Ini Alasan PN Tangerang Belum Cabut Perintah Eksekusi Lahan 45 Hektare
loading...
A
A
A
TANGERANG - Pengadilan Negeri Tangerang menerbitkan surat putusan eksekusi jalan seluas 45 hektare di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, pada 2020 lalu. Karena, pihak yang bersengketa telah sepakat berdamai.
Hal demikian disampaikan oleh Humas Pengadilan Negeri Tangerang, Arief Budi Cahyono. Kata dia, kedua pihak yang bersengketa yakni DM (48) dan MCP (61) merupakan mafia tanah dan tidak memiliki surat kepemilikan yang sah atas tanah 45 hektar tersebut.
"Proses persidangan perdata itu, begitu para pihak yang bersengketa hadir, berdasarkan Perma No 1 tahun 2016, harus menempuh proses mediasi sebelum diperiksa pokok perkaranya," ujar Arief saat dihubungi wartawan, Rabu (21/4/2021).
Arief mengatakan saat dilakukan mediasi, pihaknya yang bertindak sebagai mediator tidak melakukan pemeriksaan sejumlah alat bukti kepemilikan dari tanah yang bersengketa tersebut.
“Pada saat itu dua pihak yang bersengketa bersepakat melakukan mediasi sepakat untuk berdamai, mungkin mediator pada saat itu tidak memeriksa alat-alat bukti seperti dokumen-dokumen mepemilikan lahan 45 hektar, karena mereka sepakat berdamai," kata Arief.
"Mediator menganggap bila kedua belah pihak adalah pihak yang mempunyai legal standing dan kepentingan dengan lahan itu," sambungnya.
Arief menegaskan, dari hasil mediasi damai itulah akhirnya keluar surat putusan eksekusi lahan.
Ia pun mengaku baru mengetahui bahwa surat kedua pihak yang bersengketa tersebut adalah palsu setelah polisi melakukan penangkapan terhadap mafia tanah itu.
"Jadi bila ternyata kedua belah pihak tidak punya kopetensi dan kepentingan atas lahan itu adalah persoalan lain, karena saat melakukan mediasi kedua belah pihak mengaku memiki hak atas objek tersebut," pungkasnya.
Lihat Juga: Sopir Truk Ugal-ugalan Masih Dirawat di RSUD Kabupaten Tangerang usai Tabrak Mobil-Motor di Cipondoh
Hal demikian disampaikan oleh Humas Pengadilan Negeri Tangerang, Arief Budi Cahyono. Kata dia, kedua pihak yang bersengketa yakni DM (48) dan MCP (61) merupakan mafia tanah dan tidak memiliki surat kepemilikan yang sah atas tanah 45 hektar tersebut.
"Proses persidangan perdata itu, begitu para pihak yang bersengketa hadir, berdasarkan Perma No 1 tahun 2016, harus menempuh proses mediasi sebelum diperiksa pokok perkaranya," ujar Arief saat dihubungi wartawan, Rabu (21/4/2021).
Arief mengatakan saat dilakukan mediasi, pihaknya yang bertindak sebagai mediator tidak melakukan pemeriksaan sejumlah alat bukti kepemilikan dari tanah yang bersengketa tersebut.
“Pada saat itu dua pihak yang bersengketa bersepakat melakukan mediasi sepakat untuk berdamai, mungkin mediator pada saat itu tidak memeriksa alat-alat bukti seperti dokumen-dokumen mepemilikan lahan 45 hektar, karena mereka sepakat berdamai," kata Arief.
"Mediator menganggap bila kedua belah pihak adalah pihak yang mempunyai legal standing dan kepentingan dengan lahan itu," sambungnya.
Arief menegaskan, dari hasil mediasi damai itulah akhirnya keluar surat putusan eksekusi lahan.
Ia pun mengaku baru mengetahui bahwa surat kedua pihak yang bersengketa tersebut adalah palsu setelah polisi melakukan penangkapan terhadap mafia tanah itu.
"Jadi bila ternyata kedua belah pihak tidak punya kopetensi dan kepentingan atas lahan itu adalah persoalan lain, karena saat melakukan mediasi kedua belah pihak mengaku memiki hak atas objek tersebut," pungkasnya.
Lihat Juga: Sopir Truk Ugal-ugalan Masih Dirawat di RSUD Kabupaten Tangerang usai Tabrak Mobil-Motor di Cipondoh
(mhd)