Kecelakaan Parah, Tiap Sejam Tiga Orang Tewas di Jalan Raya

Senin, 05 November 2018 - 12:18 WIB
Kecelakaan Parah, Tiap Sejam Tiga Orang Tewas di Jalan Raya
Kecelakaan Parah, Tiap Sejam Tiga Orang Tewas di Jalan Raya
A A A
JAKARTA - Angka kejadian dan korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih sangat tinggi. Rata-rata tiap satu jam ada tiga orang meninggal dunia akibat kecelakaan di jalan.

Mayoritas penyebabnya adalah rendahnya kedisiplinan dalam mengendarai sepeda motor. Yang semakin memprihatinkan, para korban meninggal dunia sebagian besar berusia produktif, yakni antara 15-29 tahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, kecelakaan lalu lintas di jalan raya merupakan penyebab kedua terbesar di dunia yang mengakibatkan banyak korban meninggal dunia.

Dalam setiap satu jamnya terdapat empat orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Sebanyak 72% kasus kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi di Indonesia. Kecelakaan yang melibatkan sepeda motor mencapai 73%, disusul mobil (15%), truk (8%), bus (2%), dan sepeda 2%.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi menyatakan, masih banyak perilaku berlalu lintas masyarakat yang tidak berkeselamatan. Setidaknya ada empat penyebab utama kecelakaan, yakni berbonceng sepeda motor lebih dari dua orang, tidak menggunakan helm, menggunakan hand phone saat mengemudi, dan tidak menggunakan sabuk keselamatan.

“Ini sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas di jalan raya yang menimbulkan korban, baik lukaluka maupun meninggal dunia,” ungkap Budi. Dilihat dari pendidikan, paling banyak kecelakaan melibatkan siswa SLTA. Pada 2017 jumlahnya mencapai 138.995 kejadian. Sedang pada 2018 hingga Oktober, kecelakaan melibatkan pelajar menengah atas ini sudah mencapai 132.423 kejadian.

"Jumlah ini masih terlampau banyak, mulai saat ini masyarakat dan siswa SLTA sederajat pada khususnya harus sadar betul akan pentingnya keselamatan dengan memperhatikan kelengkapan berkendara,” pintanya.

Sebagian besar kematian akibat kecelakaan sepeda motor lantaran cedera di kepala. Untuk itu, pihaknya berharap masyarakat menggunakan helm saat berkendara karena dapat mengurangi 40% risiko kematian karena kecelakaan. Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegija pranata Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan, tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang 72% di antaranya terjadi pada angkutan roda dua atau sepeda motor patut menjadi perhatian pemerintah.

Menurut dia, kebiasaan masyarakat yang menganggap remeh berkendara sepeda motor harus terus-menerus dibarengi dengan sosialisasi. Selain itu, sanksi juga perlu diterapkan bagi pengendara yang melanggar.

“Upayakan bahwa kebiasaan berkendara yang aman itu menjadi tren. Jadi tidak sekadar asal berkendara ini penting sebab di daerah itu susah sekali kontrolnya,” ucapnya. Upaya keselamatan berkendara roda dua memang harus terus didukung sosialisasi yang tidak hanya dari pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah setempat. Djoko menilai upaya pemerintah menyosialisasikan ini sudah cukup baik, terutama saat menjelang mudik.

“Pemerintah pusat dengan koordinasi dengan stakeholder lain terus menjadikan angkutan mudik roda dua sebagai perhatian utama. Misalnya dengan menggelar angkutan mudik gratis roda yang hampir digelar setiap tahun,” tegasnya.

Sekretaris Jenderal Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) Ateng Haryono mengatakan, sebagai penyedia jasa angkutan transportasi, pihaknya mengambil peran menciptakan angkutan transportasi darat yang nyaman kepada masyarakat. Meski begitu, masyarakat hendaknya juga harus memiliki ability to pay.

“Sehingga kita tidak bisa memaksa, taruhlah misalnya angkutan yang nyaman itu biayanya sedikit mahal. Karenanya perlu insentif di sini,” katanya. Organda berkomitmen memindahkan penggunaan angkutan pribadi ke angkutan umum. Angkutan pribadi kebanyakan di sepeda motor yang notabene menyumbang besarnya angka kecelakaan di Indonesia.

Direktur Keamanan dan Keselamatan (Kamsel) Korlantas Polri Brigjen Pol Chrysnanda Dwilaksana mengungkapkan, tingginya kecelakaan lalu lintas disebabkan banyak faktor. Di antaranya tidak menggunakan helm, seatbelt, penggunaan ponsel, melawan arus, dan anak di bawah umur yang nekat menggunakan sepeda motor. "Yang paling fatal adalah anak di bawah umur menggunakan sepeda motor," katanya.

Mantan direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya ini mengungkapkan, Polri sudah melakukan berbagai langkah untuk meminimalisasi jumlah kecelakaan lalu lintas. Selain konvensional, upaya lain yang dilakukan adalah menggunakan teknologi. Satu di antara yang saat ini sedang diterapkan adalah sistem tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE).

"Ini merupakan pengembangan sistem teknologi bagaimana meminimalisasi angka kecelakaan," terangnya. Namun, yang terpenting dari semua itu adalah meningkatkan kesadaran masyarakat berlalu lintas agar bisa baik dan benar sehingga tidak membuat celaka diri sendiri dan orang lain.

Jika kesadaran ini sudah muncul, dia mengaku yakin lalu lintas tertib dan tidak ada kecelakaan. "Kami terus berupaya bagaimana meningkatkan kualitas berkendaraan. Stop pelanggaran, stop kecelakaan, dan keselamatan untuk kemanusiaan," tandasnya.

Menurut dia, program apa pun penanganan lalu lintas bukan soal kuantitas, tapi seberapa besar membawa perubahan. Dengan demikian, perilaku berlalu lintas sangat besar pengaruhnya untuk bisa meminimalkan angka kecelakaan. Pemberian suatu sanksi pun memang harus dilakukan karena itu bagian menegakkan undang-undang.

“Sanksi yang diberikan kepada pelanggar agar ada pertanggungjawaban dan efek jera atau dapat terbangunnya budaya tertib berlalu lintas,” terang Chrysnanda.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5234 seconds (0.1#10.140)