Kasus Penyerangan Mapolsek Ciracas, Perlu Investigasi Independen

Senin, 07 September 2020 - 07:15 WIB
loading...
Kasus Penyerangan Mapolsek...
Kondisi Mapolsek Ciracas Pascapenyerangan oleh oknum anggota TNI. Foto/MNC News Portal/Fahreza Rizky
A A A
Bhakti Eko Nugroho
Pengajar di Departemen Kriminologi Universitas Indonesia

Sabtu dini hari lalu, 28 Agustus 2020, kantor Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Ciracas , Jakarta Timur menjadi sasaran penyerangan dan pengerusakan. Bangunan gedung terbakar dan sejumlah kendaraan rusak berat. Dua anggota Polri mengalami luka. Sejumlah pertokoan hingga gerobak milik warga di sepanjang Jalan Raya Bogor juga menjadi target pengerusakan. Belakangan diketahui puluhan oknum prajurit TNI terlibat dalam insiden tersebut. Bahkan 29 diantaranya ditetapkan sebagai tersangka.

Untung saja pimpinan TNI dan Polri cepat bertindak. Sebab bisa jadi peristiwa yang meresahkan publik itu, jika tidak cepat ditangani dengan baik dapat berpotensi meluas dan tereskalasi. Terlebih, peristiwa ini melibatkan oknum dari institusi yang seharusnya bertanggung jawab dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat. (Baca: Turki Peringatkan Perang dengan Yunani Tinggal Masalah Waktu)

Apresiasi perlu disampaikan atas langkah yang diambil pimpinan TNI dan Polri dalam merespons kejadian penyerangan tersebut yang tidak hanya cepat dan taktis, namun juga elegan. Dalam beberapa kesempatan saat menangani peristiwa ini, pimpinan TNI dan Polri mendemonstrasikan simbol soliditas dua aktor keamanan utama di Republik ini.

Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Panglima Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta melakukan pengecekan secara bersama-sama lokasi peristiwa pada waktu subuh di hari kejadian. Satu hari pascaperistiwa (Minggu, 30 Agustus 2020), Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis tampil bersama menyampaikan instruksi agar seluruh anggota TNI dan Polri tidak terprovokasi.

Sikap dan pernyataan pimpinan dua institusi tersebut kemudian digenapi dengan upaya konkrit penyelidikan kasus. Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) merilis tindak lanjut pemeriksaan pada 3 September 2020. Dari pemeriksaan terhadap 51 prajurit TNI, 29 diantaranya ditetapkan tersangka.

Hasil pendalaman yang dilakukan Puspomad menunjukan bahwa motif para tersangka adalah balas dendam terhadap kejadian kecelakaan yang menimpa salah satu anggota TNI (Prada MI) meskipun informasi tersebut tidak benar. Para pelaku tidak percaya pada keterangan dan penjelasan polisi mengenai penyebab kecelakaan Prada MI.

Semangat korsa ditambah pengaruh provokasi berita yang tidak benar turut menjadi temuan yang dianggap memengaruhi perilaku kekerasan yang dilakukan oleh para tersangka. Kemajuan penting lain dari penanganan kasus yang telah dilakukan TNI adalah keputusan agar kerusakan barang yang ditimbulkan akibat peristiwa yang terjadi dibebankan kepada para pelaku. (Baca juga: Jam Tangan Misterius Kurt Cobain yang Tak Banyak Orang Tahu)

Terlepas dari upaya dan kemajuan yang telah diinisiasi baik oleh TNI maupun Polri dalam mengungkap kasus sesuai dengan kewenangan masing-masing, penyelidikan secara independen yang dilakukan lembaga resmi negara di luar kedua institusi tersebut tetap diperlukan.

Penyelidikan independen akan melengkapi dan menambahkan fakta-fakta yang dikumpulkan TNI dalam pengembangan peristiwa dan penetapan hukuman kepada pihak-pihak yang terbukti bersalah.

Temuan-temuan dari penyelidikan di luar TNI dan Polri ini tentunya akan memperkaya fakta-fakta mengenai peristiwa, khususnya data dan informasi yang diperoleh dari saksi yang berasal dari kalangan sipil.

Disamping itu, penyelidikan independen diharapkan dapat menyentuh aspek yang belum diperhatikan dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan TNI. Salah satu aspek yang belum terlihat adalah evaluasi terhadap mekanisme kendali prajurit pada saat hari H kejadian.

Bagaimana para tersangka mengonsolidasikan diri? bagaimana pergerakan banyak orang yang terlibat dapat terlepas dari pantauan atasan? Padahal, dengan pernah terjadinya insiden serupa penyerangan kantor Mapolsek tanggal 12 Desember 2018 yang juga melibatkan oknum anggota TNI, seharusnya mekanisme kendali dan sistem “alarm” pencegahan berjalan lebih efektif. (Baca juga: Menanti 10 Tahun Zaskia Sungkar Akhirnya Hamil)

Penyelidikan independen akan memberikan informasi sekaligus memberikan evaluasi dan masukan mengenai model kendali prajurit untuk mencegah insiden serupa berulang di masa yang akan datang.

Selanjutnya investigasi independen di luar yang dilakukan oleh TNI dalam memeriksa kasus kekerasan yang terjadi adalah dalam rangka menghadirkan masukan resmi dalam menjelaskan akar permasalahan yang lebih luas dan fundamental.

Empat motif para pelaku yang disebutkan oleh Puspomad cenderung bersifat “situasional”. Penyelidikan independen diharapkan mampu mengurai motif lain yang lebih mendasar.

Pascapencabutan doktrin Dwifungsi ABRI saat periode reformasi berjalan, ruang gerak institusi TNI relatif lebih terbatas dibadingkan Polri. Dengan intensitas interaksi masyarakat yang lebih tinggi, personel militer meyakini bahwa petugas kepolisian mendapatkan lebih banyak kompensasi finansial (Gumelar, 2020).

Di luar penyebab situasional seperti provokasi dan penyebaran berita bohong yang telah ditemukan dari hasil penyelidikan TNI, sebab-sebab perbuatan oknum pelaku yang terkait dengan sudut pandang terhadap kesejahteraan adalah soal lain yang perlu diurai dan dicarikan jalan keluar. (Baca juga: Jelang Musim Baru, Pioli Cemaskan Pertahanan AC Milan)

Barangkali, persepsi bahwa anggota Polri lebih sejahtera dari prajurit TNI lalu menimbulkan kecemburuan dan kesenjangan benar-benar ada. Pembuktian akan adanya variabel ini sebagai faktor yang memengaruhi terjadinya kekerasan akan lebih ideal apabila dilakukan oleh lembaga selain TNI dan Polri.

Sehingga upaya penyelidikan akan mengungkap motif-motif situasional yang memengaruhi oknum prajurit TNI melakukan pengrusakan kantor Mapolsek Ciracas sekaligus memeriksa apakah kekerasan tersebut juga merupakan ekspresi ketidakpuasan atas kesenjangan yang terjadi.

Investigasi

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) merupakan lembaga resmi negara yang memiliki mandat dan fungsi untuk melakukan pemeriksaan atas peristiwa penyerangan Mapolsek Ciracas ini.

Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM menjelaskan bahwa Komnas HAM bertugas dan berwenang untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.

Perbuatan para pelaku tidak hanya merugikan dan mencoreng nama baik institusi TNI, tapi juga mengusik hak atas rasa aman masyarakat yang merupakan bagian dari perangkat hak asasi. Kalau institusi kepolisian yang juga memiliki akses terhadap alat-alat kekerasan bisa diganggu pelaku, bagaimana dengan masyarakat sipil biasa yang tidak punya otoritas? (Lihat videonya: Kemarau Panjang, Warga Kabupaten Bekasi Mengalami Kekeringan)

Terlibatnya Komnas HAM dalam pemantauan dan pemeriksaan insiden ini juga merupakan wujud bekerjanya prosedur pelaksanaan dan perlindungan HAM. TNI dan Polri juga sepatutnya menyambut baik jika Komnas HAM memulai inisiatif penyelidikan ini. Rekomendasi yang diterbitkan oleh Komnas HAM akan menjadi masukan penting untuk perbaikan kelembagaan ke depan.

Menjadi benar apa yang disampaikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andhika dalam merespon peristiwa ini. Lebih baik kehilangan sedikit aparat yang tingkah lakunya tidak mencerminkan sumpah yang diucapkan, dari pada nama instusi yang akan terus rusak oleh tingkah laku tidak bertanggung jawab para oknum.
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1766 seconds (0.1#10.140)