10 Sarana Penunjang MRT Jakarta yang Serba Modern

Minggu, 24 Maret 2019 - 07:01 WIB
10 Sarana Penunjang MRT Jakarta yang Serba Modern
10 Sarana Penunjang MRT Jakarta yang Serba Modern
A A A
JAKARTA - Jalur Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta Fase I memiliki panjang sekitar 16 kilometer yang membentang dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI) dengan 13 stasiun berikut 1 Depo.

Ke 13 stasiun meliputi Stasiun Lebak Bulus, Stasiun Fatmawati, Stasiun Cipete Raya, Stasiun Haji Nawi, Stasiun Blok A, Stasiun Blok M, Stasiun Sisingamangaraja, Stasiun Senayan, Stasiun Istora, Stasiun Bendungan Hilir, Stasiun Setiabudi, Stasiun Dukuh Atas, dan Stasiun Bundaran Hotel Indonesia.

Sebagian dari konstruksi jalur MRT Jakarta merupakan struktur layang (elevated) yang membentang sepanjang 10 km, yakni dari Lebak Bulus hingga Sisingamangaraja. Dari rute tersebut, terdapat tujuh Stasiun Layang, yaitu Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja.

Sementara depo MRT dibangun di area Lebak Bulus, berdekatan dengan stasiun awal/akhir Lebak Bulus. Seluruh stasiun penumpang dan lintasan dibangun dengan struktur layang yang berada di atas permukaan tanah, sementara depo kereta api dibangun di permukaan tanah (on ground).

Tipe struktur layang yang digunakan adalah tiang tunggal (Single Pier) pada bagian bawah serta gelagar persegi beton pracetak (Precast Concrete Box Girder) pada bagian atas. Ketinggian gelagar dari permukaan jalan telah memperhitungkan persyaratan minimal jarak bebas vertikal (vertical clearance) 5,0 meter sesuai peraturan yang berlaku untuk jalan perkotaan. Pekerjaan Konstruksi Layang MRT Jakarta terdiri dari tiga paket, yaitu Contract Package (CP) 101, CP 102 dan CP 103.

Lalu konstruksi bawah tanah (Underground) MRT Jakarta membentang sepanjang 6 km yang terdiri dari terowongan MRT bawah tanah dan enam stasiun MRT bawah tanah, mencakup Stasiun Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, Bundaran Hotel Indonesia.
Metode pengerjaan konstruksi bawah tanah menggunakan TBM (Tunnel Boring Machine) tipe EPB (Earth Pressure Balance Machine), dengan pembagian koridor paket pengerjaan terbagi menjadi tiga: CP 104, CP 105 dan CP 106.

MRT Jakarta juga dilengkapi Railway Systems & Trackwork dan Rolling Stock. Railway System merupakan prasarana penunjang sistem perkeretaapian yang terdiri atas 10 sub sistem, yaitu Substation System, Overhead Contact System, Power Distribution System, Signaling System, Telecommunication System, Facility SCADA, Automatic Fare Collection System, Platform Screen Doors, Escalator and Elevator, dan Trackwork.

Sistem perkeretaapian MRT Jakarta menggunakan sistem persinyalan terbaru di Indonesia dengan memperkenalkan sistem persinyalan CBTC (Communication Based Train Control) dan menerapkan sistem moving block untuk pengaturan perjalanan kereta. Pekerjaan Railway Systems & Trackwork dan Rolling Stock MRT Jakarta terdiri atas dua paket, yaitu CP 107 dan CP 108.

Berikut 10 Railway System MRT Jakarta:
1. Substation System
Substation System merupakan sumber listrik MRT Jakarta yang diperoleh dari dua gardu induk milik PT PLN (Persero) yaitu Gardu Induk Pondok Indah dan Gardu Induk CSW. Dari dua gardu induk ini, listrik dengan tegangan 150kV diterima oleh Receiving Substation (RSS) lalu diubah menjadi 20kV untuk keperluan operasi RSS, Traction Substation (TSS)/Gardu Traksi, dan Electrical Room (ER) di setiap stasiun/depo. Dua suplai tegangan tinggi ini merupakan jaminan operasional MRT Jakarta.

2. Overhead Contact System
Overhead Contact System memiliki fungsi utamanya yaitu menyalurkan listrik 1.500 V DC sepanjang jalur MRT Jakarta ke rolling stock/kereta. Terdapat dua jenis OCS yang digunakan di MRT Jakarta, yaitu Simple Catenary System (SCS) untuk depo dan jalur layang, serta Rigid Suspension System (RISS) untuk area bawah tanah.

3. Sistem Distribusi Daya/Power Distribution System
Fungsi dari subsistem ini adalah untuk mendistribusikan tenaga listrik ke stasiun dan depo. Subsistem ini mencakup penyaluran tenaga listrik dengan tegangan 20 kV (keluaran dari RSS) ke setiap stasiun dan depo, lalu diubah menjadi tegangan rendah 380V/220V. Sistem kelistrikan MRT didukung oleh penyulang ganda untuk meningkatkan keandalan system.

4. Sistem Persinyalan/Signaling System
MRT Jakarta menggunakan sistem persinyalan Communication-based Train Control (CBTC) dengan menggunakan moving block system. Sistem persinyalan ini bekerja sinergis antar empat bagian yang penting, yaitu Automatic Train Supervisory (ATS) yang berada di Operation Control Center(OCC).

5. Sistem Telekomunikasi/Telecommunication System

Sistem ini menyediakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan komunikasi dan informasi yang diperlukan dalam operasional MRT Jakarta. Mulai dari penyediaan infrastruktur jaringan untuk backbone komunikasi data, penyediaan sistem radio dan telepon untuk komunikasi antar personel.

Kemudian, penyediaan informasi keamanan dan keselamatan melalui kamera pengawas (CCTV) dan Disaster Prevention System, hingga penyediaan informasi untuk penumpang berupa informasi waktu dan jadwal perjalanan kereta melalui Clock System, Public Address System, dan juga Passenger Information Display System.

6. Facility SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition)
Merupakan sistem yang berfungsi untuk memonitor perangkat-perangkat fasilitas yang berada di dalam stasiun sehingga dapat mendeteksi kegagalan sistem secara cepat serta mengontrol beberapa kipas/fan di stasiun bawah tanah.

7. Automatic Fare Collection System
Sistem tiket elektronik di MRT Jakarta dengan menggunakan IC card ticket yang dapat dibeli di loket atau mesin tiket otomatis di area stasiun. Pengguna MRT dapat masuk ke area berbayar/paid area melalui gerbang penumpang/passangergate untuk kemudian naik ke kereta MRTJ. Setelah sampai di stasiun tujuan penumpang dapat melakukan tap out di gerbang keluar/exit gate.

8. Platform Screen Doors
Platform Screen Doors merupakan partisi pembatas antara area peron penumpang dengan rel kereta. Terdiri dari dua jenis, yaitu full height untuk stasiun bawah tanah dan half height untuk stasiun layang. PSD terdiri dari pintu buka tutup otomatis, fixed door, dan pintu darurat. Buka tutup pintu otomatis terhubung dengan sinyal kereta dan dilengkapi dengan lampu alarm buka tutup.

9. Elevator dan Eskalator
Terdapat 4 unit eskalator pada setiap stasiun. Khusus di Stasiun Fatmawati terdapat 6 unit. Terdapat dua tipe eskalator yang digunakan, yaitu eskalator tipe luar ruang/outdoor dan eskalator tipe dalam ruang/indoor.

Sedangkan elevator/lift diprioritaskan untuk usia lanjut, penyandang disabilitas, ibu hamil, dan orang tua yang membawa anak dengan kereta dorong. Panel tombol pada unit elevator menggunakan standar ketinggian 90–120 cm (sesuai dengan kenyamanan pengguna kursi roda dengan fitur handicapped operating panel/HCOP.

10. Track work
Tipe struktur rel kereta api yang digunakan terdiri atas ballasted track untuk area depo, direct fixation track with anti-vibration sleeper untuk konstruksi layang, dan direct fixation track with PC sleeper untuk konstruksi bawah tanah.

Untuk rel di jalur layang, PT MRT Jakarta menggunakan struktur direct fixation track with anti-vibration sleeper. Sedangkan untuk jalur bawah tanah, digunakan struktur dua tipe yaitu direct fixation track with PC sleeper, dan pada area sensitif sepanjang 60 meter menggunakan direct fixation track with anti-vibration sleeper, sebuah elemen track tanpa ballast yang terdiri dari rel, fastening system, insulator, rail pads, sleeper, dan resilient pads yang terpasang pada struktur beton (slab) atau dek beton (viaduct).

Keunggulan dari penggunaan jenis direct fixation track karena struktur ini memiliki daya tahan hingga 50-60 tahun, meningkatkan ketahanan melintang (traverse resistance), mudah dibangun di jalur lurus dan melengkung, serta biaya pemeliharaan dan biaya perawatan yang ekonomis.

Khusus untuk jalur layang, ada penambahan synthetic rubber tiga dimensi yang berfungsi sebagai shock absorber. Penambahan material ini dimaksudkan untuk mengurangi beban kejut dari kereta dan menyerap kebisingan kereta hingga 12 dB yang mungkin terjadi pada viaduct (dek beton) dan terowongan.

Salah satu bahan bantalan rel atau sleeper yang digunakan adalah Fiber-reinforced Formed poly-Urethane (FFU). Jenis bantalan yang baru pertama kali diperkenalkan di Indonesia ini merupakan material komposit yang terbuat dari busa poly-urethane tipe keras dan filamen kaca. Beratnya seperti kayu, namun kemampuan kerjanya seperti bantalan beton.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3936 seconds (0.1#10.140)