Penerapan Karantina Wilayah Tingkat RT/RW Dinilai Tak Efektif Atasi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah menerapkan isolasi terbatas dan karantina wilayah hingga skala mikro dinilai kurang tepat, walaupun masih bisa diterapkan.
Epidemiolog asal Griffith University Australia, Dicky Budiman menyatakan, seharusnya langkah atau kebijakan seperti itu dilakukan ketika penyebaran virus Corona (Covid-19) belum separah sekarang. Hal itu dikarenakan, dalam pengambilan kebijakan ada tiga hal yang dapat diperhatikan oleh pemerintah, yakni soal waktu, durasi, dan dosis.
"Memang bisa dilakukan usulan atau wacana ini. Tapi harus diketahui bahwa dalam menerapkan satu strategi itu ada prinsip dan pertimbangan yang dilihat. Pertama timingnya, waktu. Kedua durasi dan ketiga dosis. Dari sisi timing sebenarnya untuk karantina terbatas ini sudah lewat, untuk Pulau Jawa secara keseluruhan. Kalau dilakukannya pada April 2020 lalu bisa, tetapi saat ini maslahnya sudah jauh lebih besar," katanya sata dihubungi, Minggu (31/1/2021).
Dicky mengusulkan agar pemerintah seharusnya memilih penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai regulasi yakni lockdown untuk wilayah Pulau Jawa, ketimbang karantina terbatas. Lockdown Pulau Jawa, dianggap Dicky, sebagai alternatif yang ampuh guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19. "Ada pengaruhnya tetapi tidak akan signifikan. Sehingga yang bisa dilakukn kepada Pulau Jawa ini selain penguatan di aspek 3T perlu dilakukan PSBB atau lockdown," tuturnya.
Lockdown, kata Dicky bertujuan untuk menyempitkan waktu antara virus yang menyebar dengan upaya pemerintah melakukan tracing. Dia mempertegas bahwasanya pemilihan lockdown menjadi satu kesatuan yang tidak berdiri sendiri. "Lockdown maksudnya diadakan untuk membekukan supaya orang-orang enggak keluar, enggak menyebarkan. Supaya virus ini melambat, bukan berhenti. Virusnya tetap ada. Nah dengan adanya pembekuan itu dilakukan penguatan 3T itu," tuturnya.
Ketika dikonfirmasi lebih jauh ihwal respons masyarakat yang akan menolak jika diberlakukan lockdown, Dicky menjabarkan bahwa mau tidak mau hal tersebut harus dilakukan. Menurutnya, jika respons yang dikeluarkan pemerintah lambat, maka bukan hanya dampak pandemi yang diperparah, melainkan juga dapat merembet ke masalah ekonomi. "Respons terlambat akan makin menyebabkan perburukan pandemi dan ekonomi sekaligus, itu merugikan masyarakat. Kunci keberhasilan mengendalikan pandemi salah satunya adalah kecepatan dan ketepatan respons," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengungkapkan arahan terbaru Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait strategi penanganan Covid-19 di Indonesia. Strategi terbaru itu yakni, dengan mewacanakan kebijakan karantina wilayah terbatas hingga tingkatan RT atau RW.
Lihat Juga: KCI Masih Tunggu SE Kemenhub Soal Aturan Wajib Masker, Begini Kondisi di KRL Jabodetabek
Epidemiolog asal Griffith University Australia, Dicky Budiman menyatakan, seharusnya langkah atau kebijakan seperti itu dilakukan ketika penyebaran virus Corona (Covid-19) belum separah sekarang. Hal itu dikarenakan, dalam pengambilan kebijakan ada tiga hal yang dapat diperhatikan oleh pemerintah, yakni soal waktu, durasi, dan dosis.
"Memang bisa dilakukan usulan atau wacana ini. Tapi harus diketahui bahwa dalam menerapkan satu strategi itu ada prinsip dan pertimbangan yang dilihat. Pertama timingnya, waktu. Kedua durasi dan ketiga dosis. Dari sisi timing sebenarnya untuk karantina terbatas ini sudah lewat, untuk Pulau Jawa secara keseluruhan. Kalau dilakukannya pada April 2020 lalu bisa, tetapi saat ini maslahnya sudah jauh lebih besar," katanya sata dihubungi, Minggu (31/1/2021).
Dicky mengusulkan agar pemerintah seharusnya memilih penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai regulasi yakni lockdown untuk wilayah Pulau Jawa, ketimbang karantina terbatas. Lockdown Pulau Jawa, dianggap Dicky, sebagai alternatif yang ampuh guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19. "Ada pengaruhnya tetapi tidak akan signifikan. Sehingga yang bisa dilakukn kepada Pulau Jawa ini selain penguatan di aspek 3T perlu dilakukan PSBB atau lockdown," tuturnya.
Lockdown, kata Dicky bertujuan untuk menyempitkan waktu antara virus yang menyebar dengan upaya pemerintah melakukan tracing. Dia mempertegas bahwasanya pemilihan lockdown menjadi satu kesatuan yang tidak berdiri sendiri. "Lockdown maksudnya diadakan untuk membekukan supaya orang-orang enggak keluar, enggak menyebarkan. Supaya virus ini melambat, bukan berhenti. Virusnya tetap ada. Nah dengan adanya pembekuan itu dilakukan penguatan 3T itu," tuturnya.
Ketika dikonfirmasi lebih jauh ihwal respons masyarakat yang akan menolak jika diberlakukan lockdown, Dicky menjabarkan bahwa mau tidak mau hal tersebut harus dilakukan. Menurutnya, jika respons yang dikeluarkan pemerintah lambat, maka bukan hanya dampak pandemi yang diperparah, melainkan juga dapat merembet ke masalah ekonomi. "Respons terlambat akan makin menyebabkan perburukan pandemi dan ekonomi sekaligus, itu merugikan masyarakat. Kunci keberhasilan mengendalikan pandemi salah satunya adalah kecepatan dan ketepatan respons," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengungkapkan arahan terbaru Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait strategi penanganan Covid-19 di Indonesia. Strategi terbaru itu yakni, dengan mewacanakan kebijakan karantina wilayah terbatas hingga tingkatan RT atau RW.
Lihat Juga: KCI Masih Tunggu SE Kemenhub Soal Aturan Wajib Masker, Begini Kondisi di KRL Jabodetabek
(cip)