DPR Minta Anies Berikan Penjelasan Soal Larangan Gelar Pertemuan di Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menjelaskan lebih detail mengenai larangan kegiatan pertemuan menyusul merebaknya isu Covid-19 setelah dua orang terdeteksi positif virus asal Wuhan , China ini.
"Setelah Gubernur Anies menyinggung soal larangan pertemuan dan tidak akan memberikan izin keramaian membuat para pelaku industri MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition-Red) bingung, dan banyak pertemuan dibatalkan. Ini bisa mematikan industri MICE, dan ini justru akan memperburuk kondisi ekonomi lokal maupun nasional," kata Evita di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Sehubungan dengan itu, Evita menyampaikan sejumlah hal untuk menjadi koreksi bagi Pemprov DKI Jakarta yang intinya bagaimana agar Anies Baswedan dan jajarannya bisa tetap menjaga kewaspadaan terhadap penyebaran virus corona di satu sisi, namun dengan tetap tetap mengembangkan dinamika bisnis dan industri di daerah khususnya di DKI Jakarta di sisi yang lain.
Pertama, menurut Evita, industri membutuhkan klarifikasi atau penjelasan dari Gubernur DKI Jakarta yang di berbagai media mengatakan tidak akan mengeluarkan izin keramaian baru, dan meninjau pertemuan skala besar. ”Apa yang dimaksud dengan izin keramaian baru dan pertemuan skala besar itu sehingga tidak menimbulkan kekeliruan dan panik di lapangan,” katanya.
Kedua, apabila betul kebijakan melarang event pertemuan itu dilakukan DKI Jakarta, maka hal itu bertentangan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pada 25 Februari 2020 lalu menginstruksikan agar industri pariwisata dalam negeri memaksimalkan dan menumbuhkan kegiatan konferensi dalam negeri, MICE di daerah-daerah tersebut sebagai antisipasi dampak ekonomi corona terhadap pariwsiata.
Langkah Presiden Jokowi ini dilakukan selain pemberian insentif insentif antara lain diskon tiket pesawat, insentif maskapai dan agen perjalanan, insentif bebas pajak hotel dan restoran. Dalam hal ini, Evita berharap agar Pemprov DKI Jakarta bisa melakukan koordinasi dengan pusat sehingga tidak terkesan kebijakan berjalan sendiri-sendiri.
Ketiga, para pelaku industri MICE bisa memahami jika dilakukan pembatalan terhadap pertemuan internasional (international meeting), apalagi jika pesertanya berasal dari negara yang terinfeksi virus corona. Tapi untuk pertemuan yang murni domestik, dan jumlah pesertanya pun relatif lebih kecil, sebaiknya tetap diadakan.
"Bahwa kita perlu kewaspadaan, itu betul, kita bisa antisipasi agar pesertanya aware dengan kesehatan. Kalau pertemuan ini dilarang mereka akan bertanya bagaimana dengan mal yang banyak orang, bagaimana dengan angkutan umum seperti MRT, KRL dan lainnya? Kan ini tidak fair," tanya Evita lagi.
Keempat, untuk mendukung kewaspadaan, disarankan agar dalam setiap event pertemuan dilakukan pemeriksaan suhu tubuh peserta sebelum masuk ke ruang pertemuan. Kemudian menyediakan hand sanitizer di setiap sudut ruangan, termasuk dengan mempersiapkan peralatan dan tenaga medis. Jadi bukan dengan mematikan industrinya.
Kelima, industri MICE menjadi industri yang menjadi lokomotif dalam menghadapi kondisi yang memburuk akibat kejadian bencana atau yang merugikan. Dengan menggelar lebih banyak pertemuan di destinasi yang terdampak akan membuat bangkitnya industri lain di daerah karena industri MICE disokong oleh banyak bidang usaha lain seperti hotel, transportasi, restoran, souvenir, travel, pedagang, dan lainnya.
"Sekali lagi jangan mematikan industrinya, bahwa kita harus antisipasi ya. Tetap perlu kewaspadaan tapi di sisi lain kita harus menjaga industrinya tetap hidup agar ekonomi bisa tetap berjalan," kata Evita.
"Setelah Gubernur Anies menyinggung soal larangan pertemuan dan tidak akan memberikan izin keramaian membuat para pelaku industri MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition-Red) bingung, dan banyak pertemuan dibatalkan. Ini bisa mematikan industri MICE, dan ini justru akan memperburuk kondisi ekonomi lokal maupun nasional," kata Evita di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Sehubungan dengan itu, Evita menyampaikan sejumlah hal untuk menjadi koreksi bagi Pemprov DKI Jakarta yang intinya bagaimana agar Anies Baswedan dan jajarannya bisa tetap menjaga kewaspadaan terhadap penyebaran virus corona di satu sisi, namun dengan tetap tetap mengembangkan dinamika bisnis dan industri di daerah khususnya di DKI Jakarta di sisi yang lain.
Pertama, menurut Evita, industri membutuhkan klarifikasi atau penjelasan dari Gubernur DKI Jakarta yang di berbagai media mengatakan tidak akan mengeluarkan izin keramaian baru, dan meninjau pertemuan skala besar. ”Apa yang dimaksud dengan izin keramaian baru dan pertemuan skala besar itu sehingga tidak menimbulkan kekeliruan dan panik di lapangan,” katanya.
Kedua, apabila betul kebijakan melarang event pertemuan itu dilakukan DKI Jakarta, maka hal itu bertentangan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pada 25 Februari 2020 lalu menginstruksikan agar industri pariwisata dalam negeri memaksimalkan dan menumbuhkan kegiatan konferensi dalam negeri, MICE di daerah-daerah tersebut sebagai antisipasi dampak ekonomi corona terhadap pariwsiata.
Langkah Presiden Jokowi ini dilakukan selain pemberian insentif insentif antara lain diskon tiket pesawat, insentif maskapai dan agen perjalanan, insentif bebas pajak hotel dan restoran. Dalam hal ini, Evita berharap agar Pemprov DKI Jakarta bisa melakukan koordinasi dengan pusat sehingga tidak terkesan kebijakan berjalan sendiri-sendiri.
Ketiga, para pelaku industri MICE bisa memahami jika dilakukan pembatalan terhadap pertemuan internasional (international meeting), apalagi jika pesertanya berasal dari negara yang terinfeksi virus corona. Tapi untuk pertemuan yang murni domestik, dan jumlah pesertanya pun relatif lebih kecil, sebaiknya tetap diadakan.
"Bahwa kita perlu kewaspadaan, itu betul, kita bisa antisipasi agar pesertanya aware dengan kesehatan. Kalau pertemuan ini dilarang mereka akan bertanya bagaimana dengan mal yang banyak orang, bagaimana dengan angkutan umum seperti MRT, KRL dan lainnya? Kan ini tidak fair," tanya Evita lagi.
Keempat, untuk mendukung kewaspadaan, disarankan agar dalam setiap event pertemuan dilakukan pemeriksaan suhu tubuh peserta sebelum masuk ke ruang pertemuan. Kemudian menyediakan hand sanitizer di setiap sudut ruangan, termasuk dengan mempersiapkan peralatan dan tenaga medis. Jadi bukan dengan mematikan industrinya.
Kelima, industri MICE menjadi industri yang menjadi lokomotif dalam menghadapi kondisi yang memburuk akibat kejadian bencana atau yang merugikan. Dengan menggelar lebih banyak pertemuan di destinasi yang terdampak akan membuat bangkitnya industri lain di daerah karena industri MICE disokong oleh banyak bidang usaha lain seperti hotel, transportasi, restoran, souvenir, travel, pedagang, dan lainnya.
"Sekali lagi jangan mematikan industrinya, bahwa kita harus antisipasi ya. Tetap perlu kewaspadaan tapi di sisi lain kita harus menjaga industrinya tetap hidup agar ekonomi bisa tetap berjalan," kata Evita.
(whb)