LPMI Desak Pemerintah Bubarkan FPI karena Dinilai Ancaman Negara

Sabtu, 21 November 2020 - 17:27 WIB
loading...
LPMI Desak Pemerintah Bubarkan FPI karena Dinilai Ancaman Negara
DPP Laskar Pemuda Muslim Indonesia (LPMI) menggelar aksi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (21/11/2020) siang. Aksi tersebut diikuti sekitar 100 orang. Mereka mendesak pemerintah membubarkan FPI. Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Laskar Pemuda Muslim Indonesia (DPP LPMI) mendesak pemerintah untuk membubarkan Front Pembela Islam ( FPI ).

Ketua DPP LPMI Abdillah Zain mengatakan, bukan sekali dua kali publik menyuarakan pembubaran FPI. Ormas Islam besutan Habib Rizieq Shihab (HRS) ini dinilai selalu menampilkan praktik radikalisme dan intoleran di tengah iklim kehidupan publik yang menginginkan kebebasan, keberagaman, dan keadaban. Bahkan, FPI oleh banyak ulama diyakini bukan representasi Islam. (Baca juga: Pangdam Jaya Ingin FPI Dibubarkan, PA 212: Ranah TNI Tidak Sampai Menilai Ormas)

Menurut dia, desakan pembubaran FPI sebelumnya juga banyak disampaikan sejumlah tokoh mulai dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hingga Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Apalagi, pascahabisnya masa SKT FPI, publik menandatangani petisi pembubaran FPI.

"Hingga sekarang, FPI adalah ormas terlarang karena status hukumnya yang tak terdaftar di Kementerian Dalam Negeri," ujarnya dalam orasinya saat menggelar aksi di depan Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (21/11/2020) siang. Aksi tersebut diikuti sekitar 100 orang.

Abdillah mengatakan, secara ideologis maupun praktik, FPI memang menjadi ancaman negara. Sejak kelahirannya pada 1988, FPI terus menerus menggoreng isu populisme kanan, identitas, dan khilafah sebagai bagian utama perjuangan mereka. Berbeda dengan ormas Islam moderat lain, FPI justru antidemokrasi dan cenderung memusuhi pemerintah. Setidaknya hal tersebut tergambar jelas dalam AD/ART FPI yang hingga kini menjadi sengkarut yang tak kunjung selesai.

"Perpanjangan izin atau Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI hingga kini belum juga jelas arahnya. Bangunan AD/ART FPI banyak disoal karena secara konkret setuju dan berjuang ke arah cita-cita khilafah," ungkapnya. (Baca juga: Tak Terdaftar di Kemendagri, FPI Sebut Tak Pernah Memanfaatkan SKT)

Menurut Abdillah, dalam pasal 6 AD/ART FPI, secara jelas disebutkan 'penerapan syariah Islam secara kafah dalam naungan khilafah Islamiah'. NKRI Bersyariah kemudian menjadi jargon yang terus digemborkan HRS dan ormasnya hingga kini.

Selain itu, dalam AD/ART FPI juga disebutkan soal pengamalan jihad. Dikatakan Abdillah, tafsir jihad ini memang menimbulkan sejumlah pertanyaan dan kekhawatiaran publik di tengah menguatnya isu right swing populism dan terorisme.

"Keberagaman dan toleransi di Indonesia yang memang sejak awal menjadi identitas inklusif Republik Indonesia akan sangat terancam. Apalagi, praktik terorisme dan paham-paham keagamaan yang eksklusif terus menjadi momok menakutkan di Indonesia," katanya.

Bahkan, beberapa waktu lalu Habib Rizieq menggunakan istilah 'potong leher' untuk penista agama. Seruan yang sarat kekerasan tersebut memang sering disebutkan HRS dalam sejumlah pidato-pidatonya yang cenderung provokatif dan menyulut api permusuhan. "Karena itu, Menteri Dalam Negeri menggantung pemberian SKT FPI hingga sekarang," tuturnya.

Secara hukum, FPI adalah ormas yang statusnya tak terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Pascaperpanjangan izin atau SKT FPI berakhir pada Juni 2019, status organisasi ini tidak jelas. Bukan ormas, bukan juga parpol. Meski demikian, aktivitas yang dilakukan kelompok FPI dan sejumlah organisasi sayapnya selalu antipemerintah dan tidak taat aturan hukum.

"Memang secara fakta, FPI hidup di Indonesia dan memiliki anggota. Tetapi, Indonesia sebagai negara hukum mengharuskan setiap warga negara untuk taat pada aturan hukum yang berlaku. Hal tersebut justru tak diindahkan oleh FPI, setidaknya terlihat dari sejumlah praktik yang dilakukan beberapa waktu lalu," ujar Abdillah. (Baca juga: Tangani Habib Rizieq dan FPI Gunakan TNI, Andi Arief: Negara Kalah)

Terakhir, kasus penuruan baliho bergambar HRS yang dilakukan oleh TNI atas perintah langsung Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman. Bukan hanya karena jumawa, FPI yang tak taat aturan seperti pembayaran pajak dan pemasangan asal baliho raksasa HRS, Pangdam Jaya juga mendesak FPI bubar jika tak taat aturan hukum. "Bagaimana pun desakan yang disampaikan Pangdam Jaya masuk akal dan konstitusional," katanya.

Karena itu, DPP LPMI mengambil sikap tegas. Pertama, mengecam keras FPI yang dengan sengaja melakukan tindakan tak taat aturan hukum di Indonesia. Kedua, mendukung Kementerian Dalam Negeri untuk membekukan perpanjangan izin SKT FPI sebagai organisasi radikal, mendukung khilafah, dan jihad. "Ketiga, mendesak pemerintah Indonesia segera membubarkan FPI karena menjadi ancaman negara dan anti-Pancasila," ujar Abdillah.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1927 seconds (0.1#10.140)