Curah Hujan Meningkat Akhir Juli-Agustus 2024, Jakarta Berpotensi Dilanda Banjir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi curah hujan meningkat pada akhir Juli hingga Agustus 2024. Sejumlah titik di kawasan Jakarta, berpotensi dilanda banjir .
"Ke depan akan mengalami peningkatan potensi hujan pada akhir Juli dan Agustus 2024," kata pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, Nanda Alfuadi melalui keterangannya, Minggu (21/7/2024).
Menurutnya, dalam sepekan ke depan wilayah Jabodetabek masih relatif kering. Jakarta masih musim kemarau lantaran jumlah curah hujan dalam satu dasarian atau 10 hari belum mencapai 50 milimeter dan diikuti oleh 2 dasarian berikutnya.
Meski begitu, kata dia, kemarau adalah kondisi di mana cuaca tanpa hujan yang lebih sering terjadi dibandingkan cuaca hujan. Apalagi, perubahan iklim juga mempengaruhi pola musim.
"Sehingga kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali," tuturnya.
Ia mengingatkan karakteristik awan hujan di musim kemarau penting diperhatikan, yakni frekuensi pembentukan yang rendah, awan kumulus, dan pembentukan lokal. Hujan bersifat lokal dan terbentuk akibat pemanasan lokal yang intens, seperti pada sore hari, intensitas hujan bisa bersifat deras dan saat sudah berhari-hari tidak ada hujan, ada potensi hujan, yang mana sering kali hujan disertai petir dan angin kencang.
Fenomena hujan dengan intensitas tinggi pada awal Juli 2024 disebut sebagai anomali lantaran pada bulan Juli umumnya sudah memasuki puncak kemarau. Namun, hujan dengan intensitas tinggi justru terjadi.
"Jakarta masih dikatakan masuk musim kemarau, karena jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) belum mencapai 50 milimeter dan diikuti oleh dua dasarian berikutnya. Awal Juli kemarin (2024) sudah memasuki puncaknya, tetapi justru hujan dengan intensitas tinggi," katanya.
Nanda memaparkan, anomali tersebut disebabkan sejumlah faktor, di antaranya embusan arah angin pada tanggal 6 Juli 2024 dominan dari arah utara menuju wilayah Jabodetabek. Angin hangat dari arah pesisir kemudian bertemu dengan angin dingin dari arah Bogor, Jawa Barat.
Dia menambahkan, awan hujan yang terbawa angin itu lantas tertahan menjadi di wilayah Jakarta Selatan, Depok dan Bogor. Sehingga, warga Jakarta pun harus mewaspadai perubahan cuaca saat ini.
"Curah hujan masuk kategori tinggi, sekitar 200 mm. Hujan lokal yang terjadi serentak di wilayah selatan Jakarta membuat volume sungai meningkat. Itu yang menyebabkan banjir di 30 wilayah DKI Jakarta, di mana 28 titik ada di Jakarta Selatan," katanya.
"Ke depan akan mengalami peningkatan potensi hujan pada akhir Juli dan Agustus 2024," kata pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, Nanda Alfuadi melalui keterangannya, Minggu (21/7/2024).
Menurutnya, dalam sepekan ke depan wilayah Jabodetabek masih relatif kering. Jakarta masih musim kemarau lantaran jumlah curah hujan dalam satu dasarian atau 10 hari belum mencapai 50 milimeter dan diikuti oleh 2 dasarian berikutnya.
Meski begitu, kata dia, kemarau adalah kondisi di mana cuaca tanpa hujan yang lebih sering terjadi dibandingkan cuaca hujan. Apalagi, perubahan iklim juga mempengaruhi pola musim.
"Sehingga kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali," tuturnya.
Ia mengingatkan karakteristik awan hujan di musim kemarau penting diperhatikan, yakni frekuensi pembentukan yang rendah, awan kumulus, dan pembentukan lokal. Hujan bersifat lokal dan terbentuk akibat pemanasan lokal yang intens, seperti pada sore hari, intensitas hujan bisa bersifat deras dan saat sudah berhari-hari tidak ada hujan, ada potensi hujan, yang mana sering kali hujan disertai petir dan angin kencang.
Fenomena hujan dengan intensitas tinggi pada awal Juli 2024 disebut sebagai anomali lantaran pada bulan Juli umumnya sudah memasuki puncak kemarau. Namun, hujan dengan intensitas tinggi justru terjadi.
"Jakarta masih dikatakan masuk musim kemarau, karena jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) belum mencapai 50 milimeter dan diikuti oleh dua dasarian berikutnya. Awal Juli kemarin (2024) sudah memasuki puncaknya, tetapi justru hujan dengan intensitas tinggi," katanya.
Nanda memaparkan, anomali tersebut disebabkan sejumlah faktor, di antaranya embusan arah angin pada tanggal 6 Juli 2024 dominan dari arah utara menuju wilayah Jabodetabek. Angin hangat dari arah pesisir kemudian bertemu dengan angin dingin dari arah Bogor, Jawa Barat.
Dia menambahkan, awan hujan yang terbawa angin itu lantas tertahan menjadi di wilayah Jakarta Selatan, Depok dan Bogor. Sehingga, warga Jakarta pun harus mewaspadai perubahan cuaca saat ini.
"Curah hujan masuk kategori tinggi, sekitar 200 mm. Hujan lokal yang terjadi serentak di wilayah selatan Jakarta membuat volume sungai meningkat. Itu yang menyebabkan banjir di 30 wilayah DKI Jakarta, di mana 28 titik ada di Jakarta Selatan," katanya.
(abd)