Temui Anies Baswedan, Juru Parkir Curhat Soal Pendapatan

Selasa, 15 Januari 2019 - 19:31 WIB
Temui Anies Baswedan, Juru Parkir Curhat Soal Pendapatan
Temui Anies Baswedan, Juru Parkir Curhat Soal Pendapatan
A A A
JAKARTA - Sejumlah juru parkir on street DKI Jakarta mengeluhkan penggunaan aplikasi parkir kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (15/1/2019). Karena, penggunaan aplikasi parkir menurunkan penghasilan juru parkir.

"Nanti akan saya cek terlebih dahulu. Menurut mereka sebelum pakai aplikasi dan sesudah pakai aplikasi sekarang, penghasilanya lebih rendah," kata Anies.

Anies menjelaskan, keluhan-keluhan tersebut akan dibicarakan bersama dengan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Parkir Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Dirinya menginginkan ada pengelolaan parkir yang terbuka. Sebab, seharusnya, pengelolaan parkir on street itu jelas jumlah mobil berikut tarifnya.

Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini, keluhan-keluhan juru parkir akibat tidak adanya keterbukaan. Sebab, apabila masalah seperti ini dibicarakan oleh semua pihak yang terkait, akan tercipta kesepakatan yang fair.

"Seperti kemarin kita bicara dengan berbagai pihak soal angkot kita bicara sama sama toh tujuannya adalah membuat ketertiban di Jakarta," pungkasnya.

Humas Badan Layanan Umum (BLU) Parkir Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Ivan Valentino menuturkan, keluhan yang disampaikan juru parkir itu terkait dengan besaran persentasi pendapatan juru parkir yang berbeda di masing-masing lokasi. Seperti di Kelapa Gading, juru parkir hanya mendapatkan 40 persen dari hasil parkir yang didapat. Sementara di lokasi lainnya sebesar 60 persen.

Alasannya, kata Ivan, lokasi parkir on street Kelapa Gading yang sebelumnya telah menggunakan mesin parkir elektronik atau menjadi tempat parkir elektronik (TPE), intensitas pendapatnya sangat besar.

"Jadi karena catatan kita besar, kita kasih 40 persen dari hasil yang didapatkan. Apabila diberlakukan sama dengan parkir on street lainnya, akan ada ketidakadilan," ungkapnya.

Ivan menjelaskan, seluruh wilayah parkir on street di Jakarta telah diujicobakan penggunaan aplikasi parkir sejak Februari 2018. Namun, lokasi TPE yang sudah ada masih tetap menggunakan TPE kecuali Kelapa Gading.

Dalam klausul perjanjian kerja sama penggunaan aplikasi parkir, lanjut Ivan, setelah masa uji coba berakhir 31 Desember 2018, uji coba masih boleh dilakukan selama belum adanya lelang investasi tekhnologi parkir.

"Lelang investasi tekhnologi itu bisa aplikasi, mesin parkir, gate dan sebagainya. Nah itu belum ada, jadi uji coba aplikasi parkir masih berlanjut. Dalam uji coba, ada sekitar 1.500 juru parkir yang belum digaji. Sedangkan yang sudah mendapatkan gaji sesuai ump sebanyak 382 dan itu rata-rata dilokasi TPE," pungkasnya.

Adapun pembeda penggunaan aplikasi dengan TPE, Ivan menyebut lebih kepada pelayanan. Dimana, TPE yang bentuknya stationer mengharuskan pengguna parkir melakukan pembayaran sendiri. Juru parkir hanya mengawasi dan memandunya. Sedangkan, penggunaan aplikasi, juru parkir melakukan jemput bola terhadap kendaraan yang terparkir dan memfoto nomor kepolisianya. Kemudian mobile printer yang disediakan dilokasi akan mengeluarkan struke pembayaran.

"Hasil pendapatan dari ujicoba aplikasi tidak jauh beda dengan hasil TPE. Ini kan kita tujuanya mencegah kebocoran dan meningkatkan pendapatan juru parkir," tegasnya.

Berdasarkan data yang didapat, pendapatan parkir di lokasi TPE Jalan Agus Salim (Sabang) Jakarta Pusat Rp12 juta per hari dari sebelumnya hanya Rp500.000 per hari. Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rp45 juta per hari, sebelumnya hanya Rp4.750.000 per hari Dan Jalan Falatehan Jakarta Selatan, Rp8 juta per hari, sebelumnya Rp280.000 per hari.

Sementara itu, Leksmono Suryo Putranto menuturkan, seluruh parkir on street yang ditargetkan Pemprov DKI terpasanga mesin parkir pada 2017 Gaga terwujud. Menurutnya, apabila kembali mencoba penggunaan tekhnologi baru, parkir yang merupakan instrumen pengendalian kendaraan akan memakan waktu lebih lama penerapanya. Sementara, moda transportasi umum sedang digalakan dan ditargetkan rampung berbarengan pada 2019.

Pemasangan parkir mesin atau TPE di Jakarta saat ini, lanjut Leksmono memang hanya berfungsi menekan angka kebocoran. Itu pun masih banyak pungutan liar karena juru parkir nakal. Padahal, TPE itu tujuan utamanya menendalikan kendaraan. Artinya, apabila mesin parkir tidak terpasang di seluruh parkir on street, TPE tidak akan mampu berfungsi sebagai mengendalikan kendaraan.

"Kalau pengendara tidak punya aplikasi, apa bisa kita melarang. Aturanya sendiri cuma melarang parkir di badan jalan yang tidak ditentukan. Sistem pengawasan dan sensor harus dikembangkan di tekhnologi yang ada," tegasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4106 seconds (0.1#10.140)