Bendung Katulampa Pos Pemantau Debit Air Warisan Belanda

Minggu, 01 November 2020 - 11:32 WIB
loading...
Bendung Katulampa Pos Pemantau Debit Air Warisan Belanda
Bendung Katulampa, Bogor, salah satu peninggalan Belanda di Indonesia.Foto/SINDOnews/Haryudi
A A A
BOGOR - Banyak warisan bangunan bersejarah yang ditinggalkan Belanda saat menjajah Indonesia. Bahkan Bogor yang biasa disebut Buitenzorg (tempat persinggahan nyaman) atau secara harfiah disebut "Kota tanpa Rasa Risau", juga banyak peninggalan.

Di antaranya Bendung Katulampa. Dalam bahasa Sanskerta, Katulampa memiliki makna "batu hitam" atau "batu yang warnanya hitam". Bendung Katulampa yang terletak di Kota Bogor ini sudah dirancang sejak tahun 1908 oleh Ir Van Breen.

Adapun pembangunannya sendiri dimulai pada 16 April 1911 dengan menelan biaya pembangunan mencapai 80 ribu Gulden. Bendung Katulampa mulai beroperasi sejak 11 Oktober 1912 yang diresmikan oleh AW Frederick Idenburg selaku Gubernur Jenderal Hindia-Belanda saat itu.

Pada awal dibangunnya hingga sekarang, Bendung Katulampa hanya digunakan sebagai pos pemantau ketinggian/debit air di Sungai Ciliwung. Selain itu juga difungsikan untuk irigasi lahan persawahan seluas lebih kurang 5.000 hektar yang dulu banyak terdapat di sisi kiri dan kanan dari Bendung Katulampa. Pada musim hujan, debit air yang bisa ditampung di Bendung Katulampa mencapai 630 ribu liter air/detik.

Dari bendung ini, air Sungai Cilwung akan dialirkan melalui pintu air ke Kali Baru Timur, saluran irigasi yang dibangun bersamaan waktunya dengan pembangunan Bendung Katulampa. (Baca: Napak Tilas Museum Sumpah Pemuda, dari Indekos Menjadi Tempat Pergerakan)

Dari sini, air kemudian mengalir hingga ke Jakarta melalui sisi Jalan Raya Bogor, melintasi wilayah Cimanggis, Depok, Cilangkap, dan bermuara di Kali Besar, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pada masanya, air yang dialirkan melalui Kali Baru Timur ini sering digunakan sebagai pengairan untuk lahan persawahan yang berada di sepanjang Bogor- Jakarta.

Sampai era 90-an, lahan persawahan yang bisa ditemukan di wilayah Bogor dan Jakarta ini masih cukup banyak dengan luas sekitar 2.414 hektare. Namun seiring berjalannya waktu, lahan-lahan persawahan tersebut sebagian besar tidak bersisa. Daerah pesawahan yang hijau kini berganti menjadi kawasan permukiman, yang tersisa pun hanya kurang dari 70 hektare saja, itu pun tersebar di beberapa wilayah yang ada di Bogor, Cibinong dan pinggiran Jakarta.

Semakin hilangnya lahan persawahan, tentu mengurangi fungsi Bendung Katulampa yang dulu digunakan juga sebagai irigasi. Pada saat ini, Bendung Katulampa hanya berfungsi untuk memantau debit air saja, dan tidak bisa digunakan untuk mencegah apalagi mengurangi luapan air yang selalu datang di musim penghujan.

Manfaat atau pentingnya normalisasi sungai Ciliwung dalam mengatasi banjir di DKI Jakarta ditanggapi beragam sejumlah stakeholder terkait. Kepala Pengawas Petugas Jaga Bendung Katulampa, Andi Sudirman mengatakan, yang terpenting dalam mengatasi banjir kiriman dari Bogor ke DKI Jakarta adanya keselarasan kordinasi, komunikasi dan informasi dari hulu sampai hilir.

"Saya kira sangat penting intensifnya kordinasi pemerintah daerah maupun pusat baik hulu maupun hilir dalam mengatasi banjir DKI Jakarta yang diakibatkan meluapnya sungai Ciliwung," kata Andi saat ditemui SINDO di Pos Jaga Bendung Katulampa, Bogor Timur, Kota Bogor, beberapa waktu lalu. (Baca: Sejarah Jakarta, Disebut di Batu Tulis Purnawarman yang Berkembang Menjadi Bandar Besar)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1891 seconds (0.1#10.140)