Museum Nasional, Perunggu Gajah Hadiah dari Raja Thailand

Rabu, 31 Maret 2021 - 09:20 WIB
loading...
Museum Nasional, Perunggu Gajah Hadiah dari Raja Thailand
Museum Gajah di Jakarta. Foto: Goodnewsfromindonesia.id
A A A
JAKARTA - DESTINASImuseum di masa pandemi seperti saat ini memang menjadi pilihan tersendiri bagi masyarakat Indonesia, terutama Jakarta. Dengan mengunjungi museum, kita dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas soal sejarah.

Karena, dari mengunjungi museum kita bisa mengetahui banyak barang dan bentuk yang menarik untuk dipelajari atau sekadar ingin mengetahuinya saja. Bahkan, dengan mengunjungi museum banyak manfaat yang kita petik.

Berdasarkan data yang dihimpun dari museumnasional.or.id, dan goodnewsfromindonesia.id, SINDOnews mencoba menggali asal muasal pembangunan Museum Nasional atau Museum Gajah yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat.

Museum yang berada di pusat Ibu Kota ini berada di sisi barat Monumen Nasional (Monas), bersebelahan dengan Kementerian Pertahanan (Menhan). Sejajar dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan tidak jauh dari Istana Negara yang juga berda di Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat.

Berdirinya Museum Nasional ini menjelang akhir abad ke-18. Saat itu, di Eropa tengah terjadi revolusi intelektual(the age of enlightenment)dimana pemikiran-pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan mulai berkembang. Pada tahun 1752 di Harlem, perkumpulan ilmiah Belanda bernamaDe Hollandsche Maatschappij der Wetenschappenberdiri.

Alasan ini yang mendorong pemerintah Belanda di Batavia atau saat ini Jakarta, untuk mendirikan organisasi sejenis bernamaBataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG)pada 24 April 1778. Dari lembaga yang bersifat independen ini, cikal bakal Museum Nasional terbentuk, dengan tujuan memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, khususnya biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah.

Selain itu, BG juga menerbitkan hasil-hasil penelitian. Semboyannya adalah“Ten Nutte van het Algemeen”yang berarti untuk kepentingan masyarakat umum. Salah seorang pendiri lembaga ini, JCM Radermacher. Dia menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, yang pada masa itu merupakan kawasan perdagangan penting di Batavia. Ia pun menyumbangkan koleksinya berupa benda-benda budaya dan buku-buku. Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal-bakal berdirinya museum dan perpustakaan.

Museum Nasional, Perunggu Gajah Hadiah dari Raja Thailand


Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untukLiterary Society(dulu disebut gedung “Societeit de Harmonie”). Alasan pembangunan gedung baru ini tak lain karena rumah di jalan Kalibesar sudah penuh dengan berbagai koleksi. Bangunan ini berlokasi di Jalan Majapahit Nomor 3. Sekarang di tempat ini berdiri kompleks gedung Sekretariat Negara, di dekat Istana Kepresidenan.

Alasan pembangunan gedung bari ini lantaran rumah di Jalan Kalibesar sudah tidak mampu menampung menampung koleksinya. Maka itu, Pada tahun 1862, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (dahulu disebutKoningsplein West).

Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschoolatau “Sekolah Tinggi Hukum”. (pernah dipakai untuk markas Kenpetai di masa pendudukan Jepang, dan sekarang Departemen Pertahanan dan Keamanan). Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada tahun 1868.

Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya “Gedung Gajah” atau “Museum Gajah” karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871. Kadang kala disebut juga “Gedung Arca” karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.

Pada tahun 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar “Koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadiKoninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Pada tanggal 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappendiubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya”.

Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada tanggal 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/ 0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.

Hingga saat ini Museum nasional menyimpan 160.000-an benda-benda bernilai sejarah yang terdiri dari 7 jenis koleksi Prasejarah, Arkeologi masa klasik atau Hindu-Budha; Numismatik dan Heraldik; Keramik; Etnografi, Geografi dan Sejarah. Kompleks Museum Nasional dibangun di atas tanah seluas 26.500 meter persegi dan hingga saat ini mempunyai 2 gedung.

Gedung A digunakan untuk ruang pamer serta penyimpanan koleksi. Sedangkan Gedung B, dikenal pula dengan sebutan Gedung Arca, yang dibuka secara resmi pada tanggal 20 Juni 2007 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selain digunakan untuk pameran juga digunakan untuk kantor, ruang konferensi, laboratorium dan perpustakaan.
(mhd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1145 seconds (0.1#10.140)