DPRD: Tak Boleh Ada Intimidasi atau PHK Bagi Karyawan yang Lapor Pelanggaran Protokol Kesehatan

Minggu, 09 Agustus 2020 - 23:32 WIB
loading...
DPRD: Tak Boleh Ada Intimidasi atau PHK Bagi Karyawan yang Lapor Pelanggaran Protokol Kesehatan
Foto: Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perkantoran di Jakarta menjadi kluster penularan Covid-19 terbesar setelah pasar tradisional. Pemprov DKI Jakarta diminta melindungi karyawan yang melaporkan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 di kantornya.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Justin Adrian mengatakan, perkantoran menjadi kluster penularan Covid-19 terbesar dengan sekurangnya 90 kluster dengan 459 kasus positif. (Baca juga: DKI Akan Rahasiakan Identitas Karyawan Pelapor Perusahaan Langgar PSBB)

Angka ini diperkirakan terus meningkat karena ada kecenderungan pengelola kantor yang sengaja menutup-nutupi kasus positif di kantor mereka untuk menghindari sanksi denda dan kewajiban tes missal yang akan membebani operasional kantor.

Kondisi ini membuat karyawan perkantoran dalam posisi terjepit, di satu sisi mereka bergantung pada perusahaan untuk tetap bekerja dan mendapatkan penghasilan, namun di sisi lain mereka harus mengambil risiko terpapar Covid-19 dan mempertaruhkan kesehatan mereka.

"Kami mendesak Pemprov DKI memberi jaminan keamanan dan perlindungan bagi karyawan yang melapor adanya pelanggaran PSBB di kantor mereka. Jumlah perusahaan di Jakarta ada ribuan, tidak mungkin bisa disidak satu persatu. Kita harus mendorong karyawan aktif melaporkan dengan jaminan tidak boleh ada intimidasi ataupun PHK bagi mereka yang melapor," ujar Justin melalui siaran tertulisnya, Minggu (9/8/2020). (Baca juga: Kasus Covid-19 di Bogor Terus Meroket, 24 Kasus Positif Baru Dalam Dua Hari)

Dia kerap mendapatkan pengaduan dari karyawan yang ingin melaporkan kondisi kantornya, tapi tidak mau identitasnya diketahui agar tidak mendapat masalah di kantor.

Seharusnya setiap karyawan memiliki hak untuk melaporkan kondisi kantornya tanpa melalui birokrasi atau pihak kantor. “Jika karyawan tidak disediakan jalur untuk melapor, yang terjadi malah informasi simpang siur yang merugikan perusahaan," ucapnya.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1667 seconds (0.1#10.140)