3 Nostalgia Bus Kota di Jakarta, Kamu Pernah Coba di Era Mana?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Salah satu moda transportasi darat yang menjadi idola di Jakarta adalah bus kota. Sejak dulu, bus kota sudah menjadi andalan masyarakat untuk bekerja ke kantor maupun bepergian dari satu tempat ke tempat lain.
Tapi mungkin banyak yang belum tahu bahwa dari masa ke masa metode pembayaran bus kota terus berkembang dan semakin praktis. Baru-baru ini Dewan Transportasi Kota Jakarta melalui akun Instagramnya membagikan nostalgia cara pembayaran bus kota sejak periode tahun 1980-an. Berikut perkembangannya:
1. Era Karcis
Pada periode 1980-an, sistem pembayaran bus kota di DKI Jakarta masih menggunakan sistem konvensional, yaitu pembayaran dengan uang tunai yang kemudian ditukar dengan karcis sebagai bukti pembayaran.
Pembayaran melalui karcis yang dibagikan oleh kondektur kepada penumpang untuk bus kota PPD bertahan hingga tahun 1988. Tarif yang dipatok adalah Rp100-Rp150 untuk bus Reguler dan Rp250-350 untuk bus PATAS, dan selanjutnya untuk layanan bus PATAS AC PPD sudah tidak ada karcis yang diterbitkan.
Pada era 1990-an, perusahaan bus kota swasta di DKI Jakarta juga mulai menerbitkan karcis sebagai bukti pembayarannya, seperti Bianglala Metropolitan dan Steady Safe untuk layanan PATAS AC-nya. Bahkan, untuk menarik pelanggan, Bianglala menawarkan pembebasan biaya 1 kali perjalanan dengan menukarkan 20 lembar karcis ke kondektur.
Era pembayaran bus kota DKI dengan karcis berlangsung hingga tahun 2020, dimana Transjakarta terakhir kalinya melayani pembayaran uang tunai dengan karcis untuk layanan non-BRT, kecuali jika ada gangguan dalam unit TOB (Tap On Bus).
2. Era Farebox (RMB)
Berbeda dengan swasta, PPD menerapkan sistem pembayaran melalui farebox pada bus PATAS AC dan beberapa bus PATAS-nya. Pertama kali diujicobakan pada rute RMB 55 Rawamangun-Pasar Baru.
Sistem RMB atau Rute Metode Baru mewajibkan penumpang untuk memasukkan sejumlah uang pas ke farebox karena supir tidak menyediakan kembalian. Perusahaan juga menganggap sistem ini lebih efisien karena tidak memerlukan peran kondektur.
Namun, sistem ini dianggap gagal karena banyaknya penumpang yang tidak memasukkan jumlah uang sesuai tarif yang harus dibayar. Hal itu menyebabkan awak angkutan tidak dapat menyetor uang setoran ke kantor sesuai yang diharapkan. Istilah RMB pun diantara awak angkutan kemudian mendapatkan plesetan kepanjangan "Rombongan Maling Berdasi".
3 Era E-Tiket
Era e-Ticket, untuk pembayaran bus kota dimulai dari hadirnya Bus Transjakarta. Pada awal beroperasi, Transjakarta menggunakan sistem kartu Single Trip yang dibeli di loket seharga Rp3.500. Kartu tersebut kemudian langsung dimasukkan ke gate agar gate bisa dilewati. Istilah untuk sistem ini seringkali disebut "Kartu Telan".
Era e-Ticket Kartu Telan ini bertahan hingga sekitar 2007-2008. Sistem ini kemudian sempat tergantikan oleh karcis konvensional seperti sebelumnya. Pada akhirnya mulai ditambahkan alternatif sistem e-Ticket yang dikeluarkan BNK DKI, yaitu JakCard.
Setelah era e-Ticket Kartu Telan dan Karcis berakhir, Transjakarta memasuki era e-Ticket Kartu Bank. Kartu Bank yang resmi pertama kali dapat digunakan adalah Kartu JakCard dari Bank DKI.
Kemudian, memasuki era 2013 terdapat beberapa bank penyedia e-Ticket baru yang dapat digunakan sebagai pembayaran Transjakarta, antara lain Flazz BCA, E-Money Mandiri, BRI Brizzi, BNI Tapcash, dan Bank Mega Megacash.
Sejak 11 Agustus 2014, Transjakarta mewajibkan pembayaran dengan non-Tunai untuk Koridor 1, dan dilanjut untuk seluruh koridor kecuali 4 dan 6 pada Desember 2014. Pada 15 Februari 2015, Koridor 4 dan 6 sudah mewajibkan pembayaran dengan e-Ticketing, sehingga seluruh koridor BRT Transjakarta sudah full e-Ticket.
Saat ini, semua metode pembayaran Bus Kota yang terintegrasi dengan Transjakarta sudah bisa dengan 1 kartu pembayaran yaitu Jak Lingko. Integrasi ini tidak hanya melibatkan integrasi antara bus besar, bus medium, dan bus kecil di Transjakarta tetapi juga akan melibatkan transportasi berbasis rel yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti MRT, LRT, dan sebagainya.
Tarif yang berlaku untuk pembayaran dengan kartu Jak Lingko adalah Rp5.000 per 3 jam. Kartu Jak Lingko dapat dibeli di Vending Machine (VM) Halte Transjakarta terdekat, dan dikeluarkan oleh 4 Bank yaitu Bank DKI, Bank BNI, Bank Mandiri, dan Bank BRI.
Tapi mungkin banyak yang belum tahu bahwa dari masa ke masa metode pembayaran bus kota terus berkembang dan semakin praktis. Baru-baru ini Dewan Transportasi Kota Jakarta melalui akun Instagramnya membagikan nostalgia cara pembayaran bus kota sejak periode tahun 1980-an. Berikut perkembangannya:
1. Era Karcis
Pada periode 1980-an, sistem pembayaran bus kota di DKI Jakarta masih menggunakan sistem konvensional, yaitu pembayaran dengan uang tunai yang kemudian ditukar dengan karcis sebagai bukti pembayaran.
Pembayaran melalui karcis yang dibagikan oleh kondektur kepada penumpang untuk bus kota PPD bertahan hingga tahun 1988. Tarif yang dipatok adalah Rp100-Rp150 untuk bus Reguler dan Rp250-350 untuk bus PATAS, dan selanjutnya untuk layanan bus PATAS AC PPD sudah tidak ada karcis yang diterbitkan.
Pada era 1990-an, perusahaan bus kota swasta di DKI Jakarta juga mulai menerbitkan karcis sebagai bukti pembayarannya, seperti Bianglala Metropolitan dan Steady Safe untuk layanan PATAS AC-nya. Bahkan, untuk menarik pelanggan, Bianglala menawarkan pembebasan biaya 1 kali perjalanan dengan menukarkan 20 lembar karcis ke kondektur.
Era pembayaran bus kota DKI dengan karcis berlangsung hingga tahun 2020, dimana Transjakarta terakhir kalinya melayani pembayaran uang tunai dengan karcis untuk layanan non-BRT, kecuali jika ada gangguan dalam unit TOB (Tap On Bus).
2. Era Farebox (RMB)
Berbeda dengan swasta, PPD menerapkan sistem pembayaran melalui farebox pada bus PATAS AC dan beberapa bus PATAS-nya. Pertama kali diujicobakan pada rute RMB 55 Rawamangun-Pasar Baru.
Sistem RMB atau Rute Metode Baru mewajibkan penumpang untuk memasukkan sejumlah uang pas ke farebox karena supir tidak menyediakan kembalian. Perusahaan juga menganggap sistem ini lebih efisien karena tidak memerlukan peran kondektur.
Namun, sistem ini dianggap gagal karena banyaknya penumpang yang tidak memasukkan jumlah uang sesuai tarif yang harus dibayar. Hal itu menyebabkan awak angkutan tidak dapat menyetor uang setoran ke kantor sesuai yang diharapkan. Istilah RMB pun diantara awak angkutan kemudian mendapatkan plesetan kepanjangan "Rombongan Maling Berdasi".
3 Era E-Tiket
Era e-Ticket, untuk pembayaran bus kota dimulai dari hadirnya Bus Transjakarta. Pada awal beroperasi, Transjakarta menggunakan sistem kartu Single Trip yang dibeli di loket seharga Rp3.500. Kartu tersebut kemudian langsung dimasukkan ke gate agar gate bisa dilewati. Istilah untuk sistem ini seringkali disebut "Kartu Telan".
Era e-Ticket Kartu Telan ini bertahan hingga sekitar 2007-2008. Sistem ini kemudian sempat tergantikan oleh karcis konvensional seperti sebelumnya. Pada akhirnya mulai ditambahkan alternatif sistem e-Ticket yang dikeluarkan BNK DKI, yaitu JakCard.
Setelah era e-Ticket Kartu Telan dan Karcis berakhir, Transjakarta memasuki era e-Ticket Kartu Bank. Kartu Bank yang resmi pertama kali dapat digunakan adalah Kartu JakCard dari Bank DKI.
Kemudian, memasuki era 2013 terdapat beberapa bank penyedia e-Ticket baru yang dapat digunakan sebagai pembayaran Transjakarta, antara lain Flazz BCA, E-Money Mandiri, BRI Brizzi, BNI Tapcash, dan Bank Mega Megacash.
Sejak 11 Agustus 2014, Transjakarta mewajibkan pembayaran dengan non-Tunai untuk Koridor 1, dan dilanjut untuk seluruh koridor kecuali 4 dan 6 pada Desember 2014. Pada 15 Februari 2015, Koridor 4 dan 6 sudah mewajibkan pembayaran dengan e-Ticketing, sehingga seluruh koridor BRT Transjakarta sudah full e-Ticket.
Saat ini, semua metode pembayaran Bus Kota yang terintegrasi dengan Transjakarta sudah bisa dengan 1 kartu pembayaran yaitu Jak Lingko. Integrasi ini tidak hanya melibatkan integrasi antara bus besar, bus medium, dan bus kecil di Transjakarta tetapi juga akan melibatkan transportasi berbasis rel yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti MRT, LRT, dan sebagainya.
Tarif yang berlaku untuk pembayaran dengan kartu Jak Lingko adalah Rp5.000 per 3 jam. Kartu Jak Lingko dapat dibeli di Vending Machine (VM) Halte Transjakarta terdekat, dan dikeluarkan oleh 4 Bank yaitu Bank DKI, Bank BNI, Bank Mandiri, dan Bank BRI.
(thm)