Udara di Jakarta Buruk, Anggota DPRD DKI Kenneth: Pemprov Harus Ambil Langkah Konkret
loading...
A
A
A
JAKARTA - DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk nomor dua di dunia pada Selasa 15 Agustus 2023 pagi. Hal tersebut berdasarkan kutipan dari situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.43 WIB.
Pagi itu Indeks kualitas udara di Ibu Kota berada di angka 165 AQI US. Angka kualitas udara itu tercatat bahwa saat ini DKI Jakarta masih masuk dalam kategori tidak sehat nomor dua di dunia.
Terkait kondisi tersebut, Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth berinisiatif melakukan kunjungan ke Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), untuk mengetahui permasalahan polusi udara yang saat ini mengganggu warga Ibu Kota Jakarta.
Setelah kunjungan itu, pria yang akrab disapa Bang Kent itu meminta Penjabat Gubernur DKI Heru Budi segera membuat aturan, baik berupa Keputusan Gubernur (Kepgub) atau Peraturan Gubernur (Pergub) yang berisi imbauan kepada masyarakat, seperti kembali memakai masker jika keluar rumah dan mendorong agar pelaksanaan Work From Home (WFH), dan juga Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi siswa.
"Harus ada aksi dan langkah konkret terkait permasalahan ini. Pemimpin itu harus berani mengambil risiko untuk membuat suatu kebijakan, jangan takut, pro dan kontra itu biasa. Kita harus bisa melihat suatu permasalahan secara utuh, faktor urgensinya di lapangannya seperti apa. Jangan sampai korban banyak berjatuhan baru bergerak, jadi harus dilakukan langkah taktis dan cepat," tegas Kenneth dalam keterangannya, Kamis (17/8/2023).
Dalam menindak lanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait permasalahan polusi udara, Kent sudah meminta instansi terkait melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk wilayah Jabodetabek. Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) PPRA Angkatan LXII itu menuturkan, berdasarkan penjelasan BMKG, potensi awan yang bisa semai di atas DKI Jakarta memang sudah minim, dan solusinya harus mencari bibit awan di daerah selatan di dataran tinggi sekitar wilayah Bogor dan Cianjur.
Menurut BMKG, awan itu bisa terbentuk karena dua hal. Pertama bisa karena konveksi (penjalaran panas) matahari bersinar menyinari bumi lalu terjadi penguapan. Penguapan ini yang membentuk awan. Saat sekarang mekanisme seperti ini sangat kecil kemungkinannya, karena kondisi kemarau.
Kedua, mekanisme orografis. Jadi pembentukan awan orografis ini bisa dibentuk di sebelah Selatan Jakarta, karena ada Gunung Gede, Pangrango dan Salak. Mekanismenya, ketika angin menabrak gunung, angin terangkat dan terbentuklah awan di sekitar pegunungan tersebut.
"Awan-awan ini lah yang masih bisa di semai. Mulailah dari hulu dahulu dengan harapan kalau wilayah selatan hujan, dan jika memang ada polutan berasal dari selatan bisa di kurangi, polutan ini sumbernya ada dua kemungkinan, bisa dari sumber polutan lokal atau dari sumber polutan di luar DKI," beber Kent.
Dalam kondisi polusi udara yang sudah parah ini, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan itu meminta Pemprov DKI Jakarta segera menetapkan kondisi tanggap darurat bencana, agar bisa mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memakai dana siap pakai seperti yang tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai.
Kemudian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana untuk memulai kegiatan operasi TMC ( Teknologi Modifikasi Cuaca ) di Jabodetabek.
"Pemprov DKI harus segera menetapkan kondisi tanggap darurat bencana, minimal tiga bulan ke depan sambil melihat perkembangan. Lalu bisa memulai kegiatan operasi TMC, dan agar bisa dibiayai oleh BNPB, jadi tidak membebani APBD DKI Jakarta," katanya.
"Untuk memecahkan masalah ini harus gerak cepat dan melakukan kolaborasi anta lembaga, seperti BMKG sebagai penyedia data potensi awan yang bisa di semai, BRIN yang memiliki teknologinya, TNI AU sebagai yang mengoperasikan pesawat dalam operasi TMC menyebar garam atau intikondensasi, BNPB yang memiliki kapasitas dalam penyediaan anggaran dalam kegiatan operasi TMC, KLHK terkait data kwalitas udara. Dari sisi kebijakan lain yang mungkin bisa dilakukan yaitu pengurangan sumber polusi itu sendiri, di DKI Jakarta salah satu sumber polusinya adalah kendaraan bermotor," lanjut Kent.
Kata Kent, kenapa rekayasa cuaca menjadi sangat penting untuk mengurangi polusi? Karena dari operasi rekayasa cuaca ini diharapkan akan mempercepat terjadinya hujan, ketika hujan turun maka akan terjadi pencucian polutan di atmosfir.
"Saat ini kondisi kualitas udara di DKI Jakarta bersifat fluktuatif, namun secara umum dapat dikatakan dalam kondisi tidak sehat. Hal ini didasarkan pada pengukuran partikulat (PM2,5) yang pada jam-jam tertentu masuk kategori tidak sehat atau kuning. Jadi solusi yang paling relevan adalah harus segera mempercepat proses modifikasi cuaca, guna membilas polusi di udara, karena polusi udara di Jakarta yang masuk dalam kategori sangat tidak baik dalam beberapa pekan terakhir," beber Kent.
Pagi itu Indeks kualitas udara di Ibu Kota berada di angka 165 AQI US. Angka kualitas udara itu tercatat bahwa saat ini DKI Jakarta masih masuk dalam kategori tidak sehat nomor dua di dunia.
Terkait kondisi tersebut, Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth berinisiatif melakukan kunjungan ke Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), untuk mengetahui permasalahan polusi udara yang saat ini mengganggu warga Ibu Kota Jakarta.
Setelah kunjungan itu, pria yang akrab disapa Bang Kent itu meminta Penjabat Gubernur DKI Heru Budi segera membuat aturan, baik berupa Keputusan Gubernur (Kepgub) atau Peraturan Gubernur (Pergub) yang berisi imbauan kepada masyarakat, seperti kembali memakai masker jika keluar rumah dan mendorong agar pelaksanaan Work From Home (WFH), dan juga Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi siswa.
"Harus ada aksi dan langkah konkret terkait permasalahan ini. Pemimpin itu harus berani mengambil risiko untuk membuat suatu kebijakan, jangan takut, pro dan kontra itu biasa. Kita harus bisa melihat suatu permasalahan secara utuh, faktor urgensinya di lapangannya seperti apa. Jangan sampai korban banyak berjatuhan baru bergerak, jadi harus dilakukan langkah taktis dan cepat," tegas Kenneth dalam keterangannya, Kamis (17/8/2023).
Dalam menindak lanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait permasalahan polusi udara, Kent sudah meminta instansi terkait melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk wilayah Jabodetabek. Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI (IKAL) PPRA Angkatan LXII itu menuturkan, berdasarkan penjelasan BMKG, potensi awan yang bisa semai di atas DKI Jakarta memang sudah minim, dan solusinya harus mencari bibit awan di daerah selatan di dataran tinggi sekitar wilayah Bogor dan Cianjur.
Menurut BMKG, awan itu bisa terbentuk karena dua hal. Pertama bisa karena konveksi (penjalaran panas) matahari bersinar menyinari bumi lalu terjadi penguapan. Penguapan ini yang membentuk awan. Saat sekarang mekanisme seperti ini sangat kecil kemungkinannya, karena kondisi kemarau.
Kedua, mekanisme orografis. Jadi pembentukan awan orografis ini bisa dibentuk di sebelah Selatan Jakarta, karena ada Gunung Gede, Pangrango dan Salak. Mekanismenya, ketika angin menabrak gunung, angin terangkat dan terbentuklah awan di sekitar pegunungan tersebut.
"Awan-awan ini lah yang masih bisa di semai. Mulailah dari hulu dahulu dengan harapan kalau wilayah selatan hujan, dan jika memang ada polutan berasal dari selatan bisa di kurangi, polutan ini sumbernya ada dua kemungkinan, bisa dari sumber polutan lokal atau dari sumber polutan di luar DKI," beber Kent.
Dalam kondisi polusi udara yang sudah parah ini, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan itu meminta Pemprov DKI Jakarta segera menetapkan kondisi tanggap darurat bencana, agar bisa mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memakai dana siap pakai seperti yang tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai.
Kemudian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana untuk memulai kegiatan operasi TMC ( Teknologi Modifikasi Cuaca ) di Jabodetabek.
"Pemprov DKI harus segera menetapkan kondisi tanggap darurat bencana, minimal tiga bulan ke depan sambil melihat perkembangan. Lalu bisa memulai kegiatan operasi TMC, dan agar bisa dibiayai oleh BNPB, jadi tidak membebani APBD DKI Jakarta," katanya.
"Untuk memecahkan masalah ini harus gerak cepat dan melakukan kolaborasi anta lembaga, seperti BMKG sebagai penyedia data potensi awan yang bisa di semai, BRIN yang memiliki teknologinya, TNI AU sebagai yang mengoperasikan pesawat dalam operasi TMC menyebar garam atau intikondensasi, BNPB yang memiliki kapasitas dalam penyediaan anggaran dalam kegiatan operasi TMC, KLHK terkait data kwalitas udara. Dari sisi kebijakan lain yang mungkin bisa dilakukan yaitu pengurangan sumber polusi itu sendiri, di DKI Jakarta salah satu sumber polusinya adalah kendaraan bermotor," lanjut Kent.
Kata Kent, kenapa rekayasa cuaca menjadi sangat penting untuk mengurangi polusi? Karena dari operasi rekayasa cuaca ini diharapkan akan mempercepat terjadinya hujan, ketika hujan turun maka akan terjadi pencucian polutan di atmosfir.
"Saat ini kondisi kualitas udara di DKI Jakarta bersifat fluktuatif, namun secara umum dapat dikatakan dalam kondisi tidak sehat. Hal ini didasarkan pada pengukuran partikulat (PM2,5) yang pada jam-jam tertentu masuk kategori tidak sehat atau kuning. Jadi solusi yang paling relevan adalah harus segera mempercepat proses modifikasi cuaca, guna membilas polusi di udara, karena polusi udara di Jakarta yang masuk dalam kategori sangat tidak baik dalam beberapa pekan terakhir," beber Kent.
(thm)