Jakarta Harus Menambah Jangkauan Transportasi Umum dan Jalur Sepeda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah pusat diminta membantu daerah dalam membangun dan mengembangkan jaringan transportasi massal . DKI Jakarta yang sudah memiliki aneka moda harus terus menambah jangkauan dan memperbaiki jalur sepeda.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, ada peran PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Awal penataan commuter line (CL) pada tahun 2013, jumlah penumpangnya 350.000 orang per hari.
Sekarang, jumlah penumpang transportasi berbasis rel itu telah mencapai 1.000.000 per hari. “Agar kesuksesan Jakarta membangun dan mengembangkan dapat terjadi di daerah lain, perlu komitmen bersama, khususnya dari pemerintah pusat dan daerah. Agak susah kalau tidak dibantu (pemerintah) pusat,” kata Djoko kepada SINDOnews, Rabu (11/11/2020).
Intervensi pemerintah pusat saja tidak cukup karena dalam pembangunan sistem transportasi massal, kepala daerah juga harus memiliki komitmen kuat. Tantangan lain pembangunan transportasi massal di daerah adalah anggaran minim, tidak sebesar DKI Jakarta. (Baca: Jakarta Bisa Jadi Laboratorium Transportasi Umum di Tanah Air)
Tahun lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan dibutuhkan anggaran sebesar Rp605 triliun untuk menambah armada, jangkauan Transjakarta, moda raya terpadu (MRT), dan light rail transit (LRT). Dana itu akan digunakan dalam waktu 10 tahun ke depan.
“Bagaimanapun Jakarta sudah bisa menjadi kota percontohan penataan transportasi perkotaan bagi kota-kota lain di Indonesia. Keberhasilan itu, sekali lagi, terwujud karena komitmen seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun swasta,” jelas Djoko.
Dalam 17 tahun terakhir, para pemimpin DKI Jakarta punya andil berbeda-beda. Sutiyoso menggebrak dengan memulai operasional Transjakarta. Lalu, Fauzi Bowo melanjutkan program itu dengan membuka koridor lain dan merintis pembangunan MRT di Lebak Bulus.
Joko Widodo menancapkan pembangunan MRT di Dukuh Atas, penataan trotoar, dan bus tingkat wisata. Basuki Tjahaja Purnama menuntaskan pembangunan 13 koridor Transjakarta, penggunaan bus lantai rendah, simpang susun semanggi, serta penataan dan pelebaran trotoar yang sebagian digunakan untuk jalur sepeda.
Semua terlihat sudah lengkap, tetapi DKI Jakarta perlu membenahi jalur sepeda. “Jalur sepeda yang kini disediakan masih perlu dipastikan faktor keamanan dan kenyamanannya bagi pengguna sepeda. Sekarang jalur sepeda tidak berkeselamatan, ini yang masih menjadi pekerjaan rumah,” tuturnya.
Lihat Juga: Ikuti Kebijakan Pusat, Pemprov DKI Jakarta Pastikan Program Bansos Tidak Berkaitan dengan Masa Pilkada
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, ada peran PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Awal penataan commuter line (CL) pada tahun 2013, jumlah penumpangnya 350.000 orang per hari.
Sekarang, jumlah penumpang transportasi berbasis rel itu telah mencapai 1.000.000 per hari. “Agar kesuksesan Jakarta membangun dan mengembangkan dapat terjadi di daerah lain, perlu komitmen bersama, khususnya dari pemerintah pusat dan daerah. Agak susah kalau tidak dibantu (pemerintah) pusat,” kata Djoko kepada SINDOnews, Rabu (11/11/2020).
Intervensi pemerintah pusat saja tidak cukup karena dalam pembangunan sistem transportasi massal, kepala daerah juga harus memiliki komitmen kuat. Tantangan lain pembangunan transportasi massal di daerah adalah anggaran minim, tidak sebesar DKI Jakarta. (Baca: Jakarta Bisa Jadi Laboratorium Transportasi Umum di Tanah Air)
Tahun lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan dibutuhkan anggaran sebesar Rp605 triliun untuk menambah armada, jangkauan Transjakarta, moda raya terpadu (MRT), dan light rail transit (LRT). Dana itu akan digunakan dalam waktu 10 tahun ke depan.
“Bagaimanapun Jakarta sudah bisa menjadi kota percontohan penataan transportasi perkotaan bagi kota-kota lain di Indonesia. Keberhasilan itu, sekali lagi, terwujud karena komitmen seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun swasta,” jelas Djoko.
Dalam 17 tahun terakhir, para pemimpin DKI Jakarta punya andil berbeda-beda. Sutiyoso menggebrak dengan memulai operasional Transjakarta. Lalu, Fauzi Bowo melanjutkan program itu dengan membuka koridor lain dan merintis pembangunan MRT di Lebak Bulus.
Joko Widodo menancapkan pembangunan MRT di Dukuh Atas, penataan trotoar, dan bus tingkat wisata. Basuki Tjahaja Purnama menuntaskan pembangunan 13 koridor Transjakarta, penggunaan bus lantai rendah, simpang susun semanggi, serta penataan dan pelebaran trotoar yang sebagian digunakan untuk jalur sepeda.
Semua terlihat sudah lengkap, tetapi DKI Jakarta perlu membenahi jalur sepeda. “Jalur sepeda yang kini disediakan masih perlu dipastikan faktor keamanan dan kenyamanannya bagi pengguna sepeda. Sekarang jalur sepeda tidak berkeselamatan, ini yang masih menjadi pekerjaan rumah,” tuturnya.
Lihat Juga: Ikuti Kebijakan Pusat, Pemprov DKI Jakarta Pastikan Program Bansos Tidak Berkaitan dengan Masa Pilkada
(hab)