Kecanduan Ponsel, 2 Pelajar SMP Masuk Panti Rehabilitasi Mental di Bekasi
loading...
A
A
A
BEKASI - Dua anak di bawah umur yang masih duduk kursi Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjalani pemulihan mental di Panti Rehabilitasi Disabilitas Mental Al Fajar Berseri Jalan Kampung Pulo RT 04/037, Desa Sumber Jaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi , selama tahun 2020 akibat kecanduan game online via handphone.
Pendiri Panti Rehabilitasi Disabilitas Mental Al Fajar Berseri, Marsan Susanto mengatakan, selama tahun 2020 merawat pasien dengan latar belakang kecanduan handphone. Keduanya adalah W asal Lampung, dan M asal Cibitung, Kabupaten Bekasi.
Menurut Marsan, W datang dengan kondisi mental yang memprihatinkan yakni, berani melakukan kekerasan kepada orang tua saat ponselnya tidak memiliki kuota internet, atau saat daya ponsel melemah.
Saat ini W tak lagi sekolah, aktivitas sosialnya hanya di dalam telepon pintar miliknya. Sementara M, perhatiannya tidak bisa lepas dari telepon pintar. "Dibutuhkan sesuatu yang dapat menarik perhatiannya lebih dari ponsel, meskipun selama satu bulan berada di panti rehabilitasi, M belum lepas dari bayang-bayang ponsel," kata Marsa kepada wartawan Kamis (18/3/2021).
Marsan menuturkan, penyakit mental yang dialami oleh W dan M saat datang ke panti rehabilitasi sudah mengendap lama. Untuk itu, dia berkesimpulan ponsel sudah memakan korban sejak sebelum pandemi, bagi penderita gangguan mental lebih dulu datang kepada psikolog untuk konsultasi, kemudian menuju rumah sakit jiwa.
Jika tidak kunjung sembuh, baru mendatangi panti rehabilitasi, diprediksi pada masa pandemi ini banyak kejadian serupa.”Mereka sudah korban sejak awal, bukan disaat-saat online ini mereka kena. Tapi kemungkinan setelah putus sekolah normal, lalu pakai online itu, mungkin lebih banyak korbannya,” kata Marsan.
Saat seperti ini, ponsel menjadi kebutuhan mulai dari siswa Sekolah Dasar (SD) hingga orang dewasa. Terlebih, kebutuhan gawai mendesak untuk kegiatan pembelajaran. Maka dibutuhkan kejelihan orang tua selama memfasilitasi anak. Salah satu gejala awal, saat anak asik bermain gawai dalam waktu enam jam tanpa jeda.
Maka patut dicurigai sudah berada ditahap candu. Dampak dari penggunaan gawai dapat terlihat kemudian hari saat gejala semakin parah.”Apakah korban gawai ini bertambah atau berkurang, tapi saya tidak mau mengatakan itu, tapi kita lihat faktanya semua anak ini megang HP. Alasan utama karena sekarang ini belajarnya lewat online, disitulah mulai munculnya penyakit,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, peecandu gawai dirawat selama tahun 2020 sebanyak 2 anak, dan masing-masing anak membutuhkan waktu rehabilitasi 3 sampai 4 bulan dengan metode rehabilitasi dengan mengalihkan perhatian kepada permainan selain gawai.”Jadi wajib tidak memberikan akses sama sekali pada gawai, dan batasan gawai pada anak hanya dua jam,” ucapnya.
Akibat kecanduan gawai tersebut terjadinya kemarahan dan kebosanan, apalagi gangguan pola tidur dan kualitas tidur yang buruk sehingga menyebabkan depresi dan cemas. Kebanyakan masalah kesehatan dampak penggunaan psikologi terjadi hipersensitivitas gelombang elektro magnetik dan ketergantungan akut terhadap perangkat elektronik yang mengelilingi penderita.
Pendiri Panti Rehabilitasi Disabilitas Mental Al Fajar Berseri, Marsan Susanto mengatakan, selama tahun 2020 merawat pasien dengan latar belakang kecanduan handphone. Keduanya adalah W asal Lampung, dan M asal Cibitung, Kabupaten Bekasi.
Menurut Marsan, W datang dengan kondisi mental yang memprihatinkan yakni, berani melakukan kekerasan kepada orang tua saat ponselnya tidak memiliki kuota internet, atau saat daya ponsel melemah.
Saat ini W tak lagi sekolah, aktivitas sosialnya hanya di dalam telepon pintar miliknya. Sementara M, perhatiannya tidak bisa lepas dari telepon pintar. "Dibutuhkan sesuatu yang dapat menarik perhatiannya lebih dari ponsel, meskipun selama satu bulan berada di panti rehabilitasi, M belum lepas dari bayang-bayang ponsel," kata Marsa kepada wartawan Kamis (18/3/2021).
Marsan menuturkan, penyakit mental yang dialami oleh W dan M saat datang ke panti rehabilitasi sudah mengendap lama. Untuk itu, dia berkesimpulan ponsel sudah memakan korban sejak sebelum pandemi, bagi penderita gangguan mental lebih dulu datang kepada psikolog untuk konsultasi, kemudian menuju rumah sakit jiwa.
Jika tidak kunjung sembuh, baru mendatangi panti rehabilitasi, diprediksi pada masa pandemi ini banyak kejadian serupa.”Mereka sudah korban sejak awal, bukan disaat-saat online ini mereka kena. Tapi kemungkinan setelah putus sekolah normal, lalu pakai online itu, mungkin lebih banyak korbannya,” kata Marsan.
Saat seperti ini, ponsel menjadi kebutuhan mulai dari siswa Sekolah Dasar (SD) hingga orang dewasa. Terlebih, kebutuhan gawai mendesak untuk kegiatan pembelajaran. Maka dibutuhkan kejelihan orang tua selama memfasilitasi anak. Salah satu gejala awal, saat anak asik bermain gawai dalam waktu enam jam tanpa jeda.
Maka patut dicurigai sudah berada ditahap candu. Dampak dari penggunaan gawai dapat terlihat kemudian hari saat gejala semakin parah.”Apakah korban gawai ini bertambah atau berkurang, tapi saya tidak mau mengatakan itu, tapi kita lihat faktanya semua anak ini megang HP. Alasan utama karena sekarang ini belajarnya lewat online, disitulah mulai munculnya penyakit,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, peecandu gawai dirawat selama tahun 2020 sebanyak 2 anak, dan masing-masing anak membutuhkan waktu rehabilitasi 3 sampai 4 bulan dengan metode rehabilitasi dengan mengalihkan perhatian kepada permainan selain gawai.”Jadi wajib tidak memberikan akses sama sekali pada gawai, dan batasan gawai pada anak hanya dua jam,” ucapnya.
Akibat kecanduan gawai tersebut terjadinya kemarahan dan kebosanan, apalagi gangguan pola tidur dan kualitas tidur yang buruk sehingga menyebabkan depresi dan cemas. Kebanyakan masalah kesehatan dampak penggunaan psikologi terjadi hipersensitivitas gelombang elektro magnetik dan ketergantungan akut terhadap perangkat elektronik yang mengelilingi penderita.
(hab)