Ambyar! Rumah Mewah di Kemang Dijual Pengontrak Santoso Halim, Diduga Sindikat Mafia Tanah

Minggu, 30 Juni 2024 - 11:29 WIB
loading...
Ambyar! Rumah Mewah...
Arlon Sitinjak pengacara mantan diplomat Djohan Effendi yang rumahnya dijual oleh pengontrak Santoso Halim. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Rumah mewah milik mantan diplomat Djohan Effendi yang berlokasi di Jalan Kemang V No.12, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan dijual oleh Santoso Salim. Ironisnya, sebelum menjual rumah tersebut, pelaku yang diduga sindikat mafia tanah mengontrak di rumah korban.

"Husin Ali Muhammad menyewa rumah korban Djohan Effendi yang terletak di Jalan Kemang V No.12, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Pelaku Husin Ali Muhammad meminjam fotocopy 2 SHM dari Djohan Effendi, dengan Modus menurunkan daya listrik dari 23.000 watt ke 6.000 watt," kata Kuasa Hukum Djohan Effendi, Arlon Sitinjak dalam tayangan YouTube Suara Perubahan, Minggu (30/6/2024).

Setelah dipinjamkan, Husin Ali Muhammad menghubungi Djohan Effendi kembali dengan dalih bahwa untuk menurunkan daya listrik harus menggunakan SHM asli dengan membawa petugas PLN palsu untuk meyakinkan Djohan Effendi. "Pada mulanya, korban tidak percaya, namun pelaku Husin Ali Muhammad membawa Petugas berseragam PLN Palsu yakni Sdr Fauzi (DPO) untuk dengan meyakinkan korban," tambah Arlon.



Setelah itu, pada 12 Juli 2016, Djohan Effendi dengan terpaksa meminjamkan kedua sertifikat asli yang diminta pelaku dan menunggu di teras rumahnya. Setelah 1 jam kemudian pelaku mengembalikan kedua SHM milik Korban yang ternyata telah dipalsukan.

"Selang beberapa waktu kemudian, pelaku yang telah memegang sertifikat asli korban, menjual rumah milik korban bersama dengan Halim yang mengaku sebagai figur Djohan Effendi, dan statusnya saat ini masih dalam daftar pencarian orang/DPO menjualnya kepada Santoso Halim, dengan harga sebesar 10 miliar rupiah," jelasnya.



Pada 12 Agustus 2016 dibuat Akta Pengikatan Jual Beli No.08 dan No.09 antara Djohan Effendi figur yang diperankan oleh Halim (DPO) selaku penjual dengan Santoso Halim selaku Pembeli, di hadapan Notaris/PPAT Lusi Indriani. Pada 22 Agustus 2016 dibuat Akta Jual Beli No. 376 dan Akta Jual Beli No. 377 di hadapan Notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa.

“Dalam jual beli tersebut anehnya Santoso Halim tidak melakukan pembayaran atas Jual-Beli Tanah dan Bangunan tersebut kepada Djohan Effendi figur yang diperankan oleh Halim (DPO) selaku penjual," jelasnya.

Namun, Santoso Halim justru melakukan transfer ke Rekening dengan atas nama pelaku Husin Ali Muhammad sebesar Rp8 miliar berdasarkan kesaksian Santoso Halim dalam Putusan Pidana No. 1073/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel halaman 33.

Akibat perbuatan persekongkolan jahat para pelaku mafia tanah, Djohan Effendi pada 06 Febuari 2017 membuat Laporan Polisi No: LP/176/K/II/PMJ/Restro JakSel.

Atas laporan tersebut, pelaku Husin Ali Muhammad sudah divonis hukuman pidana selama 5 tahun, berdasarkan Kasasi Pidana No. 562 K/Pid/2019 (Inkracht van gewijsde) karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Akta Autentik dan Pemalsuan Surat sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP bersama-sama dengan Halim (DPO).

Pada tanggal 16 Maret 2018, Santoso Halim menggugat Djohan Effendi, perihal gugatan perbuatan melawan hukum (PMH), dengan Register Perkara No. 240/PDT.G/2018/PN.Jkt. Sel, dengan Putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa Gugatan Santoso Halim tidak dapat diterima karena kurang pihak (N.O).

Majelis Hakim berpendapat demikian, Santoso Halim tidak menggugat pihak yang seharusnya digugat yaitu Husin Ali Muhammad, Halim (DPO), Notaris/PPAT Lusi Indriani, dan Notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa.

“Santoso Halim mengajukan Banding dengan Perkara No.317/Pdt/2020.PT.DKI dengan hasil Putusan yang menyatakan Santoso Halim sebagai pembeli beritikad baik, sedangkan hakim tingkat Banding malah menyatakan korban Djohan Effendi telah melanggar hukum," kata Arlon.

Tidak berhenti di situ, Djohan Effendi juga mengajukan kasasi dengan perkara No. 2721 K/Pdt/2021, namun Hakim Kasasi menyatakan Santoso Halim adalah pembeli beritikad baik, sehingga Djohan Effendi kalah dalam upaya hukum kasasi.

“Djohan Effendi mengajukan Gugatan Perdata, dengan Register Perkara No. 251/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL., sebagai respon terhadap Putusan No. 240/PDT.G/2018/PN.Jkt. Sel, yang menyatakan bahwa gugatan Santoso Halim tidak dapat diterima karena kurang pihak.

Namun, Majelis Hakim yang menangani perkara a quo menjatuhkan putusan Ne bis in Idem, karena memiliki Objek Perkara yang sama dengan Perkara No.240/PDT.G/2018/PN.Jakarta Selatan,” jelasnya.

Dalam putusan itu, Santoso Halim malah menarik Djohan Effendi sebagai tergugat, padahal merupakan bentuk kekeliruan dalam menarik tergugat (gemis aanhoeda nigheid). Perlu diketahui bahwa ne bis in idem hanya melekat dalam putusan yang bersifat positif.

"Oleh karena itu, pada prinsipnya dalam putusan negatif tidak melekat ne bis in idem. Putusan No.240/PDT.G/2018/PN.Jkt. Sel., dapat disimpulkan sebagai Putusan yang bersifat negatif. Karena, belum memutus mengenai pokok perkara, sehingga korban mengajukan banding dan sedang berproses di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta” jelas Arlon.

M Luthfi Adrian dan Siti Sarita sebagai ahli waris Djohan Effendi yang merupakan korban mafia tanah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Kasasi No. 2721 K/Pdt/2021, dan pada 26 Desember 2022, berdasarkan Surat No. W10.U3/18834/HK.02/12/2022, berkas PK dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah diserahkan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Pada tanggal 15 Desember 2022, Santoso Halim dalam putusan kasasi dinyatakan pembeli beritikad baik, Notaris/PPAT Lusi Indriani, dan Notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya berdasarkan Surat Penetapan Tersangka No. B/18529/XII/RES.1.9/2022/Ditreskrimum atas Laporan Polisi No.LP/B/3397/VII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 8 Juli 2021, yang diduga melanggar Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 264 KUHP.

Namun tidak datang karena dalih positif Covid-19, kemudian dijadwalkan kembali pada 25 Januari 2023, dan kemudian meminta diundur lagi tanggal 6 Februari 2023. "Terhadap tersangka Santoso Halim, tersangka Notaris/PPAT Lusi Indriani, dan tersangka Notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa, sudah dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka," pungkasnya.

Reporter SINDOnews mencoba mengubungi Santoso Halim selaku pembeli. Namun, sampai berita ini diditulis Santoso Halim tak merespons.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2635 seconds (0.1#10.140)