Soal Jawaban Polda Metro Jaya di Praperadilan Firli, Prof Romli: Tak Ada Bukti Adanya Pemerasan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persidangan praperadilan yang diajukan oleh Ketua KPK Nonaktif, Firli Bahuri memasuki agenda pembacaan jawaban dan duplik Termohon dalam hal ini Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto dan replik Pemohon.
Dalam jawabannya, Kapolda Metro Jaya menyatakan penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri telah sah secara hukum karena merupakan kewenangan penyidik dan didasarkan pada minimal dua alat bukti.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Romli Atmasasmita, mengungkapkan bahwa jawaban Termohon itu sangat normatif karena menyatakan penetapan tersangka sah hanya didasarkan pada kuantitas alat bukti, tidak memperhatikan aspek kualitas alat bukti tersebut.
Pada sisi lain, Termohon menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri juga telah sah karena sudah ada penyidikan, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), sudah memeriksa saksi-saksi, surat-surat, dan ahli.
“Sah atau tidaknya penetapan Tersangka FB (Firli Bahuri) patut diuji karena dalam pemeriksaan saksi-saksi pada tahapan penyidikan, tidak ada satu pun saksi yang menyatakan mengetahui, melihat, atau mendengar adanya pemerasan, penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji atau penyuapan oleh SYL (Syahrul Yasin Limpo) kepada FB, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor),” ungkap Prof Romli dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa 12 Desember 2023.
Berkaitan dengan bukti foto pertemuan mantan Mentan SYL dengan Firli, Romli menyampaikan dalam hal ini penyidik Polda Metro Jaya tidak memperhatikan UU ITE dalam penggunaan alat bukti elektronik.
Sehingga, menurut Romli, alat bukti tersebut dapat menjadi tidak sah dan secara materiil tidak membuktikan adanya pemerasan, gratifikasi atau suap, hanya menunjukkan SYL dan temannya menemui Firli Bahuri.
“Memperhatikan jawaban Termohon yang tidak menguraikan satu alat bukti yang menunjukkan adanya actus rea maupun mens rea sebagaimana dimaksud Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor, maka perkara ini dapat dihentikan di praperadilan dan tidak perlu dilimpahkan dalam persidangan pokok perkara,” ujarnya.
Romli menegaskan, jawaban Polda Metro Jaya dalam sidang praperadilan tersebut secara tidak langsung mengakui bahwa memang tidak ada satupun saksi yang melihat dan mendengar langsung.
Menurut Romli, penyidik Polda Metro Jaya hanya mendasarkan pada bukti petunjuk yakni foto pertemuan SYL dan Firli Bahuri, resi penukaran valas dan saksi yang tidak melihat, mendengar, mengetahui atau mengalami langsung tindak pidana pemerasan yang disangkakan.
Dalam jawabannya, Kapolda Metro Jaya menyatakan penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri telah sah secara hukum karena merupakan kewenangan penyidik dan didasarkan pada minimal dua alat bukti.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Romli Atmasasmita, mengungkapkan bahwa jawaban Termohon itu sangat normatif karena menyatakan penetapan tersangka sah hanya didasarkan pada kuantitas alat bukti, tidak memperhatikan aspek kualitas alat bukti tersebut.
Pada sisi lain, Termohon menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri juga telah sah karena sudah ada penyidikan, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), sudah memeriksa saksi-saksi, surat-surat, dan ahli.
“Sah atau tidaknya penetapan Tersangka FB (Firli Bahuri) patut diuji karena dalam pemeriksaan saksi-saksi pada tahapan penyidikan, tidak ada satu pun saksi yang menyatakan mengetahui, melihat, atau mendengar adanya pemerasan, penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji atau penyuapan oleh SYL (Syahrul Yasin Limpo) kepada FB, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor),” ungkap Prof Romli dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa 12 Desember 2023.
Berkaitan dengan bukti foto pertemuan mantan Mentan SYL dengan Firli, Romli menyampaikan dalam hal ini penyidik Polda Metro Jaya tidak memperhatikan UU ITE dalam penggunaan alat bukti elektronik.
Sehingga, menurut Romli, alat bukti tersebut dapat menjadi tidak sah dan secara materiil tidak membuktikan adanya pemerasan, gratifikasi atau suap, hanya menunjukkan SYL dan temannya menemui Firli Bahuri.
“Memperhatikan jawaban Termohon yang tidak menguraikan satu alat bukti yang menunjukkan adanya actus rea maupun mens rea sebagaimana dimaksud Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor, maka perkara ini dapat dihentikan di praperadilan dan tidak perlu dilimpahkan dalam persidangan pokok perkara,” ujarnya.
Romli menegaskan, jawaban Polda Metro Jaya dalam sidang praperadilan tersebut secara tidak langsung mengakui bahwa memang tidak ada satupun saksi yang melihat dan mendengar langsung.
Menurut Romli, penyidik Polda Metro Jaya hanya mendasarkan pada bukti petunjuk yakni foto pertemuan SYL dan Firli Bahuri, resi penukaran valas dan saksi yang tidak melihat, mendengar, mengetahui atau mengalami langsung tindak pidana pemerasan yang disangkakan.