Asal Usul Nama Matraman dan Kisah Penyerangan Batavia oleh Pasukan Sultan Agung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Matraman merupakan salah satu kawasan di Timur Kota Jakarta yang menyimpan banyak sejarah. Asal usul nama Matraman juga banyak versi. Namun Matraman dihubungkan dengan seorang pangeran dari Mataram dalam peristiwa penyerangan Sultan Agung ke VOC.
Nama Matraman diyakini diambil dari kata "Mataraman", sebutan untuk pasukan Kerajaan Mataram pimpinan Sultan Agung saat menyerang Batavia melalui jalur darat pada tahun 1629.
Saat itu wilayah Matraman masih berwujud semak belukar dan rawa-rawa. Matraman kemudian menjadi tempat permukiman sementara bagi pasukan Sultan Agung dalam perang melawan pasukan VOC pimpinan JP Coen.
Pengamat Sejarah dan Kebudayaan Lily Utami, dalam tulisannya yang pernah diposting di akun Twitter @perpusnas, dikutip Rabu (2/2/2022), menyebutkan, konon kata Matraman diambil dari kata Mataraman, karena kawasan itu dulunya dijadikan perkubuan (benteng pertahanan) oleh pasukan Mataram dalam rangka penyerangan Kota Batavia melalui darat.
Sejak saat itulah kubu pertahanan Mataram ini kemudian diabadikan menjadi nama tempat sehingga sekarang. Entah karena apa, lidah orang Betawi waktu itu menyebut Mataram menjadi Matraman.
Pada tahun 1811, di daerah Matraman terjadi pertempuran besar antara pasukan Inggris dengan pasukan Belanda yang dimenangkan oleh pasukan Inggris, dan menandai dimulainya masa pendudukan Inggris di Pulau Jawa.
Thomas Raffles lalu membangun markas-markas militer di kawasan itu hingga Jatinegara (Alwi Shahab, 2001 ). Setelah berbagai pertempuran besar selesai dan beberapa markas militer dibangun, ternyata tidak menjamin daerah Matraman aman.
Pada awal tahun 1900-an, kawasan tersebut bahkan menajadi tempat rawan kejahatan. Koran Bintang Betawi, yang terbit untuk wilayah Betawi dan sekitarnya memberitakan beberapa kejahatan yang pernah terjadi di Matraman, salah satunya dimuat pada 3 Juli 1902.
Diceritakan bahwa belum lama berselang, seorang Belanda bernama Tuan V, diserang oleh satu soldadu peranakan yang langsung melompat naik ke dalam dos-a-dosnya saat dia melewati daerah antara Salemba dan Mr Cornelis (Jatinegara ).
Setelah berhasil masuk, soldadu ini lantas menusuk Tuan V, beruntung tusukanya luput. Tuan V segera turun dari dos-a-dosnya, sedangkan soldadu itu lalu memaksa kusir untuk membawanya pergi dari situ. Tuan V lantas mengambil dos-a-dos lain untuk mengejar soldadu itu.
Tapi soldadu itu ternyata langsung berlari masuk ke dalam tangsi, lalu memanjat tembok dan menghilang. Saat ini, Matraman masih memiliki reputasi yang kurang sedap. Bentrok antarwarga masih sering terjadi hanya karena masalah sepele.
Mungkin semangat “bertempur“ dari pasukan Mataram masih diwarisi oleh penduduk daerah itu, sayang pertempuran itu justru dilakukan sesama saudara sebangsa.
Versi lain menyebut Matraman berawal dari suatu tempat di wilayah Kelurahan Pal Meriam. Di sebuah tempat bekas tongkat yang ditancapkan oleh seorang pangeran dari Mataram. Tempat ini kemudian dikeramatkan orang dan terkenal dengan nama Kampung Matraman. Pal Meriam merupakan wilayah yang diserahkan oleh seorang pangeran Mataram kepada pamannya dalam penyerangan ke VOC, "Monggo, Paman" (Silakan Paman).
Cerita lain menyebutkan bahwa Matraman berasal dari sebuah mesjid kecil di pinggir Ciliwung yang digunakan pangeran dari Mataram. Bekas masjid kemudian menjadi Kampung Matraman Dalam, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng.
Di tempat itu dulu pemah ada rumah si pangeran yang bercorak Jawa dengan tiang tiang besar. Pada jaman Belanda rumah tersebut dimiliki oleh Tuan Bool dan dijadikan tempat pemeliharan bintang (seperti kebon raya). Namun kemudian dihancurkan karena menjadi persengketaan. Kampung Matraman lama berada di sekitar masjid ini dan disebut Matraman Dalam Mesjid.
Antara tahun 1947-1950, Matraman terrnasuk dalam Kelurahan Matraman, Asistenan Kampung Melayu, Kawedanan Kramat jati, Kota praja Jakarta Raya. Kantor kawedanan ada di Pasar Minggu. Kelurahan terletak di Matraman Dalam (1945-1948). Kemudian dipindah ke Kebon Manggis (1950), dan ke Jl Tambak (1967).
Pada tahun 1967, Kelurahan Matraman terpecah menjadi beberapa kelurahan (nama Kelurahan Matraman tidak ada), yaitu (I) Kelurahan Manggarai dan Kampung Bali yang termasuk Matraman Dalam dan masuk Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan; (2) Kelurahan Kebon Manggis dan Kelurahan Meriam, masuk Kecamatan Matraman, Jakarta Timur; (3) Kelurahan Pegangsaan dengan wilayah yang meliputi sebagian Kampung Matraman dan masuk Kecamatan Menteng, Jakarta Timur.
Nama Matraman akhirnya kembali digunakan. Berasal dari pecahan Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Matraman, dan Kecamatan Tebet. Kecamatan Matraman membawahi 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Salemba Utan, Pisangan Lama, dan Solitade.
Dengan pembangunan Jalan Pramuka dan Bay Pass, wilayah Kecamatan Matraman berubah menjadi Kelurahan Pisangan Baru (sebelah Barat BayPass), Utan Kayu, Kayu Manis, dan pecahan Salemba Utara berupa Pal Meriam dan Kebon Manggis. Batas- batasnya meliputi daerah Kebon Kosong, Jalan Slamet Riyadi, Kampung Bali Matraman, sebagian Menteng Pulau dan Sunan Bonang.
Pada pertengahan abad ke-19, sebagian besar penduduk Matraman terdiri dari orang Betawi. Penduduk Matraman makin berkembang dengan banyaknya pendatang untuk mencari nafkah atau sekolah. Penduduk asli Matraman yang sudah tinggal secara turun temurun di Matraman mendapat sebutan Orang Betawi Matraman.
Semula mereka berasal dari Kampung Kebon Manggis Lama yang dipindahkan akibat pembangunan kompleks militer tentara Belanda (Berland). Selain dipindahkan ke Matraman ada juga yang menempati Pal Meriam, Jatinegara, Kebon Pala, Pisangan, Kebon Kosong, dan Matraman Dalam Masjid.
Nama Matraman diyakini diambil dari kata "Mataraman", sebutan untuk pasukan Kerajaan Mataram pimpinan Sultan Agung saat menyerang Batavia melalui jalur darat pada tahun 1629.
Saat itu wilayah Matraman masih berwujud semak belukar dan rawa-rawa. Matraman kemudian menjadi tempat permukiman sementara bagi pasukan Sultan Agung dalam perang melawan pasukan VOC pimpinan JP Coen.
Pengamat Sejarah dan Kebudayaan Lily Utami, dalam tulisannya yang pernah diposting di akun Twitter @perpusnas, dikutip Rabu (2/2/2022), menyebutkan, konon kata Matraman diambil dari kata Mataraman, karena kawasan itu dulunya dijadikan perkubuan (benteng pertahanan) oleh pasukan Mataram dalam rangka penyerangan Kota Batavia melalui darat.
Sejak saat itulah kubu pertahanan Mataram ini kemudian diabadikan menjadi nama tempat sehingga sekarang. Entah karena apa, lidah orang Betawi waktu itu menyebut Mataram menjadi Matraman.
Pada tahun 1811, di daerah Matraman terjadi pertempuran besar antara pasukan Inggris dengan pasukan Belanda yang dimenangkan oleh pasukan Inggris, dan menandai dimulainya masa pendudukan Inggris di Pulau Jawa.
Thomas Raffles lalu membangun markas-markas militer di kawasan itu hingga Jatinegara (Alwi Shahab, 2001 ). Setelah berbagai pertempuran besar selesai dan beberapa markas militer dibangun, ternyata tidak menjamin daerah Matraman aman.
Pada awal tahun 1900-an, kawasan tersebut bahkan menajadi tempat rawan kejahatan. Koran Bintang Betawi, yang terbit untuk wilayah Betawi dan sekitarnya memberitakan beberapa kejahatan yang pernah terjadi di Matraman, salah satunya dimuat pada 3 Juli 1902.
Diceritakan bahwa belum lama berselang, seorang Belanda bernama Tuan V, diserang oleh satu soldadu peranakan yang langsung melompat naik ke dalam dos-a-dosnya saat dia melewati daerah antara Salemba dan Mr Cornelis (Jatinegara ).
Setelah berhasil masuk, soldadu ini lantas menusuk Tuan V, beruntung tusukanya luput. Tuan V segera turun dari dos-a-dosnya, sedangkan soldadu itu lalu memaksa kusir untuk membawanya pergi dari situ. Tuan V lantas mengambil dos-a-dos lain untuk mengejar soldadu itu.
Baca Juga
Tapi soldadu itu ternyata langsung berlari masuk ke dalam tangsi, lalu memanjat tembok dan menghilang. Saat ini, Matraman masih memiliki reputasi yang kurang sedap. Bentrok antarwarga masih sering terjadi hanya karena masalah sepele.
Mungkin semangat “bertempur“ dari pasukan Mataram masih diwarisi oleh penduduk daerah itu, sayang pertempuran itu justru dilakukan sesama saudara sebangsa.
Versi lain menyebut Matraman berawal dari suatu tempat di wilayah Kelurahan Pal Meriam. Di sebuah tempat bekas tongkat yang ditancapkan oleh seorang pangeran dari Mataram. Tempat ini kemudian dikeramatkan orang dan terkenal dengan nama Kampung Matraman. Pal Meriam merupakan wilayah yang diserahkan oleh seorang pangeran Mataram kepada pamannya dalam penyerangan ke VOC, "Monggo, Paman" (Silakan Paman).
Cerita lain menyebutkan bahwa Matraman berasal dari sebuah mesjid kecil di pinggir Ciliwung yang digunakan pangeran dari Mataram. Bekas masjid kemudian menjadi Kampung Matraman Dalam, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng.
Di tempat itu dulu pemah ada rumah si pangeran yang bercorak Jawa dengan tiang tiang besar. Pada jaman Belanda rumah tersebut dimiliki oleh Tuan Bool dan dijadikan tempat pemeliharan bintang (seperti kebon raya). Namun kemudian dihancurkan karena menjadi persengketaan. Kampung Matraman lama berada di sekitar masjid ini dan disebut Matraman Dalam Mesjid.
Antara tahun 1947-1950, Matraman terrnasuk dalam Kelurahan Matraman, Asistenan Kampung Melayu, Kawedanan Kramat jati, Kota praja Jakarta Raya. Kantor kawedanan ada di Pasar Minggu. Kelurahan terletak di Matraman Dalam (1945-1948). Kemudian dipindah ke Kebon Manggis (1950), dan ke Jl Tambak (1967).
Pada tahun 1967, Kelurahan Matraman terpecah menjadi beberapa kelurahan (nama Kelurahan Matraman tidak ada), yaitu (I) Kelurahan Manggarai dan Kampung Bali yang termasuk Matraman Dalam dan masuk Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan; (2) Kelurahan Kebon Manggis dan Kelurahan Meriam, masuk Kecamatan Matraman, Jakarta Timur; (3) Kelurahan Pegangsaan dengan wilayah yang meliputi sebagian Kampung Matraman dan masuk Kecamatan Menteng, Jakarta Timur.
Nama Matraman akhirnya kembali digunakan. Berasal dari pecahan Kecamatan Jatinegara, Kecamatan Matraman, dan Kecamatan Tebet. Kecamatan Matraman membawahi 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Salemba Utan, Pisangan Lama, dan Solitade.
Dengan pembangunan Jalan Pramuka dan Bay Pass, wilayah Kecamatan Matraman berubah menjadi Kelurahan Pisangan Baru (sebelah Barat BayPass), Utan Kayu, Kayu Manis, dan pecahan Salemba Utara berupa Pal Meriam dan Kebon Manggis. Batas- batasnya meliputi daerah Kebon Kosong, Jalan Slamet Riyadi, Kampung Bali Matraman, sebagian Menteng Pulau dan Sunan Bonang.
Pada pertengahan abad ke-19, sebagian besar penduduk Matraman terdiri dari orang Betawi. Penduduk Matraman makin berkembang dengan banyaknya pendatang untuk mencari nafkah atau sekolah. Penduduk asli Matraman yang sudah tinggal secara turun temurun di Matraman mendapat sebutan Orang Betawi Matraman.
Semula mereka berasal dari Kampung Kebon Manggis Lama yang dipindahkan akibat pembangunan kompleks militer tentara Belanda (Berland). Selain dipindahkan ke Matraman ada juga yang menempati Pal Meriam, Jatinegara, Kebon Pala, Pisangan, Kebon Kosong, dan Matraman Dalam Masjid.
(thm)