Sejarah Pendidikan Jakarta dan Sekolah Guru Pertama di Batavia

Minggu, 29 Agustus 2021 - 06:00 WIB
loading...
Sejarah Pendidikan Jakarta...
Normaalschool Batavia dan Soetan Casajangan. Foto: Dok https:/poestahadepok.blogspot.com
A A A
DKI Jakarta pada Senin (30/8/2021) besok akan kembali melakukan uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) setelah PPKM di Ibu Kota turun status dari Level 4 menjadi Level 3.

Berdasarkan surat keputusan Nomor 883 Tahun 2021 tentang Penetapan Satuan Pendidikan yang Melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Pembelajaran Campuran Tahap I pada Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, dituliskan ada 587 sekolah di DKI yang bisa menggelar sekolah tatap muka mulai 30 Agustus 2021. Ini berlaku untuk sekolah PAUD hingga SMA/SMK.



Jakarta sebagai ibu kota negara tentu saja sudah seharusnya menjadi barometer pelaksanaan PTM di masa pandemi Covid-19. Sebab Jakarta lebih unggul dalam segala hal, baik dari sisi infrastruktur sekolah, kualitas siswa dan tenaga pendidik, ketersediaan layanan penunjung, hingga fasilitas pendidikannya.

Tetapi bicara pendidikan, ternyata Jakarta bukanlah pioner-nya. Meskipun Jakarta merupakan ibu kota negara, sekolah guru (kweekschool) untuk pribumi yang pertama justru didirikan jauh dari Batavia, yakni di Soeracarta (Surakarta/Solo) pada tahun 1851. Sekolah guru yang kedua yakni di Fort de Kock (Bukittinggi/Sumatera Barat) pada tahun 1856. Lalu yang ketiga di Tanobato (Afdeeling Mandailing en Angkola) pada tahun 1861.

Sekolah guru yang keempat didirikan di Bandoeng pada tahun 1866. Lulusan dari empat sekolah guru inilah yang kemudian menjadi tenaga pendidik (guru) di Batavia. Mereka berinisiatif memberikan pendidikan kepada anak usia sekolah di tanah Batavia saat itu. Tentu saja beberapa guru itu tidak cukup mengingat penduduk Batavia sudah sangat padat. Tentu saja diperlukan pendirian sekolah guru di Batavia.

Akhir Matua Harahap, dosen dan peneliti Universitas Indonesia, dalam blog https://poestahadepok.blogspot.com, menceritakan, sekolah guru (Normaalschool) di Batavia dibuka pada tahun 1871. Pendirian sekolah guru dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sekolah dasar untuk pribumi di Residentie Batavia.

Hal ini sehubungan dengan reorganisasi pendidikan yang telah dilakukan pada tahun 1868. Salah satu wujud dari reorganisasi pendidikan tersebut adalah pembentukan sekolah guru yang disebut sebagai Normaalschool. Dengan adanya reorganisasi pendidikan, setiap orang yang akan mengajar harus melalui pendidikan guru, seperti sekolah guru (kweekschool). Normaalschool merupakan nama lain dari kweekschool.

Ada sedikit perbedaan sekolah guru kweekschool dengan sekolah guru normaalschool. Pada sekolah guru normaalschool (openbare) dimungkinkan guru-guru yang belum memiliki sertifikat guru bantu kweekschool (hulponderwijzer) dapat mengikuti pendidikan di sekolah guru normaalschool (dianggap sebagai partikelir).

Baca juga: Di Era Gubernur DKI Jakarta Ini Monas dan Patung Selamat Datang Dibangun

Sekolah guru Normaalschool di Batavia adalah yang pertama. Lalu setelah di Batavia, normaalschool berikutnya didirikan di Semarang dan Soerabaja (Surabaya). Pendirian sekolah guru normaalschool di Batavia berdasarkan keputusan Gouverneur Generaal, 1 Januari 1871 tentang Kurikulum Normaalschool Batavia. Kurikulum dibagi menjadi beberapa bagian, yakni bahasa Belanda, sastra, aritmatika, geografi, fisika, pengetahuan alam, musik, pedagogik dan mengarang.

Guru yang diangkat adalah SE Harthoorn, FL vau Ruijven, HJ Hardeman, KL van Schouwenburg dan Dr C de Gavere dan H, Meijll. Lama pendidikan selama dua tahun. Guru-guru sekolah dasar yang tidakl lulus sekolah guru kweekschool dapat mengikuti program pendidikan (secara penuh).

Pada tahun 1886 (pasca reorganisasi pendidikan) pemerintah melakukan kembali penilaian terhadap sekolah guru yang ada. Dua sekolah guru terbaik adalah sekolah guru kweekschool Padang Sidempoean (Padang Sidimpuan/Sumatara Utara) dan kweekschool Probolingo.
Kweekschool Padang Sidempoean dibuka tahun 1879, pengganti Kweekschool Tanobato yang ditutup tahun 1874.

Direktur Kweekschool Padang Sidempoean adalah Charles Adrian van Ophuijsen. Sebelum reorganisasi pendidikan, sekolah guru terbaik adalah Kweekschool Tanobatoe yang dipimpin oleh Sati Nasution alias Willem Iskander.

Sekolah guru Normaalschool Batavia dalam perjalanan tidak memuaskan. Sejak 1871 Normaalschool Batavia hanya menghasilkan guru sebanyak 59 orang selama 18 tahun hingga tahun 1889. Muncul berbagai keluhan terhadap kinerja normaalschool di Batavia.

Keluhan utama soal guru-gurunya tua yang dibantu oleh guru-guru wanita muda (yang belum berpengalaman). Turn over guru-guru di Normaalschool Batavia juga dituding sebagai biang kerok rendahnya jumlah lulusan. Disebutkan, kasus Batavia ini kurang lebih sama dengan Semarang dan Soerabaja. Lalu sekolah Normaalschool Soerabaja disarankan digabung ke Batavia.

Java-bode voor Nederlandsch-Indie
Sebagai pembanding, Kweekschool Padang Sidempoean dalam setahun meluluskan guru rata-rata 12 orang. Sejak 1886 yang menjadi Direktur Kweekschool Padang Sidempoean adalah Charles Adrian van Ophuisen. Seorang guru yang sangat serius yang memulai karier guru di Kweekschool Padang Sidempoean sejak 1881.

Saat penilaian sekolah guru Normaalschool Batavia tahun 1890, van Ophuijsen masih menjabat sebagai direktur di Padang Sidempoean. Dua murid terbaik guru Charles Adrian van Ophuijsen, yakni Saleh Harahap dengan gelar Dja Endar Moeda (lulus tahun 1884), dan Radjioen Harahap, dengan gelar Soetan Casajangan (lulus tahun 1887) .

Sekolah guru Normaalschool Batavia sejak pendiriannya tahun 1871, dari 10 orang kandidat hanya lulus 6 orang. Pada tahun 1873 dari 13 kandidat yang mengikuti ujian hanya satu orang yang lulus. Pada tahun 1874 jumlah lulusan meningkat menjadi 7 orang, tetapi tahun berikutnya berkurang lagi. Pada tahun terakhir (1898) hanya satu yang lulus. Total selama 18 tahun, hanya meluluskan 48 laki-laki dan 11 perempuan. Itu berarti selama 18 tahun Normaalschool Batavia hanya meluluskan siswa 2 atau 3 orang per tahun. Suatu angka yang sangat rendah

Singkat kata, sekolah guru Normaalschoo Batavia yang beralamat di Salembaweg, kinerjanya baru meningkat tajam setelah direkturnya dijabat oleh Soetan Casajangan pada tahun 1919. Soetan Casajangan adalah kepala sekolah guru Normaalschool pertama yang diangkat dari kalangan pribumi di seluruh Hindia. Pasca reorganisasi pendidikan, syarat untuk menjabat kepala sekolah normaalschool (dan juga kweekschool) harus sarjana.

Soetan Casajangan adalah alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1887. Setelah menjadi guru sekolah dasar di Padang Sidempoean selama 15 tahun, pada tahun 1905 Soetan Casajangan melanjutkan studi ke Belanda (mahasiswa kelima pribumi di Belanda). Pada tahun 1908 jumlah mahasiswa pribumi di Belanda sebanyak 20 orang.

Soetan Casajangan lalu mendirikan perhimpunan mahasiswa sekaligus menjadi presidennya. Perhimpunan ini disebut Indische Vereeniging. Selama kuliah juga merangkap sebagai asisten dosen untuk mata kuliah Bahasa Melayu di Universiteit Leden untuk membantu Prof Charles Adrian van Ophuijsen (mantan gurunya dulu di Kweekschool Padang Sidempoean).

Pada tahun 1911 Soetan Casajangan lulus dan mendapat sarjana pendidikan. Pada tahun 1913 Soetan Casajangan pulang ke Tanah Air dan diangkat sebagai direktur sekolah guru Kweekschool Fort de Kock. Setelah sempat menjadi kepala sekolah guru di Dolok Sanggoel dan Ambon, pada tahun 1919 Soetan Casajangan dipindahkan ke Batavia dan diangkat menjadi direktur Normaalschool Batavia. Pada tahun 1924 Mohamad Hatta dan kawan-kawan di Belanda mengubah Indische Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia.

Pada tahun 1827 Soetan Casajangan mengalami sakit. Pada bulan April, Soetan Casajangan diberitakan meninggal dunia. Soetan Casajangan dimakamkan di pekuburan Meester Cornelis (belakang rumah sakit RS Mitra sekarang). Soetan Casajangan adalah sarjanan pendidikan Indonesia pertama atau pada masa ini lulusan IKIP/UNJ.
(thm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1096 seconds (0.1#10.140)