Asal Usul Kramat Jati, Tempat Pohon Jati Kramat yang Magis di Batavia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kramat Jati merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Jakarta Timur. Lokasi Kramat Jati cukup strategis karena berada di antara Jakarta dan Bogor yang dilalui Jalan Raya Bogor dan jalur lingkar luar selatan.
Kramat Jati juga dikenal dengan keberadaan pasar induk, yakni Pasar Induk Kramat Jati yang didirikan pada tahun 1973. Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, daerah Kramat Jati belum termasuk wilayah Batavia atau Jakarta, melainkan bagian dari Afdeeling Meester Cornelis atau Jatinegara.
Setelah masa pemerintahan kemerdekaan RI, berlandaskan UU No. 22 tahun 1948, Kramat Jati merupakan daerah kawedanan (distrik) yang dikepalai oleh seorang wedana.
Kawedanan merupakan wilayah administrasi ke-pemerintahan yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan, yang berlaku pada masa Hindia-Belanda dan beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia.
Setiap Kawedanan dibagi menjadi beberapa kecamatan. Pada masa itu Kramat Jati merupakan wilayah yang luas, terdiri dari 4 kecamatan dan 52 kelurahan. Saat ini wilayah Kramat Jati hanya memiliki tujuh kelurahan.
Pada sekitar abad ke-19, nama Kramat Jati lebih dikenal sebagai Cililitan. Cililitan saat itu merupakan wilayah lahan perkebunan dalam pengelolaan pemerintahan kolonial Belanda. Wilayahnya tidak seperti daerah lain, yakni Cibinong, Condet, Pondok Gede, dan Cimanggis yang dikelola oleh para tuan tanah.
Penamaan Kramat Jati memiliki beberapa versi yang berbeda. Ada yang mengatakan, nama Kramat Jati diambil karena banyaknya pohon jati yang tumbuh. Dari sekian banyak pohon jati itu ada pohon yang tumbuh sangat besar.
Lokasi pohon jati itu sekarang berada di depan jalan raya RS Polri Soekanto. Sedangkan berdasarkan legenda masyarakat setempat, dahulu di kawasan tersebut banyak tumbuh pohon jati tinggi besar dan berumur hingga ratusan tahun.
Di antara banyaknya pohon jati tua yang ada, ada pohon jati yang dikeramatkan dan dianggap mempunyai kekuatan magis. Banyak orang yang bukan berasal dari kawasan itu berdatangan ke pohon jati keramat dan berdoa terkait keinginannya.
Dalam buku Zaenuddin HM yang berjudul 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe terbitan Oktober 2012, disebutkan para tokoh agama, khususnya Islam, mengecam keras tindakan itu. Hal tersebut karena tindakan mengkeramatkan pohon jati bertentangan dengan akidah agama.
Walau begitu, masih saja banyak orang berdatangan. Kemudian beberapa pohon jati yang dikeramatkan itu perlahan ditebang dan sempat menjadi bahan pergunjingan masyarakat. Orang-orang pun menyebut kawasan itu sebagai Kramat Jati atau daerah bekas pohon jati yang dikeramatkan.
Selain dinamakan Kramat Jati, daerah ini juga pernah disebut dengan panggilan “Kampung Kramat Jati”. Penyebutan itu berasal dari perpaduan dua nama kampung yang saling berseberangan, yakni Kampung Kramat di barat dan Kampung Jati di timur Jalan Raya Bogor.
Dalam surat kabar berbahasa belanda, Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indie, yang terbit pada akhir tahun 1913, disebutkan penyebutan Kampung Kramat lantaran di sana terdapat area pemakaman kramat yang sudah lama ada.
Kramat Jati juga dikenal dengan keberadaan pasar induk, yakni Pasar Induk Kramat Jati yang didirikan pada tahun 1973. Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, daerah Kramat Jati belum termasuk wilayah Batavia atau Jakarta, melainkan bagian dari Afdeeling Meester Cornelis atau Jatinegara.
Setelah masa pemerintahan kemerdekaan RI, berlandaskan UU No. 22 tahun 1948, Kramat Jati merupakan daerah kawedanan (distrik) yang dikepalai oleh seorang wedana.
Baca Juga
Kawedanan merupakan wilayah administrasi ke-pemerintahan yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan, yang berlaku pada masa Hindia-Belanda dan beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia.
Setiap Kawedanan dibagi menjadi beberapa kecamatan. Pada masa itu Kramat Jati merupakan wilayah yang luas, terdiri dari 4 kecamatan dan 52 kelurahan. Saat ini wilayah Kramat Jati hanya memiliki tujuh kelurahan.
Pada sekitar abad ke-19, nama Kramat Jati lebih dikenal sebagai Cililitan. Cililitan saat itu merupakan wilayah lahan perkebunan dalam pengelolaan pemerintahan kolonial Belanda. Wilayahnya tidak seperti daerah lain, yakni Cibinong, Condet, Pondok Gede, dan Cimanggis yang dikelola oleh para tuan tanah.
Penamaan Kramat Jati memiliki beberapa versi yang berbeda. Ada yang mengatakan, nama Kramat Jati diambil karena banyaknya pohon jati yang tumbuh. Dari sekian banyak pohon jati itu ada pohon yang tumbuh sangat besar.
Lokasi pohon jati itu sekarang berada di depan jalan raya RS Polri Soekanto. Sedangkan berdasarkan legenda masyarakat setempat, dahulu di kawasan tersebut banyak tumbuh pohon jati tinggi besar dan berumur hingga ratusan tahun.
Di antara banyaknya pohon jati tua yang ada, ada pohon jati yang dikeramatkan dan dianggap mempunyai kekuatan magis. Banyak orang yang bukan berasal dari kawasan itu berdatangan ke pohon jati keramat dan berdoa terkait keinginannya.
Dalam buku Zaenuddin HM yang berjudul 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe terbitan Oktober 2012, disebutkan para tokoh agama, khususnya Islam, mengecam keras tindakan itu. Hal tersebut karena tindakan mengkeramatkan pohon jati bertentangan dengan akidah agama.
Walau begitu, masih saja banyak orang berdatangan. Kemudian beberapa pohon jati yang dikeramatkan itu perlahan ditebang dan sempat menjadi bahan pergunjingan masyarakat. Orang-orang pun menyebut kawasan itu sebagai Kramat Jati atau daerah bekas pohon jati yang dikeramatkan.
Selain dinamakan Kramat Jati, daerah ini juga pernah disebut dengan panggilan “Kampung Kramat Jati”. Penyebutan itu berasal dari perpaduan dua nama kampung yang saling berseberangan, yakni Kampung Kramat di barat dan Kampung Jati di timur Jalan Raya Bogor.
Dalam surat kabar berbahasa belanda, Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indie, yang terbit pada akhir tahun 1913, disebutkan penyebutan Kampung Kramat lantaran di sana terdapat area pemakaman kramat yang sudah lama ada.
(ams)