Penanganan Dampak Polusi Udara, Puskesmas Jadi Faskes Terdepan Pelayanan Asma Terpadu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus penyakit respirasi di Jabodetabek meningkat dalam enam bulan terakhir. Data tersebut merujuk dari laporan puskesmas maupun rumah sakit di Jabodetabek.
"Untuk wilayah Jakarta mencapai 100 ribu kasus/bulan," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu.
Masalah polusi udara sudah menjadi perhatian nasional mengingat dampak besar akan kesehatan. Bahkan, peningkatan kasus juga menjadi pembahasan DPR dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 30 Agustus 2023 lalu.
Peliknya polusi udara juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk meminimalisir dampak buruk polusi udara terhadap masyarakat, Jokowi meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pemimpin penanganan polusi udara di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Presiden Jokowi menginstruksikan Luhut dan Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatasi masalah tingginya polusi dan menyiapkan faskes, terutama tingkat puskesmas untuk siap melayani masyarakat dengan gejala asma dan penyakit respirasi lainnya.
Demi merealisasikan puskesmas menjadi garda terdepan, Budi akan menyiapkan spirometri di seluruh puskesmas untuk menilai fungsi paru dan mendiagnosis penyakit pernapasan.
Ketua Pokja Asma dan PPOK dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Budhi Antariksa menjelaskan polusi udara memang bisa menjadi salah satu pencetus yang menimbulkan penyakit respirasi.
Kondisi ini cukup menghawatirkan di mana prevalensi penyandang asma di Indonesia per tahun 2022 mencapai 7 persen atau 18 juta orang. "Pasien asma adalah penyakit penyempitan saluran napas karena ada pencetusnya. Dari luar adalah polusi udara, asap rokok hingga stres yang merupakan faktor harus diawasi," kata Budhi.
Menurut dia, puskesmas perlu ditingkatkan sebagai lini pertama untuk diagnosa dan pengobatan penyakit respirasi, termasuk asma. Selain persiapan spirometri sebagai alat pendukung diagnosa, pasien juga perlu diberikan obat sesuai tatalaksana medis terkini.
Contohnya, obat asma saat ini yang tersedia di puskesmas adalah obat pelega oral yang jika digunakan dalam jangka panjang justru dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan asma.
“Supaya serangan asma tidak sering terjadi, pasien perlu diberikan obat pengontrol asma inhalasi di tingkat puskesmas supaya asmanya terkontrol tidak hanya gejalanya,” ucapnya.
Sebenarnya obat pengontrol asma inhalasi sudah lama ada di BPJS tapi hanya tersedia dalam jumlah terbatas di puskesmas. “Dokter umum sudah memiliki kompetensi untuk mendiagnosa dan memberikan pengobatan untuk barbagai penyakit respirasi, termasuk asma. Namun, adanya obat pengontrol, dokter puskesmas bisa memberikan obat asma sesuai kebutuhan pasien berdasarkan tatalaksana medis pengobatan asma terkini,” ujar Budhi.
Sebagai informasi, beberapa penyakit yang mungkin terjadi akibat polusi udara yakni serangan asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Pneumonia, serta Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Merujuk data situs pemantau kualitas udara IQAir, Jumat (1/9/2023) indeks kualitas udara (AQI) Kota Jakarta berada di angka 160 dengan kategori tidak sehat. Artinya, memiliki kadar polutan particulate matter 2,5 (PM 2,5) tinggi.
"Untuk wilayah Jakarta mencapai 100 ribu kasus/bulan," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu.
Masalah polusi udara sudah menjadi perhatian nasional mengingat dampak besar akan kesehatan. Bahkan, peningkatan kasus juga menjadi pembahasan DPR dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 30 Agustus 2023 lalu.
Peliknya polusi udara juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Untuk meminimalisir dampak buruk polusi udara terhadap masyarakat, Jokowi meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pemimpin penanganan polusi udara di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Presiden Jokowi menginstruksikan Luhut dan Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatasi masalah tingginya polusi dan menyiapkan faskes, terutama tingkat puskesmas untuk siap melayani masyarakat dengan gejala asma dan penyakit respirasi lainnya.
Demi merealisasikan puskesmas menjadi garda terdepan, Budi akan menyiapkan spirometri di seluruh puskesmas untuk menilai fungsi paru dan mendiagnosis penyakit pernapasan.
Ketua Pokja Asma dan PPOK dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Budhi Antariksa menjelaskan polusi udara memang bisa menjadi salah satu pencetus yang menimbulkan penyakit respirasi.
Kondisi ini cukup menghawatirkan di mana prevalensi penyandang asma di Indonesia per tahun 2022 mencapai 7 persen atau 18 juta orang. "Pasien asma adalah penyakit penyempitan saluran napas karena ada pencetusnya. Dari luar adalah polusi udara, asap rokok hingga stres yang merupakan faktor harus diawasi," kata Budhi.
Menurut dia, puskesmas perlu ditingkatkan sebagai lini pertama untuk diagnosa dan pengobatan penyakit respirasi, termasuk asma. Selain persiapan spirometri sebagai alat pendukung diagnosa, pasien juga perlu diberikan obat sesuai tatalaksana medis terkini.
Contohnya, obat asma saat ini yang tersedia di puskesmas adalah obat pelega oral yang jika digunakan dalam jangka panjang justru dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan asma.
“Supaya serangan asma tidak sering terjadi, pasien perlu diberikan obat pengontrol asma inhalasi di tingkat puskesmas supaya asmanya terkontrol tidak hanya gejalanya,” ucapnya.
Sebenarnya obat pengontrol asma inhalasi sudah lama ada di BPJS tapi hanya tersedia dalam jumlah terbatas di puskesmas. “Dokter umum sudah memiliki kompetensi untuk mendiagnosa dan memberikan pengobatan untuk barbagai penyakit respirasi, termasuk asma. Namun, adanya obat pengontrol, dokter puskesmas bisa memberikan obat asma sesuai kebutuhan pasien berdasarkan tatalaksana medis pengobatan asma terkini,” ujar Budhi.
Sebagai informasi, beberapa penyakit yang mungkin terjadi akibat polusi udara yakni serangan asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Pneumonia, serta Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Merujuk data situs pemantau kualitas udara IQAir, Jumat (1/9/2023) indeks kualitas udara (AQI) Kota Jakarta berada di angka 160 dengan kategori tidak sehat. Artinya, memiliki kadar polutan particulate matter 2,5 (PM 2,5) tinggi.
(jon)