Mantan Diplomat Jadi Korban Mafia Tanah, Rumah di Mampang Prapatan Dijual Orang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Djohan Effendi, seorang mantan diplomat di Kementerian Luar Negeri (Kemlu), yang pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Politik RI untuk Jepang, Jerman, Itali, dan India pada Tahun 1960-1987 menjadi korban mafia tanah . Rumahnya di Mampang Prapatan dijual oleh penyewa.
Kuasa hukum Djohan Effendi, Arlon Sitinjak menjelaskan, peristiwa yang menimpa kliennya dimulai pada Juni 2016. Pelaku bernama Husin Ali Muhammad menyewa rumah Djohan Effendi di Jalan Kemang V Nomor 12, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
"Setelah pensiun dia sewakan rumahnya ini kepada Husin Ali Muhammad. Untuk meyakinkan pemilik rumah, sering dia membuat pengajian. Pak Djohan Effendi juga diundang dalam pengajian-pengajian itu," kata Arlon dalam wawancara di akun YouTube Suara Perubahan dikutip, Sabtu (12/6/2024).
Setelah mendapat kepercayaan, Husin Ali Muhammad meminjam fotokopi 2 SHM dari Djohan Effendi dengan alasan untuk menurunkan daya listrik dari 23.000 watt ke 6.000 watt. Setelah dipinjamkan, Husin Ali Muhammad menghubungi Djohan Effendi kembali dengan dalih bahwa untuk menurunkan daya listrik harus menggunakan SHM asli dengan membawa petugas PLN palsu untuk meyakinkan Djohan Effendi.
"Pada mulanya, korban tidak percaya, namun pelaku Husin Ali Muhammad membawa petugas berseragam PLN Palsu yakni Sdr Fauzi (DPO) untuk dengan meyakinkan korban," tambah Arlon.
Kemudian, pada 12 Juli 2016 korban dengan terpaksa bersedia meminjamkan kedua sertifikat asli yang diminta pelaku dan menunggu di teras rumahnya. Setelah satu jam kemudian pelaku mengembalikan 2 SHM milik korban yang ternyata telah dipalsukan.
"Dibawalah sertifikat yang asli ini ke dalam rumah tapi ditukar dengan sertifikat yang sudah dipalsukan sebelumnya. Karena sebelumnya sudah minjam yang fotokopian. Sampai di rumah dilihat-lihat kok ada yang tidak sesuai kemudian dibawa ke BPN. Setelah dicek ini adalah palsu," katanya.
Djohan berusaha menghubungi Husin Ali Muhammad tapi selalu menghindar. Husin berkelit dengan berbagai alasan mulai mengaku suratnya telah dibawa oleh orang dan berbagai alasan lain. "Akhirnya dilaporkan kepada pihak kepolisian," katanya.
Selang beberapa waktu kemudian, pelaku yang memegang sertifikat asli bernama Halim menjual rumah Djohan Effendi kepada Santoso Halim seharga Rp10 miliar. Saat menjual rumah, Halim mengaku sebagai Djohan Effendi.
Pada 12 Agustus 2016 dibuat Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 08 dan Nomor 09 antara Djohan Effendi yang diperankan Halim (DPO) selaku penjual dan Santoso Halim selaku Pembeli, di hadapan Notaris/PPAT Lusi Indriani. Pada 22 Agustus 2016 dibuat Akta Jual Beli Nomor 376 dan Akta Jual Beli Nomor 377 di hadapan Notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa.
"Dalam jual beli tersebut anehnya Santoso Halim tidak melakukan pembayaran atas jual-beli tanah dan bangunan tersebut kepada Djohan Effendi figur yang diperankan oleh Halim (DPO) selaku penjual," jelasnya.
Namun, Santoso Halim justru melakukan transfer ke rekening dengan atas nama pelaku Husin Ali Muhammad sebesar Rp8 miliar berdasarkan kesaksian Santoso Halim dalam Putusan Pidana Nomor 1073/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel halaman 33.
Arlon menambahkan, dengan kejadian tersebut Djohan Effendi mengajukan permohonan blokir SHM kepada BPN. Setelah diblokir, Santoso Halim tidak dapat melakukan transaksi, sehingga meminta pihak penjual yaitu pelaku Husin Ali Muhammad untuk membuka blokir, dan kemudian Djohan Effendi figur yang diperankan oleh Halim (DPO) memerintahkan Lilis Lisnawati untuk membuka Blokir kedua SHM.
"Anehnya, pihak BPN membuka blokir tanpa melakukan cross-check terhadap data Drs Djohan Effendi asli dan Drs Djohan Effendi figur yang diperankan oleh Halim (DPO). BPN juga tidak melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada Drs Djohan Effendi," beber Arlon lagi.
Akibat perbuatan persekongkolan jahat para pelaku mafia tanah, Djohan Effendi pada 6 Febuari 2017 membuat Laporan Polisi No: LP/176/K/II/PMJ/Restro JakSel. Atas laporan tersebut, pelaku Husin Ali Muhammad sudah divonis hukuman pidana selama 5 tahun, berdasarkan Kasasi Pidana Nomor 562 K/Pid/2019 (Inkracht van gewijsde) karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Akta Autentik dan Pemalsuan Surat sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP bersama-sama dengan Halim (DPO).
Reporter MNC Portal mencoba menghubungi Santoso Halim selaku pembeli. Namun, sampai saat berita ini ditulis Santoso Halim tak merespons.
Kuasa hukum Djohan Effendi, Arlon Sitinjak menjelaskan, peristiwa yang menimpa kliennya dimulai pada Juni 2016. Pelaku bernama Husin Ali Muhammad menyewa rumah Djohan Effendi di Jalan Kemang V Nomor 12, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
"Setelah pensiun dia sewakan rumahnya ini kepada Husin Ali Muhammad. Untuk meyakinkan pemilik rumah, sering dia membuat pengajian. Pak Djohan Effendi juga diundang dalam pengajian-pengajian itu," kata Arlon dalam wawancara di akun YouTube Suara Perubahan dikutip, Sabtu (12/6/2024).
Baca Juga
Setelah mendapat kepercayaan, Husin Ali Muhammad meminjam fotokopi 2 SHM dari Djohan Effendi dengan alasan untuk menurunkan daya listrik dari 23.000 watt ke 6.000 watt. Setelah dipinjamkan, Husin Ali Muhammad menghubungi Djohan Effendi kembali dengan dalih bahwa untuk menurunkan daya listrik harus menggunakan SHM asli dengan membawa petugas PLN palsu untuk meyakinkan Djohan Effendi.
"Pada mulanya, korban tidak percaya, namun pelaku Husin Ali Muhammad membawa petugas berseragam PLN Palsu yakni Sdr Fauzi (DPO) untuk dengan meyakinkan korban," tambah Arlon.
Kemudian, pada 12 Juli 2016 korban dengan terpaksa bersedia meminjamkan kedua sertifikat asli yang diminta pelaku dan menunggu di teras rumahnya. Setelah satu jam kemudian pelaku mengembalikan 2 SHM milik korban yang ternyata telah dipalsukan.
"Dibawalah sertifikat yang asli ini ke dalam rumah tapi ditukar dengan sertifikat yang sudah dipalsukan sebelumnya. Karena sebelumnya sudah minjam yang fotokopian. Sampai di rumah dilihat-lihat kok ada yang tidak sesuai kemudian dibawa ke BPN. Setelah dicek ini adalah palsu," katanya.
Djohan berusaha menghubungi Husin Ali Muhammad tapi selalu menghindar. Husin berkelit dengan berbagai alasan mulai mengaku suratnya telah dibawa oleh orang dan berbagai alasan lain. "Akhirnya dilaporkan kepada pihak kepolisian," katanya.
Selang beberapa waktu kemudian, pelaku yang memegang sertifikat asli bernama Halim menjual rumah Djohan Effendi kepada Santoso Halim seharga Rp10 miliar. Saat menjual rumah, Halim mengaku sebagai Djohan Effendi.
Pada 12 Agustus 2016 dibuat Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 08 dan Nomor 09 antara Djohan Effendi yang diperankan Halim (DPO) selaku penjual dan Santoso Halim selaku Pembeli, di hadapan Notaris/PPAT Lusi Indriani. Pada 22 Agustus 2016 dibuat Akta Jual Beli Nomor 376 dan Akta Jual Beli Nomor 377 di hadapan Notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa.
"Dalam jual beli tersebut anehnya Santoso Halim tidak melakukan pembayaran atas jual-beli tanah dan bangunan tersebut kepada Djohan Effendi figur yang diperankan oleh Halim (DPO) selaku penjual," jelasnya.
Namun, Santoso Halim justru melakukan transfer ke rekening dengan atas nama pelaku Husin Ali Muhammad sebesar Rp8 miliar berdasarkan kesaksian Santoso Halim dalam Putusan Pidana Nomor 1073/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel halaman 33.
Arlon menambahkan, dengan kejadian tersebut Djohan Effendi mengajukan permohonan blokir SHM kepada BPN. Setelah diblokir, Santoso Halim tidak dapat melakukan transaksi, sehingga meminta pihak penjual yaitu pelaku Husin Ali Muhammad untuk membuka blokir, dan kemudian Djohan Effendi figur yang diperankan oleh Halim (DPO) memerintahkan Lilis Lisnawati untuk membuka Blokir kedua SHM.
"Anehnya, pihak BPN membuka blokir tanpa melakukan cross-check terhadap data Drs Djohan Effendi asli dan Drs Djohan Effendi figur yang diperankan oleh Halim (DPO). BPN juga tidak melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada Drs Djohan Effendi," beber Arlon lagi.
Akibat perbuatan persekongkolan jahat para pelaku mafia tanah, Djohan Effendi pada 6 Febuari 2017 membuat Laporan Polisi No: LP/176/K/II/PMJ/Restro JakSel. Atas laporan tersebut, pelaku Husin Ali Muhammad sudah divonis hukuman pidana selama 5 tahun, berdasarkan Kasasi Pidana Nomor 562 K/Pid/2019 (Inkracht van gewijsde) karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pemalsuan Akta Autentik dan Pemalsuan Surat sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP bersama-sama dengan Halim (DPO).
Reporter MNC Portal mencoba menghubungi Santoso Halim selaku pembeli. Namun, sampai saat berita ini ditulis Santoso Halim tak merespons.
(abd)