Kemensos Ajak Pelajar Jakarta Terus Perangi Narkoba
loading...
A
A
A
JAKARTA - Generasi muda diminta untuk terus memerangi narkoba . Hal demikian disamoaikan oleh Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, Harry Hikmat dalam acara Web Seminar (Webinar) yang mengusung tema "Milenial Hebat Tanpa Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza)" bersama para siswa SMA Negeri 68 Jakarta.
Selain itu, dia juga mengapresiasi acara ini karena ini merupakan upaya bersama dalam mencegah Napza masuk di kalangan milenial. Selain itu, kegiatan ini menjadi sarana untuk memastikan ketahanan mental generasi muda terhadap paparan Napza. "Perang dengan narkoba tidak boleh berhenti," tegas Harry, Rabu (30/9/2020). ( )
Harry mengatakan, rehabilitasi sosial yang diamanatkan kepada Kemensos melalui Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bertujuan untuk meningkatkan dan mengembalikan fungsi sosial baik dalam kemampuan untuk melaksanakan peran, pemenuhan kebutuhan, pemecahan masalah dan aktualisasi diri.
Berdasarkan pernyataan Presiden RI Joko Widodo pada Kuliah Umum di Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 2014 menyebutkan juga sebanyak 40-50 generasi muda meninggal setiap harinya akibat penyalahgunaan Napza. Kemudian, data Badan Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2019 menyebutkan sebanyak 2,29 juta pelajar di 13 Ibukota Provinsi yang menjadi korban penyalahgunaan Napza. ( )
Pelaksana Tugas Direktur Rehabilitasi Sosial Napza, Idit Supriadi Priatna yang hadir dalam kegiatan ini membenarkan hal tersebut. Dirinya menambahkan fakta yang mencengangkan bahwa generasi milenial pada rentang usia 15-35 Tahun merupakan salah satu kelompok yang rentan terpapar Napza.
Kerugian Negara mencapai 84,7 Triliun per tahun yang mencakup kerugian akibat pembelian narkoba. kerugian biaya pengobatan, kerugian biaya rehabilitasi dan biaya lainnya. Berdasarkan hal-hal tersebut Presiden RI menyatakan Indonesia Darurat Narkoba.
Harry menjelaskan bahwa perlu dipahami bersama mengapa individu menyalahgunakan Napza. "Dari faktor individu bisa jadi karena coba-coba, tidak berfikir akibat, ikut tren, ingin terlihat hebat, ingin diterima di dalam kelompok, tidak mampu menghadapi tekanan hingga ingin bersenang-senang, lari dari masalah," jelasnya.
Sedangkan terdapat juga faktor keluarga yang mempengaruhi individu menyalahgunakan Napza. Mulai dari pola asuh orang tua yang terlalu keras, hubungan antar anggota keluarga yang tidak lancar, orang tua terlalu sibuk hingga kondisi orang tua yang tidak harmonis atau bercerai.
Harry melanjutkan bahwa faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap penyalahgunaan Napza, seperti kondisi lingkungan yang tidak kondusif, permisif, apatis dan individualis, lingkungan dengan kepadatan penduduk yang melebihi batas dan sistem pengawasan tidak ketat baik oleh guru di sekolah maupun oleh tokoh masyarakat di lingkungan rumah.
Beragam kondisi akibat penggunaan Napza dapat terlihat seperti adaptasi tubuh yang terus membutuhkan dosis tinggi, putus zat atau sakaw, overdosis yang menimbulkan gangguan kesadaran, pola pikir, persepsi perasaan dan perilaku dan sugesti berupa dorongan yang sangat kuat untuk memakai zat kembali meskipun sudah lama tidak menggunakan.
Selain itu, penggunaan Napza juga dapat berakibat munculnya penyakit seperti gangguan jiwa, TBC, hepatitis B/C hingga HIV/AIDS akibat penggunaan jarum suntik secara bergantian.
Harry mengarahkan ketika anak, kerabat maupun tetangga terlanjur menjadi korban penyalahgunaan Napza, maka segera laporkan ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) terdekat yang merupakan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) atau yayasan yang menangani korban penyalahgunaan Napza. IPWL merupakan mitra Kemensos dan kini jumlahnya 189 IPWL di seluruh Indonesia.
Kemensos melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza memberikan layanan sosial bagi korban penyalahgunaan Napza.
Layanan sosial tersebut adalah Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) Korban Penyalahgunaan Napza melalui tiga pendekatan, yaitu berbasis keluarga (keluarga inti, keluarga kerabat atau keluarga pengganti), berbasis komunitas (LKS/yayasan/IPWL) dan atau berbasis residensial (Balai/Loka/UPTD).
Bentuk rehabilitasi sosial yang diberikan berupa terapi individu dan terapi sosial. Terapi individu dilakukan melalui pemberian motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan pengasuhan, terapi fisik, mental dan spiritual, terapi psikososial, pelayanan aksesibilitas, vokasional training dan kewirausahaan.
Sedangkan terapi sosial bisa diberikan melalui penyiapan keluarga seperti reunifikasi keluarga, konseling keluarga, parenting skill, mediasi keluarga dan penguatan keluarga. Penyiapan masyarakat juga penting melalui sosialisasi dan kampanye sosial dan pengembangan masyarakat.
Harry menambahkan bahwa sekolah juga memiliki peran dalam pencegahan penyalahgunaan Napza. Peran tersebut bisa sebagai counseling agency, yaitu memaksimalkan peran pekerja sosial, guru BK dan mengembangkan berbagai bentuk program pelatihan. Peran sebagai advocacy agency, yaitu mengadvokasi dengan cara mendampingi, membantu, melindungi dan membela agar tidak gampang menyerah kepada pengedar narkoba.
Peran lainnya yaitu advisory agency, yaitu guru BK dan psikolog berperan aktif dalam berbagai tindakan preventif. Terakhir, peran sebagai mediating agency, yaitu memediasi pihak yang terlibat agar ada upaya terpadu dan sinergis.
Upaya pencegahan juga dapat dilakukan di sekolah. Harry mengatakan bahwa perlu memberi edukasi tentang bahaya dan akibat penyalahgunaan Napza, melibatkan siswa dalam upaya pencegahan, melatih siswa untuk menolak tawaran memakai narkoba, menyediakan ekstrakurikuler bagi siswa, meningkatkan kegiatan konseling dan penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari-hari.
Harry juga memberikan tips kepada siswa agar menjauhi narkoba dengan cara pandai memilih teman atau bergaul, belajar membedakan yang baik dan yang salah, tingkatkan iman dan taqwa, narkoba adalah candu dan merugikan serta terus ikuti informasi cara pencegahan penyalahgunaan Napza.
"Masa depan bangsa kita akan maju dan hebat dengan catatan tidak melakukan tindakan buruk, yaitu dengan sengaja menggunakan narkoba yang penuh resiko dan membahayakan Bangsa dan Negara," pungkas Harry kepada seluruh siswa peserta webinar.
Kegiatan ini dihadiri oleh 114 peserta yang terdiri dari siswa-siswi serta Kepala Sekolah SMA 68 Jakarta beserta jajarannya, tim dari BNN dan dari beberapa perwakilan IPWL.
Selain itu, dia juga mengapresiasi acara ini karena ini merupakan upaya bersama dalam mencegah Napza masuk di kalangan milenial. Selain itu, kegiatan ini menjadi sarana untuk memastikan ketahanan mental generasi muda terhadap paparan Napza. "Perang dengan narkoba tidak boleh berhenti," tegas Harry, Rabu (30/9/2020). ( )
Harry mengatakan, rehabilitasi sosial yang diamanatkan kepada Kemensos melalui Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bertujuan untuk meningkatkan dan mengembalikan fungsi sosial baik dalam kemampuan untuk melaksanakan peran, pemenuhan kebutuhan, pemecahan masalah dan aktualisasi diri.
Berdasarkan pernyataan Presiden RI Joko Widodo pada Kuliah Umum di Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 2014 menyebutkan juga sebanyak 40-50 generasi muda meninggal setiap harinya akibat penyalahgunaan Napza. Kemudian, data Badan Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2019 menyebutkan sebanyak 2,29 juta pelajar di 13 Ibukota Provinsi yang menjadi korban penyalahgunaan Napza. ( )
Pelaksana Tugas Direktur Rehabilitasi Sosial Napza, Idit Supriadi Priatna yang hadir dalam kegiatan ini membenarkan hal tersebut. Dirinya menambahkan fakta yang mencengangkan bahwa generasi milenial pada rentang usia 15-35 Tahun merupakan salah satu kelompok yang rentan terpapar Napza.
Kerugian Negara mencapai 84,7 Triliun per tahun yang mencakup kerugian akibat pembelian narkoba. kerugian biaya pengobatan, kerugian biaya rehabilitasi dan biaya lainnya. Berdasarkan hal-hal tersebut Presiden RI menyatakan Indonesia Darurat Narkoba.
Harry menjelaskan bahwa perlu dipahami bersama mengapa individu menyalahgunakan Napza. "Dari faktor individu bisa jadi karena coba-coba, tidak berfikir akibat, ikut tren, ingin terlihat hebat, ingin diterima di dalam kelompok, tidak mampu menghadapi tekanan hingga ingin bersenang-senang, lari dari masalah," jelasnya.
Sedangkan terdapat juga faktor keluarga yang mempengaruhi individu menyalahgunakan Napza. Mulai dari pola asuh orang tua yang terlalu keras, hubungan antar anggota keluarga yang tidak lancar, orang tua terlalu sibuk hingga kondisi orang tua yang tidak harmonis atau bercerai.
Harry melanjutkan bahwa faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap penyalahgunaan Napza, seperti kondisi lingkungan yang tidak kondusif, permisif, apatis dan individualis, lingkungan dengan kepadatan penduduk yang melebihi batas dan sistem pengawasan tidak ketat baik oleh guru di sekolah maupun oleh tokoh masyarakat di lingkungan rumah.
Beragam kondisi akibat penggunaan Napza dapat terlihat seperti adaptasi tubuh yang terus membutuhkan dosis tinggi, putus zat atau sakaw, overdosis yang menimbulkan gangguan kesadaran, pola pikir, persepsi perasaan dan perilaku dan sugesti berupa dorongan yang sangat kuat untuk memakai zat kembali meskipun sudah lama tidak menggunakan.
Selain itu, penggunaan Napza juga dapat berakibat munculnya penyakit seperti gangguan jiwa, TBC, hepatitis B/C hingga HIV/AIDS akibat penggunaan jarum suntik secara bergantian.
Harry mengarahkan ketika anak, kerabat maupun tetangga terlanjur menjadi korban penyalahgunaan Napza, maka segera laporkan ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) terdekat yang merupakan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) atau yayasan yang menangani korban penyalahgunaan Napza. IPWL merupakan mitra Kemensos dan kini jumlahnya 189 IPWL di seluruh Indonesia.
Kemensos melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza memberikan layanan sosial bagi korban penyalahgunaan Napza.
Layanan sosial tersebut adalah Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) Korban Penyalahgunaan Napza melalui tiga pendekatan, yaitu berbasis keluarga (keluarga inti, keluarga kerabat atau keluarga pengganti), berbasis komunitas (LKS/yayasan/IPWL) dan atau berbasis residensial (Balai/Loka/UPTD).
Bentuk rehabilitasi sosial yang diberikan berupa terapi individu dan terapi sosial. Terapi individu dilakukan melalui pemberian motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan pengasuhan, terapi fisik, mental dan spiritual, terapi psikososial, pelayanan aksesibilitas, vokasional training dan kewirausahaan.
Sedangkan terapi sosial bisa diberikan melalui penyiapan keluarga seperti reunifikasi keluarga, konseling keluarga, parenting skill, mediasi keluarga dan penguatan keluarga. Penyiapan masyarakat juga penting melalui sosialisasi dan kampanye sosial dan pengembangan masyarakat.
Harry menambahkan bahwa sekolah juga memiliki peran dalam pencegahan penyalahgunaan Napza. Peran tersebut bisa sebagai counseling agency, yaitu memaksimalkan peran pekerja sosial, guru BK dan mengembangkan berbagai bentuk program pelatihan. Peran sebagai advocacy agency, yaitu mengadvokasi dengan cara mendampingi, membantu, melindungi dan membela agar tidak gampang menyerah kepada pengedar narkoba.
Peran lainnya yaitu advisory agency, yaitu guru BK dan psikolog berperan aktif dalam berbagai tindakan preventif. Terakhir, peran sebagai mediating agency, yaitu memediasi pihak yang terlibat agar ada upaya terpadu dan sinergis.
Upaya pencegahan juga dapat dilakukan di sekolah. Harry mengatakan bahwa perlu memberi edukasi tentang bahaya dan akibat penyalahgunaan Napza, melibatkan siswa dalam upaya pencegahan, melatih siswa untuk menolak tawaran memakai narkoba, menyediakan ekstrakurikuler bagi siswa, meningkatkan kegiatan konseling dan penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari-hari.
Harry juga memberikan tips kepada siswa agar menjauhi narkoba dengan cara pandai memilih teman atau bergaul, belajar membedakan yang baik dan yang salah, tingkatkan iman dan taqwa, narkoba adalah candu dan merugikan serta terus ikuti informasi cara pencegahan penyalahgunaan Napza.
"Masa depan bangsa kita akan maju dan hebat dengan catatan tidak melakukan tindakan buruk, yaitu dengan sengaja menggunakan narkoba yang penuh resiko dan membahayakan Bangsa dan Negara," pungkas Harry kepada seluruh siswa peserta webinar.
Kegiatan ini dihadiri oleh 114 peserta yang terdiri dari siswa-siswi serta Kepala Sekolah SMA 68 Jakarta beserta jajarannya, tim dari BNN dan dari beberapa perwakilan IPWL.
(mhd)