Stasiun Batu Tulis Terancam Proyek Double Track, Pemkot Usul 5 Stoplet
A
A
A
BOGOR - Pemkot Bogor berencana memindahkan atau merelokasi Stasiun Batu Tulis yang berada di Kelurahan Batu Tulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Rencana relokasi Stasiun Peninggalan zaman Belanda tahun 1881 itu segera memasuki tahap Feasibility Study/FS (studi kelayakan) pada tahun ini.
"Jangankan stasiun, sekolah, masjid atau rumah saja kalau memang untuk kepentingan publik yang lebih besar bisa dibongkar. Jika memang ada bangunan cagar budaya, saya kira kalau memang kepentingan publik lebih besar ini (Stasiun Batu Tulis) bisa dibongkar atau direlokasi. Saya kira itu patut dipertimbangkan juga," kata Wakil Wali Kota Bogor, Kamis (13/2/2020).
Namun demikian, kata dia, hal tersebut bukan domainnya Pemkot Bogor. Pihaknya hanya menganggap dengan adanya program double track (pembangunan dua jalur) kereta api, maka ada adjustment atau penyesuaian. Jangan sampai keberadaan Stasiun Batu Tulis yang berada di kemiringan atau tanjakan ini, dengan adanya double track malah semakin macet.
"Itu juga jadi pertimbangan Pemkot Bogor. Jadi FS itu (relokasi Stasiun Batu Tulis) sebagai kajian buat kita juga sekaligus nanti sebagai bahan berdiskusi dengan PT KAI. Tapi sebagai usulan sudah kita sampaikan dalam rapat-rapat sebelumnya," jelasnya.
Berdasarkan data dari transparansi anggaran website www.kotabogor.go.id Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2020, Pemkot melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor mengalokasikan anggaran feasibility study relokasi Stasiun Batu Tulis sebesar Rp291.600.000.
"Selain itu, dengan adanya rencana double track Bogor-Sukabumi, kita juga mengusulkan ke PT KAI, untuk memanfaatkan double track itu untuk kepentingan masyarakat Bogor dan sekitarnya," jelasnya.
Dengan adanya program double track dari PT KAI, Pemkot Bogor mengusulkan pembangunan lima stasiun kecil atau stoplet di jalur KA Bogor-Sukabumi yang nantinya bisa dimanfaatkan baik Kereta Rel Diesel (KRD) atau Kereta Rel Listrik (KRL).
"Diharapkan dengan adanya Double track ini, dengan dibangunnya lima stoplet itu, juga nantinya bisa dimanfaatkan Bogor dan Sukabumi yang hendak ke Jakarta. Jadi bukan hanya berhenti di Stasiun Bogor. Lima ini (stoplet) antara lain, stasiun Paledang perlu direvitalisasi, kemudian Empang, Bogor Nirwana Residence, Rancamaya dan Batutulis," jelasnya.
Tujuannya ke depan, penumpang yang dari Parung Kuda, Cigombong selama ini mereka naik angkot untuk ke Kota Bogor harus melintasi titik kemacetan akibat volume kendaraan yang tinggi, seperti Ciawi dan Tajur. "Sehingga dengan adanya stoplet, mereka tak perlu lewat titik macet lagi, mereka cukup naik di sana (Stasiun Parungkuda, Sukabumi atau Cigombong, Kabupaten Bogor) saja," katanya.
Menanggapi rencana relokasi Stasiun Peninggalan Zaman Belanda yang merupakan Bangunan Cagar Budaya (BCB), Ketua Bogor Historian Yudi Irawan selaku pemerhati sejarah di kota hujan menyayangkan jika itu terjadi.
"Kalau stasiun (Batu Tulis) direlokasi itukan bangunan yang dibangun enggak lama setelah diresmikannya jalur kereta Bogor-Jakarta pada tahun 1881. Memang relokasinya dimana, itukan bangunan cagar budaya peninggalan kolonial," ujarnya.
Menurutnya, jika direloksi artinya dipindahkan, apakah nanti kalau dipindahkan itu tidak akan merubah bentuk bangunan aslinya. "Kalau menurut kita sih, lebih baik bangunan stasiun yang lama di jadikan museum kecil/galeri tentang sejarah perkeretaapian Bogor-Sukabumi. Sementara untuk stasiunnya yang bangun baru enggak masalah," ucapnya.
Jadi, lanjut dia, stasiun lama tetap ada namun fungsi diubah menjadi galeri perkeretaapian. Sebab Stasun Batu Tulis memiliki nilai sejarah. "jika bangunan kolonial itu dirubuhkan, itukan aset yang bernilai sejarah perkeretaapian Indonesia yang ada di Bogor. Kan bagus tuh ada stasiun yang baru, tapi di sisi lainnya ada pemandangan yang menceritakan tentang sejarah stasiun tersebut," pungkasnya.
"Jangankan stasiun, sekolah, masjid atau rumah saja kalau memang untuk kepentingan publik yang lebih besar bisa dibongkar. Jika memang ada bangunan cagar budaya, saya kira kalau memang kepentingan publik lebih besar ini (Stasiun Batu Tulis) bisa dibongkar atau direlokasi. Saya kira itu patut dipertimbangkan juga," kata Wakil Wali Kota Bogor, Kamis (13/2/2020).
Namun demikian, kata dia, hal tersebut bukan domainnya Pemkot Bogor. Pihaknya hanya menganggap dengan adanya program double track (pembangunan dua jalur) kereta api, maka ada adjustment atau penyesuaian. Jangan sampai keberadaan Stasiun Batu Tulis yang berada di kemiringan atau tanjakan ini, dengan adanya double track malah semakin macet.
"Itu juga jadi pertimbangan Pemkot Bogor. Jadi FS itu (relokasi Stasiun Batu Tulis) sebagai kajian buat kita juga sekaligus nanti sebagai bahan berdiskusi dengan PT KAI. Tapi sebagai usulan sudah kita sampaikan dalam rapat-rapat sebelumnya," jelasnya.
Berdasarkan data dari transparansi anggaran website www.kotabogor.go.id Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2020, Pemkot melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor mengalokasikan anggaran feasibility study relokasi Stasiun Batu Tulis sebesar Rp291.600.000.
"Selain itu, dengan adanya rencana double track Bogor-Sukabumi, kita juga mengusulkan ke PT KAI, untuk memanfaatkan double track itu untuk kepentingan masyarakat Bogor dan sekitarnya," jelasnya.
Dengan adanya program double track dari PT KAI, Pemkot Bogor mengusulkan pembangunan lima stasiun kecil atau stoplet di jalur KA Bogor-Sukabumi yang nantinya bisa dimanfaatkan baik Kereta Rel Diesel (KRD) atau Kereta Rel Listrik (KRL).
"Diharapkan dengan adanya Double track ini, dengan dibangunnya lima stoplet itu, juga nantinya bisa dimanfaatkan Bogor dan Sukabumi yang hendak ke Jakarta. Jadi bukan hanya berhenti di Stasiun Bogor. Lima ini (stoplet) antara lain, stasiun Paledang perlu direvitalisasi, kemudian Empang, Bogor Nirwana Residence, Rancamaya dan Batutulis," jelasnya.
Tujuannya ke depan, penumpang yang dari Parung Kuda, Cigombong selama ini mereka naik angkot untuk ke Kota Bogor harus melintasi titik kemacetan akibat volume kendaraan yang tinggi, seperti Ciawi dan Tajur. "Sehingga dengan adanya stoplet, mereka tak perlu lewat titik macet lagi, mereka cukup naik di sana (Stasiun Parungkuda, Sukabumi atau Cigombong, Kabupaten Bogor) saja," katanya.
Menanggapi rencana relokasi Stasiun Peninggalan Zaman Belanda yang merupakan Bangunan Cagar Budaya (BCB), Ketua Bogor Historian Yudi Irawan selaku pemerhati sejarah di kota hujan menyayangkan jika itu terjadi.
"Kalau stasiun (Batu Tulis) direlokasi itukan bangunan yang dibangun enggak lama setelah diresmikannya jalur kereta Bogor-Jakarta pada tahun 1881. Memang relokasinya dimana, itukan bangunan cagar budaya peninggalan kolonial," ujarnya.
Menurutnya, jika direloksi artinya dipindahkan, apakah nanti kalau dipindahkan itu tidak akan merubah bentuk bangunan aslinya. "Kalau menurut kita sih, lebih baik bangunan stasiun yang lama di jadikan museum kecil/galeri tentang sejarah perkeretaapian Bogor-Sukabumi. Sementara untuk stasiunnya yang bangun baru enggak masalah," ucapnya.
Jadi, lanjut dia, stasiun lama tetap ada namun fungsi diubah menjadi galeri perkeretaapian. Sebab Stasun Batu Tulis memiliki nilai sejarah. "jika bangunan kolonial itu dirubuhkan, itukan aset yang bernilai sejarah perkeretaapian Indonesia yang ada di Bogor. Kan bagus tuh ada stasiun yang baru, tapi di sisi lainnya ada pemandangan yang menceritakan tentang sejarah stasiun tersebut," pungkasnya.
(thm)