BNPB Mensinyalir Banjir Bandang di Lebak Dipicu Penambangan Ilegal

Senin, 06 Januari 2020 - 08:11 WIB
BNPB Mensinyalir Banjir...
BNPB Mensinyalir Banjir Bandang di Lebak Dipicu Penambangan Ilegal
A A A
LEBAK - Banjir bandang dan longsor yang menerjang sejumlah daerah dan menimbulkan banyak korban jiwa tak sekadar disebabkan tingginya curah hujan. Diduga kuat, bencana ini dipicu penyalahgunaan lingkungan seperti penambangan ilegal, pencurian kayu hutan, dan alih fungsi lahan tak terkontrol.

Banjir bandang dan longsor antara lain terjadi di Kabupaten Lebak, Banten, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat serta Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Di Lebak, banjir dan longsor menerjang hingga enam kecamatan, yakni Cipanas, Sajira, Lebakgedong, Maja, Curugbitung, dan Cimarga.

Banjir maupun longsor di tiga wilayah tersebut sangat mengagetkan warga karena selama ini wilayah mereka tak pernah sekali pun dilanda bencana yang sangat mengerikan itu. Besarnya air yang datang tiba-tiba beserta lumpur dan batu hingga cepat meluluhlantakkan puluhan desa mengindikasikan air di bagian hulu turun sangat deras.

Di Lebak misalnya, selama ini, kendati hujan sangat deras, Sungai Ciberang tak sampai meluap parah. Bahkan Kecamatan Lebakgedong selama ini dikenal bebas dari banjir. Demikian juga di Kabupaten Bandung Barat, banjir bandang yang menerjang Kecamatan Padalarang dan Ngamprah pada Rabu (1/1) adalah yang pertama kali terjadi.

Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna pun tak habis pikir kenapa wilayahnya bisa terkena banjir bandang. Dia masih mengumpulkan informasi pemicu bencana ini, termasuk kemungkinan rapuhnya konstruksi tanggul.

Di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, akibat longsor parah sejak lima hari lalu, ada tiga desa, yakni Kiara Sari, Cileuksa, dan Pasir Madang, yang masih terisolir. Hal ini membuat kondisi warga yang menjadi korban semakin memprihatinkan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun telah mensinyalir banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak dipicu tingginya aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merujuk data TNGHS pada medio 2019, setidaknya ada 10 blok penambangan emas tanpa izin (PETI).

Lubang-lubang sisa aktivitas tambang banyak yang ambrol dan longsor hingga terbawa arus di sepanjang Ciberang. Bahkan tak hanya di Lebak, PETI ini tersebar hingga Kabupaten Bogor dan Sukabumi. "Karena (penambangan liar) menyisakan lubang, jadi air tidak teresap dan akhirnya bencana terjadi," jelas Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, Jumat (3/1).

Kendati mengetahui penambangan ilegal ini, Iti pun tak bisa berbuat banyak. Sebab area penambangan masuk dalam TNGHS yang menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH). Pengendalian tak bisa efektif karena yang bisa dia lakukan sebatas penyuluhan-penyuluhan. Untuk mencegah agar kasus ini tidak terulang perlu sinergi berbagai pihak baik dari pemerintah pusat maupun daerah.

Kepala BNPB Doni Monardo pun telah mendapatkan data dari Polda Banten tentang dugaan keterlibatan penambang nakal ini. Temuan awal tersebut perlu menjadi pijakan aparat yang berwenang untuk mengusut tuntas di balik bencana besar di awal 2020 ini. Sanksi berat pun patut dijatuhkan kepada pihak-pihak yang diketahui sengaja melakukan pelanggaran hukum.

Selain sebagai bentuk hukuman, langkah ini juga menjadi peringatan kepada masyarakat yang lain agar tidak semena-mena dalam melakukan penambangan. Hingga kemarin, Bupati Iti masih sibuk mengurus ribuan warganya yang menjadi korban banjir bandang dan longsor ini. Bahkan Kampung Muara, Desa Lebak Gedong, Kecamatan Lebakgedong masih terisolasi sehingga bantuan diturunkan lewat helikopter.

Akibat bencana ini berbagai fasilitas umum hancur seperti jalan amblas sepanjang 40 meter di Kampung Bujal, Kecamatan Cipanas, dan 2 jembatan permanen di Kecamatan Sajira dan Lebakgedong. Kemudian 18 unit jembatan gantung, SDN 2 Banjarsari, SDN Banjaririgasi, dan SMPN 4 Lebakgedong juga rusak. Hingga tadi malam ada 433 kepala keluarga pengungsi yang tersebar di 7 posko pengungsian di enam kecamatan, sisanya mengungsi ke rumah sanak saudaranya.

Kapolda Banten Irjen Pol Tomsi Tohir mengatakan, meski tim evakuasi dan bantuan sudah mencapai lokasi dengan menempuh selama 3 jam ke posko pengungsian dan daerah terdampak, penyaluran bantuan logistik terganjal jembatan yang putus. Selain itu ada 13 titik longsor menuju lokasi tersebut.

Di Bogor, sebanyak 4.146 warga korban banjir bandang dan longsor dari tujuh Desa di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, masih mengungsi. Bahkan ada tiga desa, yakni Desa Kiara Sari, Desa Cileuksa, dan Desa Pasir Madang yang belum terdata lantaran masih terisolasi dan sulit ditembus melalui jalur darat akibat longsor.

“Untuk tiga desa yang terisolir itu belum terdata kerusakan rumah karena tim gabungan masih kesulitan menembus akses lokasi," kata Kapolres Bogor AKBP M Joni. Jumlah korban meninggal sebanyak 6 orang, 3 orang hilang diduga masih tertimbun longsor dan 34 orang terluka.

Presiden Joko Widodo bersama rombongan, kemarin pagi berangkat menuju Kecamatan Sukajaya dengan menggunakan helikopter Super Puma TNI AU. Namun helikopter yang membawa Presiden tak bisa mendarat karena terkendala cuaca.

"Bapak Presiden memberikan instruksi kepada kami untuk melakukan berbagai upaya agar secepatnya akses ke desa-desa yang terisolasi segera terbuka sehingga bantuan dapat segera disalurkan," kata Doni Monardo.

Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni ini menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat terkait cara-cara dalam menghadapi bencana. Edukasi semacam itu penting dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan risiko.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.9029 seconds (0.1#10.140)