Sejarah Bogor, Kota Tanpa Rasa Risau Tempat Istirahat Gubernur Jenderal Belanda hingga Soekarno
loading...
A
A
A
JAKARTA - Orang Belanda dulu menyebut Bogor dengan Buitenzorg atau Kota Tanpa Rasa Risau atau bebas masalah. Terbukti hingga sekarang orang-orang Jakarta jika ingin melepaskan penat pasti memilih tempat berlibur dengan waktu tempuh singkat ya ke Kota Bogor atau Puncak, Kabupaten Bogor.
Bogor yang jaraknya hanya sekitar 60 km sebelah selatan Batavia menjadi tempat yang diincar warga untuk berwisata di akhir pekan.
Baca juga: Ganjil Genap di Bogor Berlaku Hanya di Lingkar Kebun Raya Bogor Selama 2 Jam
Berdasarkan sumber dihimpun SINDOnews, pada 1744 Gubernur Jenderal Baron van Imhoff mengadakan ekspedisi ke daerah selatan Batavia. Di tengah perjalanan, dia terpesona keindahan Kota Bogor. Gubernur Jenderal keturunan Jerman ini langsung memerintahkan pembangunan gedung untuk tempat tinggal para gubernur jenderal yang kini menjadi Istana Bogor.
Pemandangan dari balkon Hotel Bellevue (sekarang BTM) pada tahun 1860-an. Saat itu Gunung Salak tertutup kabut. Foto: @infobogor_news
Dikutip dari setneg.go.id, Minggu (2/5/2021), pada periode 1750-1754 Istana Kepresidenan Bogor mengalami rusak berat saat masa pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Pasukan-pasukan Banten dengan gagah berani menyerang Kampong Baroe dan membakarnya. Kampong Baroe merupakan rumah peristirahatan Baron van Imhoff di Bogor yang dingin dan strategis. Tempat Baron van Imhoff yang sudah rusak berat diperbaiki kembali oleh penggantinya dengan tetap mempertahankan arsitektur asli.
Pada 1817, perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826) di mana di tengah-tengah gedung induk didirikan menara dan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya Bogor.
Baca juga: Ini 4 Pendapat Soal Asal Usul Nama Bogor
Tahun 1856-1861, bangunan Istana Bogor selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager. Kemudian, tahun 1870 Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para gubernur jenderal Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer, yang secara terpaksa harus menyerahkan istana kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang. Sebanyak 44 gubernur jenderal Belanda pernah menjadi penghuni Istana Kepresidenan Bogor.
Seperti juga gubernur jenderal Belanda, Presiden Soekarno menghabiskan akhir pekannya di Istana Bogor. Istana ini kemudian dirapikan Gubernur Jenderal Daendels. Dia juga membangun “Jalan Pos” di tengah-tengah medan tanjakan dengan menggunakan gerobak sapi untuk mengangkut bebatuan dan menghancurkan bukit-bukit.
Presiden Soekarno berbincang dengan istri keempatnya Ibu Hartini di Istana Bogor pada Februari 1965. Foto: AFP/@perfectlifeid
Gubernur jenderal pergi ke Bogor dengan kereta kuda yang ditarik 2-4 kuda. Belanda juga membangun Istana Cipanas di tempat yang lebih tinggi dan letaknya di Kabupaten Cianjur. Menjelang 17 Agustus, Soekarno selama beberapa hari tinggal di Istana Cipanas menyusun naskah pidato yang akan dia sampaikan di hadapan rakyat pada peringatan kemerdekaan.
Baca juga: Jembatan Merah Bogor, Tempat Kongkow Gubernur Jenderal Hindia Belanda Sambil Makan Doclang
Pada tahun 1912 diceritakan orang Belanda memiliki kebiasaan tamasya ke Bogor dari Batavia. Biasanya rekreasi dilakukan akhir pekan dan saat musim panas. Maklum hawa di Buitenzorg masih dingin dan sejuk.
Untuk mendukung liburan akhir pekan para petingginya, Belanda pun membangun Hotel Bellevue (sekarang Bogor Trade Mall/BTM), kemudian Hotel Salak yang berdekatan dengan Kebun Raya Bogor.
Bogor yang jaraknya hanya sekitar 60 km sebelah selatan Batavia menjadi tempat yang diincar warga untuk berwisata di akhir pekan.
Baca juga: Ganjil Genap di Bogor Berlaku Hanya di Lingkar Kebun Raya Bogor Selama 2 Jam
Berdasarkan sumber dihimpun SINDOnews, pada 1744 Gubernur Jenderal Baron van Imhoff mengadakan ekspedisi ke daerah selatan Batavia. Di tengah perjalanan, dia terpesona keindahan Kota Bogor. Gubernur Jenderal keturunan Jerman ini langsung memerintahkan pembangunan gedung untuk tempat tinggal para gubernur jenderal yang kini menjadi Istana Bogor.
Pemandangan dari balkon Hotel Bellevue (sekarang BTM) pada tahun 1860-an. Saat itu Gunung Salak tertutup kabut. Foto: @infobogor_news
Dikutip dari setneg.go.id, Minggu (2/5/2021), pada periode 1750-1754 Istana Kepresidenan Bogor mengalami rusak berat saat masa pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Pasukan-pasukan Banten dengan gagah berani menyerang Kampong Baroe dan membakarnya. Kampong Baroe merupakan rumah peristirahatan Baron van Imhoff di Bogor yang dingin dan strategis. Tempat Baron van Imhoff yang sudah rusak berat diperbaiki kembali oleh penggantinya dengan tetap mempertahankan arsitektur asli.
Pada 1817, perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826) di mana di tengah-tengah gedung induk didirikan menara dan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya Bogor.
Baca juga: Ini 4 Pendapat Soal Asal Usul Nama Bogor
Tahun 1856-1861, bangunan Istana Bogor selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager. Kemudian, tahun 1870 Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para gubernur jenderal Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer, yang secara terpaksa harus menyerahkan istana kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang. Sebanyak 44 gubernur jenderal Belanda pernah menjadi penghuni Istana Kepresidenan Bogor.
Seperti juga gubernur jenderal Belanda, Presiden Soekarno menghabiskan akhir pekannya di Istana Bogor. Istana ini kemudian dirapikan Gubernur Jenderal Daendels. Dia juga membangun “Jalan Pos” di tengah-tengah medan tanjakan dengan menggunakan gerobak sapi untuk mengangkut bebatuan dan menghancurkan bukit-bukit.
Presiden Soekarno berbincang dengan istri keempatnya Ibu Hartini di Istana Bogor pada Februari 1965. Foto: AFP/@perfectlifeid
Gubernur jenderal pergi ke Bogor dengan kereta kuda yang ditarik 2-4 kuda. Belanda juga membangun Istana Cipanas di tempat yang lebih tinggi dan letaknya di Kabupaten Cianjur. Menjelang 17 Agustus, Soekarno selama beberapa hari tinggal di Istana Cipanas menyusun naskah pidato yang akan dia sampaikan di hadapan rakyat pada peringatan kemerdekaan.
Baca juga: Jembatan Merah Bogor, Tempat Kongkow Gubernur Jenderal Hindia Belanda Sambil Makan Doclang
Pada tahun 1912 diceritakan orang Belanda memiliki kebiasaan tamasya ke Bogor dari Batavia. Biasanya rekreasi dilakukan akhir pekan dan saat musim panas. Maklum hawa di Buitenzorg masih dingin dan sejuk.
Untuk mendukung liburan akhir pekan para petingginya, Belanda pun membangun Hotel Bellevue (sekarang Bogor Trade Mall/BTM), kemudian Hotel Salak yang berdekatan dengan Kebun Raya Bogor.
(jon)