Bahayakan Ibu Hamil dan Bayi, Komnas PA dan YLKI Dukung Pelabelan Kemasan Plastik Mengandung BPA
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komnas Perlindungan Anak (PA) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung pelabelan kemasan plastik yang mengandung senyawa berbahaya Bisphenol A atau zat BPA.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kemasan plastik polycarbonat (PC) dengan kode plastik No.7 sudah jelas mengandung zat BPA yang berbahaya bagi usia rentan yaitu bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Untuk bayi dan anak-anak Indonesia harus zero zat BPA, tidak ada toleransi ambang batas BPA yang diperbolehkan untuk usia rentan ini.
Bayi dan anak-anak Indonesia mempunyai kesetaraan hak konsumen dan perlu dilindungi pemerintah untuk terbebas dari BPA seperti bayi dan anak-anak di negara-negara maju Eropa, Amerika dan beberapa negara Asia. "Oleh karena itu Komnas PA akan memberikan edukasi waspada terhadap kemasan plastik dengan kode No.7 yang mengandung BPA, materi edukasi ini akan disampaikan di hadapan ibu-ibu orangtua murid PAUD di Bekasi," kata Arist, Rabu (15/9/2021).
Arist menilai, perlunya mengedukasi ibu-ibu agar lebih waspada sehingga bayi dan anak-anak mereka tidak mengonsumsi makanan dan minuman dari kemasan atau wadah yang mengandung BPA.
"Ciri-ciri kemasan plastik seperti galon untuk isi ulang yang mengandung bisphenol A tercantum kode plastik No.7, keras dan tahan lama. Nah ibu-ibu diimbau untuk waspada agarbayi dan anak mereka tidak mengonsumsi makanan atau minuman dari kemasan atau wadah tersebut," tutur Arist.
Sosialisasi bahaya BPA kepada para orangtua murid PAUD, kata Arist, rencananya dilakukan pada akhir September ini. Kampanye tentang bahaya BPA akan dilakukan bersama Direktur PAUD Institut yang juga aktivis Sosialisasi Parenting dan Edukasi, Lia Latifah.
"Sosialisasi ini sebagai wujud nyata komitmen Komnas Perlindungan Anak untuk memerangi BPA," ungkapnya.
Arist berharap BPOM segera memberikan label peringatan pada kemasan plastik makanan dan minuman serta galon untuk isi ulang yang mengandung BPA supaya konsumen mengetahui informasi adanya zat BPA yang dapat bermigrasi ke makanan atau minuman dan dapat mengancam kesehatan jika dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil.
Arist berharap kalimat peringatan pada kemasan tersebut berbunyi "Kemasan ini Mengandung BPA, Tidak Cocok bagi Bayi, balita dan Janin" karena bayi, balita dan janin pada ibu hamil belum mempunyai sistem detok sehingga racun yang masuk ke dalam tubuhnya bisa langsung menyerang menjadi penyakit.
“Jadi saya sebagai Ketua Komnas Perlindungan Anak mendesak BPOM segera melakukan pelabelan, tidak berlarut-larut seperti ini.Memang BPOM telah menghubungi Komnas PA, tapi hanya memperhatikan, kita ingin tindakan nyata dari BPOM sebagai pemegang regulator," ujar Arist.
Pengurus Harian YLKI Sularsi juga menyoroti pentingnya mengedukasi masayarakat soal bahaya produk kemasan plastik yang mengandung BPA. Sularsi menjelaskan konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas terkait kemasanplastik yang bisa membahayakan konsumen karena konsumen berhak mendapatkan keamanan dan keselamatan.
“Maka dari ituperlu adanya satu label, apakah produk tersebut berbahayaatau tidak, agar konsumen tahu. Jadi semua produk yang mengandung zat berbahaya harus diberi label. Baik itu produk kemasan makanan, air minum maupun mainan anak-anak. Jika itu tidak diberikan informasi atau pelabelan tentu sangat merugikan konsumen,” jelas Sularsi.
YLKI sangat setuju dengan usulan pelabelan ini sepanjang yang diuntungkan adalah masyarakat atau konsumen. “Sangat setuju. Buat kami sepanjang ada penelitiannya dan itu ternyata tidak aman buat masyarakat maka negara yang punya wewenang untuk melakukan pengawasan. Karena bayi dan anak-anak adalahmasa depan kita. Jangan sampai kena racun dari sedini mungkin, kalau perlu bebas racun karena akan menjadi satu paket dalam pembangunan nasional," ucapnya.
Lebih lanjut Sularsi juga menggarisbawahi bahwa bukan hanya kemasan plastik yang mengandung zat BPA saja yang harus dilabeli,tetapi secara lebih luas lagi konsumen juga perlu adanya informasi terkait makanan dan minuman.
“Kalau dilakukan pelabelan pada kemasan sangat bagus, apakah aman atau tidak. Jadi itu ada warningnya. Kita sudah ada standar SNI yang mengatur batas ambang zat tertentu yang diperbolehkan dan yang tidak dalam kemasan maupun makanan. Kesehatan bayi, balita dan janin pada Ibu hamil menjadi perhatian kita bersama. Oleh sebab itu menjaga anak-anak sejak dini agar tidak kemasukan zat-zat yang berpotensi memberbahayakan kesehatan seperti zat BPA menjadi sangat penting," katanya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kemasan plastik polycarbonat (PC) dengan kode plastik No.7 sudah jelas mengandung zat BPA yang berbahaya bagi usia rentan yaitu bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Untuk bayi dan anak-anak Indonesia harus zero zat BPA, tidak ada toleransi ambang batas BPA yang diperbolehkan untuk usia rentan ini.
Bayi dan anak-anak Indonesia mempunyai kesetaraan hak konsumen dan perlu dilindungi pemerintah untuk terbebas dari BPA seperti bayi dan anak-anak di negara-negara maju Eropa, Amerika dan beberapa negara Asia. "Oleh karena itu Komnas PA akan memberikan edukasi waspada terhadap kemasan plastik dengan kode No.7 yang mengandung BPA, materi edukasi ini akan disampaikan di hadapan ibu-ibu orangtua murid PAUD di Bekasi," kata Arist, Rabu (15/9/2021).
Arist menilai, perlunya mengedukasi ibu-ibu agar lebih waspada sehingga bayi dan anak-anak mereka tidak mengonsumsi makanan dan minuman dari kemasan atau wadah yang mengandung BPA.
"Ciri-ciri kemasan plastik seperti galon untuk isi ulang yang mengandung bisphenol A tercantum kode plastik No.7, keras dan tahan lama. Nah ibu-ibu diimbau untuk waspada agarbayi dan anak mereka tidak mengonsumsi makanan atau minuman dari kemasan atau wadah tersebut," tutur Arist.
Sosialisasi bahaya BPA kepada para orangtua murid PAUD, kata Arist, rencananya dilakukan pada akhir September ini. Kampanye tentang bahaya BPA akan dilakukan bersama Direktur PAUD Institut yang juga aktivis Sosialisasi Parenting dan Edukasi, Lia Latifah.
"Sosialisasi ini sebagai wujud nyata komitmen Komnas Perlindungan Anak untuk memerangi BPA," ungkapnya.
Arist berharap BPOM segera memberikan label peringatan pada kemasan plastik makanan dan minuman serta galon untuk isi ulang yang mengandung BPA supaya konsumen mengetahui informasi adanya zat BPA yang dapat bermigrasi ke makanan atau minuman dan dapat mengancam kesehatan jika dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil.
Arist berharap kalimat peringatan pada kemasan tersebut berbunyi "Kemasan ini Mengandung BPA, Tidak Cocok bagi Bayi, balita dan Janin" karena bayi, balita dan janin pada ibu hamil belum mempunyai sistem detok sehingga racun yang masuk ke dalam tubuhnya bisa langsung menyerang menjadi penyakit.
“Jadi saya sebagai Ketua Komnas Perlindungan Anak mendesak BPOM segera melakukan pelabelan, tidak berlarut-larut seperti ini.Memang BPOM telah menghubungi Komnas PA, tapi hanya memperhatikan, kita ingin tindakan nyata dari BPOM sebagai pemegang regulator," ujar Arist.
Pengurus Harian YLKI Sularsi juga menyoroti pentingnya mengedukasi masayarakat soal bahaya produk kemasan plastik yang mengandung BPA. Sularsi menjelaskan konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas terkait kemasanplastik yang bisa membahayakan konsumen karena konsumen berhak mendapatkan keamanan dan keselamatan.
“Maka dari ituperlu adanya satu label, apakah produk tersebut berbahayaatau tidak, agar konsumen tahu. Jadi semua produk yang mengandung zat berbahaya harus diberi label. Baik itu produk kemasan makanan, air minum maupun mainan anak-anak. Jika itu tidak diberikan informasi atau pelabelan tentu sangat merugikan konsumen,” jelas Sularsi.
YLKI sangat setuju dengan usulan pelabelan ini sepanjang yang diuntungkan adalah masyarakat atau konsumen. “Sangat setuju. Buat kami sepanjang ada penelitiannya dan itu ternyata tidak aman buat masyarakat maka negara yang punya wewenang untuk melakukan pengawasan. Karena bayi dan anak-anak adalahmasa depan kita. Jangan sampai kena racun dari sedini mungkin, kalau perlu bebas racun karena akan menjadi satu paket dalam pembangunan nasional," ucapnya.
Lebih lanjut Sularsi juga menggarisbawahi bahwa bukan hanya kemasan plastik yang mengandung zat BPA saja yang harus dilabeli,tetapi secara lebih luas lagi konsumen juga perlu adanya informasi terkait makanan dan minuman.
“Kalau dilakukan pelabelan pada kemasan sangat bagus, apakah aman atau tidak. Jadi itu ada warningnya. Kita sudah ada standar SNI yang mengatur batas ambang zat tertentu yang diperbolehkan dan yang tidak dalam kemasan maupun makanan. Kesehatan bayi, balita dan janin pada Ibu hamil menjadi perhatian kita bersama. Oleh sebab itu menjaga anak-anak sejak dini agar tidak kemasukan zat-zat yang berpotensi memberbahayakan kesehatan seperti zat BPA menjadi sangat penting," katanya.
(hab)