Peneliti UI Edukasi Masyarakat Agar Tak Panik Hadapi Covid-19 Omicron

Minggu, 20 Februari 2022 - 22:07 WIB
loading...
Peneliti UI Edukasi...
Panik dan rasa cemas terhadap lonjakan kasus Covid-19 Omicron berpotensi menimbulkan gangguan psikosomatik. Foto: Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
DEPOK - Peningkatan kasus yang terjadi saat ini menyebabkan masyarakat menjadi cemas dan panik. Melihat kondisi itu membuat sejumlah peneliti di Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia -Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) menyelenggarakan Simposium Awam bertajuk “Manajemen Panik Akibat Covid-19 Varian Omicron dengan Telemedicine”.

Panik dan rasa cemas berpotensi menimbulkan gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik merupakan keluhan fisik (somatik) yang timbul atau dipengaruhi oleh pikiran atau emosi (psikis).
Baca juga: 4 Kiat Jaga Imun dengan Atur Pola Tidur agar Mampu Lawan Omicron

Gangguan psikosomatik terbagi dua, yaitu psikis dan somatik. Gangguan psikis meliputi gangguan cemas (ansietas), depresi, gangguan tidur, dan fatigue (lelah) akut maupun kronik. Gangguan psikis akan merasakan keluhan seperti sakit kepala, pusing, jantung berdebar-debar.

Gangguan ini dapat memicu kambuhnya penyakit somatik seperti maag, hipertensi, serangan jantung, dan stroke. Bahkan, jika stres terjadi terus menerus dapat berujung pada kematian.

Hamzah Shatri selaku dokter dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif FKUI-RSCM menuturkan pandemi Covid-19 varian Omicron berhubungan dengan peningkatan terjadinya gangguan psikosomatik. Gangguan ini dapat terjadi pada mereka yang terinfeksi virus maupun yang tidak.

“Rasa khawatir akan tertular, khawatir mengenai stigma, pengalaman pandemi, isolasi sosial merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan psikosomatik saat pandemi,” ujarnya, Minggu (20/2/2022).

Pengabaian masalah psikosomatik akibat pandemi dapat memperparah kondisi tubuh. Karenanya, gangguan ini perlu segera ditangani. Terdapat beberapa opsi terapi non farmakologi pada gangguan psikosomatik di antaranya psikoterapi suportif seperti perawatan diri, terapi relaksasi, cognitive behaviour therapy, dan olahraga.

“Masalah psikis bukanlah masalah kecil. Diperlukan dukungan psikologis dan sosial baik untuk masyarakat, keluarga, maupun individu,” ucapnya.

Dalam penanganan diperlukan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan untuk hasil yang maksimal.

Simposium ini merupakan salah satu bentuk dukungan FKUI-RSCM kepada masyarakat dalam bentuk edukasi. Salah satu upaya menangani rasa cemas adalah mengenal sumber kecemasan. Pada gelombang ketiga Covid-19, salah satu faktor pendorong kecemasan adalah penyebaran varian virus Omicron yang sangat cepat melebihi varian Delta pada gelombang sebelumnya.

Staf Divisi dari Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Robert Sinto mengimbau masyarakat untuk melakukan vaksinasi. “Vaksin memang tidak sepenuhnya mencegah terinfeksi, tetapi vaksin dapat mencegah terjadinya penyakit berat,” ujarnya.

Dia juga mengimbau masyarakat melakukan klasifikasi diri dan gejala. Klasifikasi ini didasari oleh gejala Covid-19. Tidak semua gejala harus dilarikan ke rumah sakit. Jika masyarakat teridentifikasi positif tanpa gejala sebaiknya isolasi mandiri di rumah selama 10 hari.

Orang dengan gejala sedang dapat melakukan isolasi di rumah sakit, sedangkan orang dengan gejala ringan dapat isolasi mandiri di rumah selama 10 hari ditambah 3 hari tanpa gejala.
Baca juga: Studi Baru, Omicron Tingkatkan Peluang Infeksi Ulang 5 Kali Lipat

Hal ini dilakukan mengingat kapasitas rumah sakit yang terbatas. “Masyarakat juga dapat berkonsultasi dengan dokter melalui telemedicine seperti website Kemenkes atau fasilitas lainnya. Dari konsultasi ini masyarakat dapat menentukan klasifikasi dirinya,” kata Robert.

Rudi Putranto dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM memberi masukan untuk mengatur cemas-panik tanpa obat-obatan. “Banyak hal yang dapat dilakukan secara mandiri. Pertama, membatasi membaca berita melalui ponsel, misalnya pagi dan sore membuka ponsel, tidak terus menerus serta tidak terlibat pada kekhawatiran berlebihan,” ungkapnya.

Kedua, fokus pada peluang saat ini dan menjadi produktif. Dengan ini, kita akan terdistraksi dari pikiran negatif. Ketiga, tidak bereaksi berlebihan terhadap gejala fisik. Selanjutnya, berbaik hatilah kepada diri sendiri dan orang lain. Jika tips ini tidak berhasil, maka cari bantuan profesional.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1818 seconds (0.1#10.140)