kelompok-kelompok pedagang akan adanya insentif bagi pedagang yang patuh dan disinsentif bagi yang lalai pada aturan," ungkapnya.
Bagi pasar yang tingkat kepatuhannya tinggi, bisa diberikan fasilitas penangguhan, diskon BPP atau potongan tarif kompensasi lahan yang lebih besar, atau bisa juga diberikan insentif non-finansial dalam bentuk kemudahan pengurusan izin.
"Sementara untuk pasar yang tidak patuh harus ditutup dan disegel untuk memberikan efek jera," ujarnya. ( )
Isu yang tidak kalah penting adalah keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di area luar pasar yang sama sekali tidak ada pengawasan ataupun protokol kesehatan yang berlaku. Pemprov DKI perlu melibatkan Satpol PP, kepolisian, atau bahkan TNI untuk membantu pelaksanaan protokol kesehatan.
"Ini memang di luar kewenangan PD Pasar Jaya, karena itu Lurah dan Camat ikut campur tangan jika memang mau sama-sama melawan penyebaran virus Covid-19," pungkasnya. ( )
(mhd)