15 April 2018, Tarif Angkot OK Otrip Naik Jadi Rp3,739

Sabtu, 07 April 2018 - 00:27 WIB
15 April 2018, Tarif Angkot OK Otrip Naik Jadi Rp3,739
15 April 2018, Tarif Angkot OK Otrip Naik Jadi Rp3,739
A A A
JAKARTA - PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) akhirnya memutuskan kenaikan tarif rupiah per kilometer untuk Angkot OK Otrip. Tarif yang sebelumnya Rp3,459 per kilometer menjadi Rp3,739 itu berlaku setelah 15 April 2018.

Kepala Humas PT Transjakarta, Wibowo mengatakan, berdasarkan evaluasi ujicoba OK otrip sejak 15 Januari lalu, pihaknya bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) memutuskan adanya kenaikan tarif dari Rp3,459 menjadi Rp3,739 per kilometer.

"Berlaku setelah 15 April mendatang di seluruh rute Ok Otrip, termasuk Tanah Abang," kata Wibowo melalui pesan singkatnya, kemarin.

Salah satu evaluasi dari ujicoba OK Otrip yang dimulai sejak 15 Januari lalu adalah rendahnya tarif rupiah perkilometer. Para operator dan pemilik yang mengikuti ujicoba OK Otrip menganggap Rupiah perkilometer yang berlaku Rp3,459 belum memadai untuk menutup biaya operasional.

Dinas Perhubungan pun dua kali mengirimkan surat kepada PT TransJakarta agar segera melakukan revisi nilai tarif Rupiahperkilometer.

Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Widjiatmoko mengaku tarif baru yang diputuskan PT TransJakarta belum dapat diketahui kapan akan berlaku. Sebab, untuk di trayek Tanah Abang yang menjadi prioritas OK Otrip dalam waktu segera, kenaikan tarif Rp3,739 perkilometer masih ditolak oleh sopir dan pemilik.

"Makanya kita belum ujicoba di Tanah Abang. Sesuai solusi yang kita berikan kepada PT TransJakarta itu kan setelah ada nilai rupiahkilometer baru, PT TransJakarta mengundnag dan menawarkan terlbih dahulu angkot Ok Otrip, khsusunya di Tanah Abang," ungkapnya.

Ketua Pelaksana OK Otrip dari Koperasi Kalpika Wahana (KWK), Roisuddin Ilyas mempertanyakan dasar perhitungan tarif tersebut. Menurutnya, KWK tetap berusaha meminta tarif rupiah per kilometer Rp 4.000 supaya kekurangan-kekurangan operasional bisa ditambahi. "Karena ada komponen-komponen perhitungan yang dilupakan," katanya.

Dia mencontohkan, tarif lama yang ditetapkan di masa uji coba menghitung satu armada di disopiri dua orang sopir. Padahal, rasio idealnya ialah 1 : 2/3. Artinya, 2 atau 3 orang sopir untuk satu armada. Angka 2 atau 3 muncul dari perlu adanya sopir cadangan untuk operasional angkot di akhir pekan.

"Ini kan berarti mengurangi cost kita, mengurangi keuntungan kita. Jadi kita inginnya Rp4 ribu, supaya pengeluaran dan pemasukan kita bisa balance," ujarnya.

Rois berharap alotnya pembahasan tarif bisa menemui jalan keluar begitu masa uji coba berakhir pada 15 April mendatang. Pihaknya akan bernegosiasi dengan PT Transjakarta soal tarif ini, sebelum ada penekenan nota kesepahaman untuk keterlibatan KWK di program OK Otrip.

"Meskipun tertatih-tatih, tapi kenyataannya kita bisa jalan dengan OK Otrip," tutur Rois.

Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Masdes Aerofi menyatakan bahwa secara matematis, PT Transjakarta sebetulnya amat sanggup mengakomodasi tarif Rp4 ribu per kilometer yang diusulkan para pengusaha angkot. Hal ini mengingat Pemprov DKI menganggarkan dana public service obligation (PSO) untuk PT Transjakarta sebesar Rp3,3 triliun pada tahun ini.

Masdes bahkan mengakui ada beban rasio pengemudi yang idealnya 2,4 :1mengingat ada sopir yang tetap harus bekerja pada akhir pekan. Perbandingan rasio itu otomatis berdampak pada tanggunan gaji sopir dan BPJS.

"Memungkinkan secara kekuatan finansial APBD. Tapi mungkin Transjakarta punya hitungan sendiri," ungkapnya.

Sementara itu, Pengamat Transportasi Universitas Tarumanegara, Leksmono suryo Putranto meminta Dinas Perhubungan sebagai regulator mempertanyakan tarif rupiah perkilometer. Apabila besaran tarif rupiah perkilometer memang sesuai subsidi yang dikeluarkan, Dinas Perhubungan harus berani mengeluarkan masukan kepada Gubernur. Dia khawatir ketika resmi dilaunching, keuangan tidak sanggup dan program direvisi. Dampaknya kepercayaan masyarakat turun dan pastinya berpengaruh kepada semua kebijakan.

"Penetapan tarif tidak boleh diputuskan sepihak. Dinas perhubungan harus tegas. Apabila angkot meminta Rp 4.000, silahkan dihitung dengan kemampuan subsidi. Simulasinya seperti apa biayanya. Nah itu yang kita ga tahu, apakah DKI punya dana cukup, jangan sampai ketika full launching sesungguhnya ternyata ada kendala keuangan. Kalau ditarik, masyarakat akan kecewa dan kehilangan kepercayaan," tegasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7560 seconds (0.1#10.140)