27 Tahun Menunggu, Putusan KIP DKI Jakarta Berikan Kepastian Hukum Status Tanah Warga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Putusan mediasi Komisi Informasi DKI Jakarta berhasil memberikan kepastian hukum kepada Ahmad Falak (Pemohon) dalam mendapatkan informasi mengenai warkah tanah yang dibelinya sejak tahun 1994. Selama 27 tahun, status tanah belum ada kejelasan hukum karena saat pembuatan sertifikat, Badan Pertanahan Jakarta Selatan mengatakan bahwa tanah yang dibelinya itu sudah bersertifikat sejak tahun 1971.
"Dalam putusan mediasi kasus pertanahan ini, kami Majelis Komisioner memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi yang diminta Pemohon dengan memperlihatkan datanya dalam audiensi," kata Ketua Majelis Arya Sandhiyudha melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (14/4/2021).
Arya Sandhiyudha menjadi Ketua Majelis sedangkan Harry Ara Hutabarat dan Nelvia Gustina sebagai anggota Majelis serta Harminus sebagai Mediator terkait sengketa informasi pertanahan antara Ahmad Falak (Pemohon) melawan Badan Pertanahan Jakarta Selatan (Termohon).
Pasca pembacaan putusan pekan lalu, BPN Jaksel menuturkan bahwa pihaknya telah memberikan informasi yang diminta berupa dokumen warkah tanah Ahmad Falak dalam audiensi sebagai tindak lanjut atas putusan tersebut.
“Kami memberikan informasi yang diminta oleh Pemohon dalam audiensi beberapa waktu lalu. Jadi, kami sudah melaksanakan putusan Komisi Informasi DKI Jakarta. Dalam audiensi tersebut, kami membacakan bukti-bukti dan memperlihatkan dokumen warkah tanah Pak Ahmad Falak ” ungkap BPN Jaksel.
BPN Jaksel juga mengungkapkan bahwa dalam bukti yang disampaikan, ternyata ada indikasi bahwa Pak Ahmad Falak ditipu oleh penjual tanah. Tanah yang dibeli tahun 1994 tersebut, AJBnya hanya berdasarkan girik sedangkan di tanah tersebut sudah bersertifikat sejak tahun 1971.
Putusan Komisi Informasi DKI Jakarta ini sangat membantu Pemohon dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui status tanah yang dibelinya. Termohon akhirnya membuka informasi berupa warkah tanah tersebut kepada Pemohon.
“Adanya Komisi Informasi DKI Jakarta, sangat membantu kami dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Kami mendapatkan keadilan sebagai Pemohon. Mungkin jika tidak ada persidangan kemarin, mereka tidak akan memberikan informasinya karena selalu menganggap bahwa informasi tersebut termasuk yang dikecualikan ” ujar Pemohon.
Dengan diperlihatkannya warkah tanah yang dibeli Pemohon, Kuasa Pemohon mengungkapkan akhirnya Pihaknya dapat mengambil langkah hukum yang tepat untuk kasus ini.
Lanjutnya, “Memang betul, setelah kami diperlihatkan warkah tanahnya, ternyata ada indikasi bahwa client kami ini ditipu oleh Penjual. Awalnya, ketika client kami ingin mengajukan pembuatan sertifikat, diberitahu bahwa tanah yang dimaksud sudah ada nomor sertifikatnya. Pertanyaannya, dari mana orang tersebut bisa mendapatkan sertifikat padahal penjualnya sama? Makanya kami ingin mengetahui warkah tanah tersebut.”
"Sengketa informasi semacam ini banyak di DKI Jakarta, karena itulah kita secara spartan dan marathon berusaha menuntaskan Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) seluruh perkara yang ada sejak kami dilantik dalam 100 hari", kata Arya Sandhiyudha yang merupakan Komisioner Penyelesaian Sengketa Informasi.
Terdapat 23 perkara yang menjadi target 100 hari tersebut, dimana per perkara dapat berlangsung sekitar 4-8 persidangan.
"Tentu ini tidak mudah, butuh pengurbanan, namun Komisi Informasi harus melaksanakan tugas sejarahnya mengawal Keterbukaan Informasi di DKI Jakarta untuk Jakarta yang informatif," pungkas Arya Sandhiyudha.
Lihat Juga: Banyak Masyarakat Masih Menunggu Program PTSL, Bacaleg Partai Perindo Rianto Tambunan Siap Menjembatani
"Dalam putusan mediasi kasus pertanahan ini, kami Majelis Komisioner memerintahkan Termohon untuk memberikan informasi yang diminta Pemohon dengan memperlihatkan datanya dalam audiensi," kata Ketua Majelis Arya Sandhiyudha melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (14/4/2021).
Arya Sandhiyudha menjadi Ketua Majelis sedangkan Harry Ara Hutabarat dan Nelvia Gustina sebagai anggota Majelis serta Harminus sebagai Mediator terkait sengketa informasi pertanahan antara Ahmad Falak (Pemohon) melawan Badan Pertanahan Jakarta Selatan (Termohon).
Pasca pembacaan putusan pekan lalu, BPN Jaksel menuturkan bahwa pihaknya telah memberikan informasi yang diminta berupa dokumen warkah tanah Ahmad Falak dalam audiensi sebagai tindak lanjut atas putusan tersebut.
“Kami memberikan informasi yang diminta oleh Pemohon dalam audiensi beberapa waktu lalu. Jadi, kami sudah melaksanakan putusan Komisi Informasi DKI Jakarta. Dalam audiensi tersebut, kami membacakan bukti-bukti dan memperlihatkan dokumen warkah tanah Pak Ahmad Falak ” ungkap BPN Jaksel.
BPN Jaksel juga mengungkapkan bahwa dalam bukti yang disampaikan, ternyata ada indikasi bahwa Pak Ahmad Falak ditipu oleh penjual tanah. Tanah yang dibeli tahun 1994 tersebut, AJBnya hanya berdasarkan girik sedangkan di tanah tersebut sudah bersertifikat sejak tahun 1971.
Putusan Komisi Informasi DKI Jakarta ini sangat membantu Pemohon dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui status tanah yang dibelinya. Termohon akhirnya membuka informasi berupa warkah tanah tersebut kepada Pemohon.
“Adanya Komisi Informasi DKI Jakarta, sangat membantu kami dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Kami mendapatkan keadilan sebagai Pemohon. Mungkin jika tidak ada persidangan kemarin, mereka tidak akan memberikan informasinya karena selalu menganggap bahwa informasi tersebut termasuk yang dikecualikan ” ujar Pemohon.
Dengan diperlihatkannya warkah tanah yang dibeli Pemohon, Kuasa Pemohon mengungkapkan akhirnya Pihaknya dapat mengambil langkah hukum yang tepat untuk kasus ini.
Lanjutnya, “Memang betul, setelah kami diperlihatkan warkah tanahnya, ternyata ada indikasi bahwa client kami ini ditipu oleh Penjual. Awalnya, ketika client kami ingin mengajukan pembuatan sertifikat, diberitahu bahwa tanah yang dimaksud sudah ada nomor sertifikatnya. Pertanyaannya, dari mana orang tersebut bisa mendapatkan sertifikat padahal penjualnya sama? Makanya kami ingin mengetahui warkah tanah tersebut.”
"Sengketa informasi semacam ini banyak di DKI Jakarta, karena itulah kita secara spartan dan marathon berusaha menuntaskan Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) seluruh perkara yang ada sejak kami dilantik dalam 100 hari", kata Arya Sandhiyudha yang merupakan Komisioner Penyelesaian Sengketa Informasi.
Terdapat 23 perkara yang menjadi target 100 hari tersebut, dimana per perkara dapat berlangsung sekitar 4-8 persidangan.
"Tentu ini tidak mudah, butuh pengurbanan, namun Komisi Informasi harus melaksanakan tugas sejarahnya mengawal Keterbukaan Informasi di DKI Jakarta untuk Jakarta yang informatif," pungkas Arya Sandhiyudha.
Lihat Juga: Banyak Masyarakat Masih Menunggu Program PTSL, Bacaleg Partai Perindo Rianto Tambunan Siap Menjembatani
(mhd)